‘The Science of Fictions’ Ceritakan Pendaratan Astronaut di Yogyakarta
Sabtu, 12 Desember 2020 -
THE Science of Fictions menjadi salah satu film Indonesia yang ramai dibicarakan belakangan ini. Digarap oleh sutradara Yosep Anggi Noen, film ini menceritakan tentang orang yang berjalan lambat sembari berkostum astronaut. Pendaratannya di bulan lalu menghubungkannya dengan konteks politik di Indonesia di era 1960-an.
The Science of Fictions ini baru saja tayang di bioskop pada 10 Desember 2020 di Indonesia dan AS. Film ini dibintangi oleh Gunawan Maryanto, Lukman Sardi, Asmara Abigail, Marissa Anita, dan masih banyak lainnya.
Dalam film ini, astronaut bernama Siman (Gunawan Maryanto) sebenarnya bukan mendarat di bulan, tetapi di Gumuk Pasir, Parangkusumo, Yogyakarta. Kala itu, Siman sedang melihat proses syuting pendaratan manusia di bulan oleh kru asing. Ia tak sengaja tertangkap oleh penjaga dan dipotong lidahnya. Akhirnya selama puluhan tahun, Siman bergerak pelan menirukan gerakan astronaut di luar angkasa untuk membuktikan kebenaran pengalamannya.
Baca juga:
Adapun alasan pemilihan lokasi Gumuk Pasir. Yosep menuturkan bahwa, lokasi itu memikat secara visual dan lingkungan yang menarik. Orang-orang bisa menemukan karaoke murahan, tempat ibadah, tempat persembahan kepada Ratu Laut Selatan, hingga lokalisasi terselubung.
“Tempat itu chaos, dengan kepentingan tokoh. Saya buat cerita dari kekeosan sebuah tempat. Ada mimpi bisa menjadi religius, punya ikatan emosional dengan leluhur,” kata Yosep mengutp Antara.
Jika dilihat lebih detail, Gumuk Pasir itu memang mirip dengan permukaan bulan. Yosep kemudian menghubungkan dengan konteks politik di Indonesia di era 1960-an. Ia mengatakan bahwa saat itu terjadi perpindahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto.
Baca juga:
“Pendaratan di bulan sebagai keberhasilan yang dirayakan secara global dan politik yang manipulatif disaksikan oleh Siman, seorang petani biasa, manusia yang sederhana yang dibisukan,” ujar Yosep.
Sang produser, Edwin Nazir tertarik pada ide Yosep yang menurutnya tidak biasa dan sulit ditemukan kembali dalam beberapa waktu ke depan.
“Ide cerita Siman ini dari kacamata saya sebagai produser, satu cerita atau premis yang mungkin enggak akan ketemu lagi seperti ni 10 tahun ke depan, sesuatu yang beda, unik,” paparnya.

Gunawan Maryanto yang baru saja memenangkan FFI 2020 di kategori Pemeran Utama Pria Terbaik, memilki kesan khusus di filmnya kali ini.
“Yang menarik dari Siman, ada banyak lapisan emosi dan semakin mengeras ketika ia punya keterbatasan untuk menyuarakan apa yang berlangsung dalam dirinya. Bagi saya sebagai aktor, ini menjadi pancingan atau tantangan tersendiri,” tutur Gunawan.
Gunawan juga mengaku sudah siap dengan tantangan harus berjalan lambat dan nyaris tanpa melakukan dialog verbal.
“Secara keaktoran bagi saya itu jelas tantangan. Saya sebagai aktor terbiasa juga di dalam pertunjukkan hanya menggunakan bahasa tubuh. Bahasa verbal hanya 30 persen dari kemampuan kita berbahasa,” tutupnya. (and)
Baca juga:
NASA Siarkan secara Live Peluncuran Astronaut ke Angkasa Luar