Tarian Gundala-Gundala Ritual Pemanggil Hujan dari Tanah Karo
Jumat, 06 September 2024 -
MerahPutih.com - Di tanah Karo ada ritual pemanggil hujan yang sarat kesedihan namun menghibur rakyatnya melalui tarian, kegiatan sakral tersebut dinamai tradisi Gundala-Gundala alias tembut-tembut.
Tradisi ini sendiri sudah diakui sebagai warisan tak bedan milik Indonesia, sehingga peninggalannya masih begitu dijaga hingga saat ini. Gundala-Gundala sebagai ritual adat sekaligus sektor daya tarik wisatawan.
Gundala-Gundala biasanya hadir dalam bentuk tarian dramatik, pemainnya menggunakan atribut seperti topeng-topeng besar yang menghiasi sepanjang perjalanan arak-arakan.
Laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melansir, atraksi Gundala hanya akan diputar selama upacara ndilo wari udan (memanggil hujan) pada musim kemarau panjang (di beberapa desa masih dilaksanakan sampai sekarang).
Baca juga:
Lembah Bakkara, Tanah Kelahiran Sisingamangaraja nan Indah di Tepian Toba
Nantinya pemain menari diiringi dengan instrumen musik tradisional seperto gendang, gong, serunai dan keteng-keteng.
Pola lantai tradisi gundala-gundala dimainkan dengan formasi gerak yang dinamis, namun sesuai ritme musik tradisional Karo yang lembut dan sesekali mendayu-dayu.
Pemain berjumlah lima orang mepresentasikan karakter raja, permaisuri, putri raja, menantu dan burung Gurda-gurda
Adapun penjelasan di balik lima orang karakter dalam tradisi gundala karena tradisi ini lahir dari cerita rakyat tanah karo.
Baca juga:
Pakaian Adat 5 Suku di Sumatra Utara
Diceritakan pada zaman dahulu, di tanah yang diberkati itu, berjayalah kerajaan Lingga. Di kerajaan ini hiduplah seorang putri permaisuri yang kecantikan tersohor di penjuru negeri. Sampai banyak orang berbondong-bondong ingin berdampingan dengan putri tersebut.
Namun untuk bisa dekat dengan sang putri tidak mudah, ia dikawal ketat oleh penjaga. Sampai akhirnya, satu pria miliki ide cemerlang, di mana ia mengubah dirinya menjadi burung Gurda-gurda.
Cara pria itu pun berhasil, ia jadi selalu dekat dengan sang putri. Sampai suatu saat putri kerajaan Lingga ingin mengadakan pesta besar, pemintaannya pun dikabul sang raja.
Di malam pesta itu, sang putri ingin sekali menangkap burung Gurda-gurda, namun si burung mengelak dan enggan.
Baca juga:
Asal-Usul Tari Tradisional Tortor
Sampai akhirnya sang putri mengelus ekornya, yang mana itu adalah pantangan si burung Gurda-gurda. Risiko yang dialami pria itu, ia tak bisa kembali menjadi manusia.
Karena amarah menyulut di hati pria itu, ia pun mengejar sang putri, dan hendak melukai sampai ingin membunuhnya. Namun, nahas burung Gurda-gurda itu mati di tangan sang penjaga.
Burung Gurda-gurda itu menangis, tangisannya mengundang kesedihan semesta sehingga turun hujan.
Itulah bagaimana asal usul keyakinan menarkkan Gundala-gundala ini di masyarakat Karo dapat mengundang turunnya hujan. (Tka)