10 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia, Pertamina Masuk Daftar


Gedung Pertamina. (MP/Kanu)
MerahPutih.com - Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023, mendapat sorotan publik.
Pasalnya, kasus dugaan korupsi yang sedang diusut Kejaksaan Agung itu, menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun, hanya dalam kurun waktu satu tahun.
Angka ini menempatkan kasus Pertamina sebagai salah satu kasus korupsi dengan kerugian negara terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Lalu, apa saja 10 kasus korupsi terbesar di Indonesia?
Baca juga:
Modus Kasus Korupsi Pertamina Pertalite Dioplos Jadi Pertamax Negara Rugi Rp 193 Triliun
10 Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
1. Kasus Timah (Rp 300 Triliun)
Kasus korupsi timah mulai terungkap pada 2018. Dalam kasus ini, PT Timah Tbk, bersama sejumlah perusahaan penambang timah lainnya korupsi terlibat dalam penyelewengan terkait tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Kasus ini melibatkan sejumlah nama dan yang paling menjadi buah bibir, yaitu Harvey Moeis, yakni suami dari aktris Sandra Dewi.
Secara sederhana, kasus ini terkait kerja sama pengelolaan lahan antara PT Timah Tbk, bersama perusahaan swasra secara ilegal. Hasil pengelolaan itu dijual kembali ke PT Timah Tbk sehingga menimbulkan kerugian negara senilai Rp 300.003.263.938.131,14 atau Rp 300 triliun.
2. Kasus Tata Kelola Minyak Mentah (Rp 198 Triliun)
Kasus korupsi pada tata kelola minyak mentah diungkap Kejaksaan Agung RI pada 2025. Kasus ini terkait produk kilang PT Pertamina, subholding, dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) sejak 2018 hingga 2023.
Secara total, ada tujuh tersangka yang ditetapkan dalam kasus tersebut, kemudian sosok yang paling banyak diperbincangkan adalah Direktur Utama PT Pertamina Parta Niaga, Riva Siahaan, dan Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, M Kerry Ardianto Riza, yang tak lain merupakan anak dari saudagar minyak Riza Chalid.
Adapun, praktik korupsi ini terjadi pada rentang 2018 hingga 2023, di mana saat itu pemerintah melalui Kementrian ESDM menerbitkan perintah soal pemenuhan minyak mentah wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri, termasuk kontraktornya juga harus berasal dari dalam negeri sebelum merencanakan impor.
Namun, Riva beserta sejumlah pihak lainnya melakukan pengkondisian dalam Rapat Optimasi Hilir yang dijadikan untuk menurunkan produksi kilang.
Akibatnya, produksi minyak bumi dalam negeri pun tidak terserap sepenuhnya sehingga pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang diperoleh dari hasil impor. Akibat perbuatan mereka, negara merugi hingga Rp 198 triliun.
3. Kasus BLBI (Rp 138 Triliun)
Korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan kejahatan ekonomi besar yang merugikan negara. Korupsi ini terjadi pada masa krisis keuangan 1997.
Kasus ini terjadi dalam rentang 1997. Saat itu, terjadi penarikan dana nasabah secara besar-besaran yang membuat perbankan tidak likuid imbas dari instabilitas perekonomian Indonesia di akhir masa jabatan Presiden Soeharto.
Berdasarkan audit BPK pada 2000, kerugian negara mencapai Rp 138,442 triliun. Penyalahgunaan dana BLBI oleh para koruptor.
Baca juga:
Anaknya Jadi Tersangka, Rumah Riza Chalid Ikut Digeledah Terkait Korupsi Minyak Pertamina
4. Kasus Penyerobotan Lahan PT Duta Palma Group (Rp 78 Triliun)
Kasus korupsi penyerobotan kawasan hutan lindung oleh pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi menjadi peringkat keempat korupsi terbesar di Indonesia.
Kasus ini bermuara dari kelakukan Mantan Bupati Kabupaten Indragiri Hulu Raja Thamsir Rachman yang memberikan izin lokasi dan izin usaha di kawasan hutan lindung seluas 37.095 hektare pada 2004 dan 2007.
Izin tersebut diberikan Raja Thamsir tanpa melalui kajian serta tim terpadu. Surya Darmadi pun ketahuan melakukan suap terhadap Gubernur Provinsi Riau agar membuat rekomendasi alih fungsi kawasan hutan lindung yang dikelola lima perusahaan milik Surya Darmadi, tidak menjadi kawasan hutan di bawah kontrol Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Parahnya, pengendalian perkebunan sawit dan penguasaan lahan yang tidak sah tersebut menghasilkan pendapatan bagi PT Duta Palma Group sebesar Rp 600 miliar per bulan.
Total kerugian negara akibat perbuatan tersebut mencapai Rp 78 triliun dengan rincian: kerugian berupa nilai produksi tandan buah sawit senilai Rp 9,6 triliun, kerugian akibat kawasan hutan dibuka menjadi perkebunan sawit dan tidak menyetor PNBP serta denda sebesar Rp 421,8 miliar, kerugian lingkungan senilai Rp 69,1 triliun.
5. Kasus Kondensat PT TPPI (Rp 37,8 Triliun)
Kasus korupsi kondensat pada PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) terjadi sekitar 2008 hingga 2012. Dalam kasus ini, Mantan Direktur Utama PT TPPI, Honggo Wendratno, dianggap secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam penunjukan kondensat bagian negara.
Sayangnya, Honggo Wendratno hingga kini masih buron sehingga sidangnya digelar secara in absentia. Adapun kasus ini bermula saat Honggo masih aktif sebagai Dirut PT TPPI mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas. Honggo mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene).
Padahal saat itu, PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi dan PT TPPI memiliki utang kepada PT. Pertamina (Persero).
Honggo pun bersurat ke Kepala BP Migas Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Raden Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai penjual Kondensat bagian negara tapi penunjukan itu menyalahi prosedur.
Penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa. Atas perbuatan mereka dalam kasus kondensat, nilai kerugian negara terhitung mencapai Rp 37,8 triliun.
6. Kasus Asabri (Rp 22,78 Triliun)
Kasus korupsi PT Asabri (Persero) merupakan tindak pidana yang merugikan negara hingga Rp 22,78 triliun. Korupsi ini terjadi karena adanya penyalahgunaan kekuasaan dan dana investasi untuk kepentingan pribadi.
Kasus ini terjadi dalam rentang waktu antara 2012 hingga 2019. Kasus ini terjadi lantaran Direktur Utama, Direktur Investasi, dan Direktur Keuangan Asabri bersepakat dengan pihak luar untuk membeli atau menukar saham. Belakangan saham yang dibeli tidak sesuai dengan ketentuan lantaran berisiko tinggi dan memiliki kinerja tidak baik
Adapun aktor dalam kasus ini tak jauh berbeda dengan kasus korupsi Jiwasraya, yakni, Benny Tjokrosaputro, dan Heru Hidayat yang keduanya sama-sama divonis penjara seumur hidup.
Lalu, putusan penjara seumur hidup itu sempat dilawan Heru dan Bentjok lewat uapaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, MA telah menolak kasasi yang diajukan.
Dengan penolakan kasasi ini, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjadi berkekuatan hukum tetap, yakni keduanya juga dijatuhi vonis membayar uang pengganti sebesar Rp 16 triliun lebih.
Dengan rincian Benny Tjokro diwajibkan membayar uang pengganti Rp 6.078.500.000.000, sedangkan Heru Hidayat membayar pengganti Rp 10.728.783.375.000.
Baca juga:
7. Kasus Asuransi Jiwasraya (Rp 16 Triliun)
Kasus korupsi pada Asuransi Jiwasraya cukup menyita perhatian publik pada 2020. Pasalnya, PT Asabri yang merupakan perusahaan asuransi pelat merah itu terindikasi rasuah akibat kelakuan para pejabatnya.
Sosok yang paling mencuri perhatian adalah Benny Tjokrosaputro, pengusaha yang sempat masuk daftar 50 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes.
Kasus ini bermula ketika Direktur Utama, Direktur Investasi, dan Direktur Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak luar yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio PT Asabri (Persero) pada rentang tahun 2012-2019.
Mereka menukar saham dalam portofolio PT Asabri (Persero) dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi.
Manipulasi dilakukan bertujuan agar kinerja portofolio PT Asabri (Persero) terlihat seolah-olah baik. Setelah saham-saham tersebut menjadi milik PT Asabri (Persero) kemudian saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh Heru, Benny, dan Lukman berdasarkan kesepakatan bersama dengan direksi PT Asabri (Persero), sehingga saham tersebut seolah-olah bernilai tinggi dan likuid.
Padahal, transaksi tersebut hanya transaksi semu untuk menguntungkan Heru, Benny, dan Lukman serta merugikan investasi PT Asabri (Persero).
8. Kasus Ekspor Minyak Sawit Mentah (Rp 12 Triliun)
Kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah terjadi pada 2022. Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga perusahaan besar yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi.
Penetapan tersangka korporasi tersebut adalah lanjutan proses hukum di kasus korupsi minyak goreng yang berlangsung sejak April 2022.
Pada kasus ini, para pihak yang terlibat dinilai telah bermufakat jahat untuk melakukan proses penerbitan persetujuan ekspor, dengan Kemendag sebagai lembaga yang berwenang untuk memberikan izin ekspor itu.
Padahal, pemberian izin ekspor tersebut bertentangan dengan ketentuan Kemendag yakni perusahaan harus memenuhi kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) terhadap minyak goreng. Atas perbuatan ini, negara merugi hingga Rp 12 tirliun.
9. Kasus Pengadaan Pesawat di Garuda Indonesia (Rp 9,37 Triiliun)
Korupsi pengadaan pesawat pada Garuda Indonesia menjadi salah satu korupsi terbesar di sektor penerbangan Indonesia. Kasus ini, melibatkan mantan Dirut Garuda Indonesia, Emisryah Satar.
Adapun proyek pengadaan pengadaan pesawat jenis Bombardier CRJ-1000 dan Avions de Transport Regional (ATR) 72-600 di PT Garuda Indonesia (Persero) ini menyebabkan kerugian negara sebesar US$ 609,81 juta atau sekitar Rp 9,37 triliun.
Kerugian negara tersebut akibat adanya perbuatan melawan hukum saat Garuda memesan enam jet seri CRJ-1000 dengan opsi untuk menambah 12 armada tambahan. Pesanan ini dilakukan pada Februari 2012 silam dalam gelaran Singapore Airshow.
Pada proses pembelian tersebut, terdapat indikasi penyimpangan dan kerugian keuangan negara akibat pengadaan pesawat Garuda Indonesia sejak 2011-2021, dengan ruang lingkup pengadaan ATR 72-600 da CRJ-1000.
Besaran nilai kerugian keuangan negara akan dihitung pada saat pelaksanaan audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) oleh BPKP.
10. Kasus Pengadaan BTS 4G (Rp 8 Triliun)
Korupsi BTS 4G adalah kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastruktur pendukungnya di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang kala itu dikepalai Menkominfo Johnny G Plate.
Kasus ini belakangan melibatkan mantan Anggota BPK RI, Achsanul Qosasi lantaran menerima suap senilai Rp40 miliar untuk menutup temuan pada kasus tersebut.
Kasus ini berawal dari proyek pembangunan menara BTS 4G Bakti Kementerian Kominfo paket 1, 2, 3, 4, dan 5. Proyek tersebut bertujuan memberikan layanan digital pada wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) dari Papua, Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, dan Nusa Tenggara Timur.
Awalnya, kontrak payung ditandatangani bersama Fiberhome, Telkom Infra, dan Multitrans Data yang sepakat membangun BTS 4G di paket 1 dan 2 dengan total nilai RP 9,5 triliun selama 2021-2022.
Namun, hingga April 2022, baru 86% yang dibangun pada seluruh komitmen tersebut. Bahkan, menurut catatan Kementerian Kominfo, hanya 1.900 lokasi yang on air dari target 4.200 desa selama fase 1.
Proyek berlanjut ke tiga paket berikutnya (3, 4, dan 5) dengan total kontrak Rp 18,8 triliun. Belakangan BPKP mengatakan kerugian negara atas kasus ini mencapai lebih dari Rp 8 triliun triliun, terhitung mulai dari penyusunan kajian hukum, markup harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun. (Pon)
Bagikan
Ponco Sulaksono
Berita Terkait
Awal Kasus Korupsi Pengadaan Laptop Terbongkar, Dari ‘Kesepakatan’ Nadiem dengan Google

Bantah Lakukan Korupsi, Nadiem: Integritas Nomor 1, Tuhan Pasti Melindungi Saya

Nadiem Tersangka Pengadaan Laptop, Kejagung Bongkar Kejanggalan Proyek Digelar Tertutup meski Gunakan Anggaran Negara

Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Nadiem Makarim Langsung Dipenjara di Rutan Salemba

KPK Periksa Eks Direktur Keuangan Telkom terkait Kasus Digitalisasi SPBU Pertamina

Penuhi Panggilan KPK, Ilham Habibie Tanggapi soal Mobil Mercy Warisan BJ Habibie

Eks Ketua Banggar DPR Ahmadi Noor Supit Terseret Korupsi Proyek Mempawah

KPK Panggil Khalid Basalamah Terkait Korupsi Kuota Haji

KPK Tegaskan tak Punya Wewenang Terbitkan Surat Penonaktifan Bupati Pati Sudewo

Ratusan Warga Pati Geruduk Gedung KPK, Minta Bupati Sudewo Ditetapkan Tersangka
