Tari Pakarena, Terlahir dari Perempuan Kayangan

Rabu, 07 Juni 2017 - Ikhsan Aryo Digdo

Ada kisah tersendiri di balik Tari Pakarena yang dilakukan Suku Bugis, Makassar. Putri-putri kayangan menjadi inspirasi dalam gerakan tarian ini. Kisah bermula dari putri-putri kayangan yang turun ke bumi. Mereka memiliki misi untuk memberikan pengajaran mengenai kewanitaan pada kaum hawa di bumi, seperti menenun dan berhias. Maka dari itu, akan terlihat gerakan seperti berhias dan menenun dalam tarian yang berdurasi sekitar 2 jam tersebut.

Bertema wanita-sentris, tarian ini dilakukan oleh perempuan saja. Dahulu, tarian dilakukan dalam dua baris. Tiap baris terdapat 3 sampai 5 orang. Akan tetapi, seiring berkembangnya zaman, tidak ada patokan jumlah penari pada Tari Pakarena. Untuk sebuah pementasan, semua tergantung besar kecilnya panggung.

Pada praktiknya, Tari Pakarena diiringi oleh alat musik seperti gendang dan suling, dengan tempo semangat. Meskipun iringan musik tarian ini begitu semangat, gerakan tari ini tetap dilakukan dengan lembut dan gemulai. Dalam arti, menggambarkan sifat asli perempuan Bugis yang setia, sopan, dan menghormati pria.

Gerakan tari ini antara lain dilakukan dengan posisi duduk, yang menjadi penanda awal dan akhir tarian. Kemudian, ada gerakan berputar mengikuti arah jarum jam, mengumpamakan siklus kehidupan manusia. Lalu ada gerakan naik turun, sebagai perumpamaan cermin irama kehidupan. Uniknya, para penari tidak boleh membuka mata dengan lebar ketika menari.

Para penari Pakarena ini mengenakan baju bodo merah. Aksesori seperti tokeng (kalung), bangkara (anting), silepe (ikat pinggang), kutu-kutu (hiasan kepala), dan karro-karro tedong (gelang) melengkapi kostum para penari. Tidak lupa, para penari juga memegang kipas dan mengenakan sarung sutra senada warna kostum.

Dulu, ada sebuah peraturan yang mengatur kostum penari. Warna merah pada baju bodo hanya boleh dikenakan oleh kaum bangsawan, sementara di luar kaum bangsawan mengenakan baju bodo berwarna hijau. Tari tradisional Sulawesi Selatan ini banyak berkembang di daerah Gowa, Jeneponto, Takalar, dan Bulukumba, dengan kostum yang kian beragam.

Baca juga artikel tentang tarian Kabasaran, Tarian Perang Suku Minahasa yang Melegenda.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan