Kisah Tan Ing Hwat-Raden Ayu Sindip, Pasangan Tionghoa-Jawa Bernasib Tragis
Kamis, 14 September 2017 -
SOSOK lelaki Tionghoa berbaju model kerah pancung, mengenakan kopiah, bersanding rapat dengan seorang perempuan Jawa bersanggul, bergiwang di telinga, mengenakan baju seperti model sawitan, muncul pada pesan whatsapp hasil kiriman Irwan Prasetia, pemilik rumah singgah Omah Sindip.
“Ini adalah ilustrasi Tan Ing Hwat dan Raden Ayu Sindip, dan akan saya pasang di Omah Sindip,” ujar Irwan Prasetia.
Siapa Tang Ing Hwat dan Sindip?
Kisah pasangan Tionghoa-Jawa tersebut memang mudah dijumpai di daerah Loano, Purworejo, Jawa Tengah. Raden Ayu Sindip, menurut Erwan Wilodilogo, peneliti sejarah Loano, merupakan putri Gagak Handoko, Adipati Loano terakhir dengan rentang jabatan hingga 1835.
Sindip lahir sekira 1800. Menginjak usia 15 tahun, dia dinikahkan dengan seorang pemuda Tionghoa bernama Tan Ing Hwat.
Agak sukar menjejak sosok Tang Ing Hwat. Paling tidak, suami Sindip tersebut merupakan satu dari 128 orang Tionghoa penghuni Bagelen, Purworejo kini, sebelum Perang Jawa pada 1825.
Daerah Bagelen, menurut Peter Carey dalam Orang Cina, Bandar Tol, Candu dan Perang Jawa, memang tersohor banyak bermukim orang Tionghoa terutama berprofesi sebagai pemungut pajak dan pengumpul pajak tahunan (pachter).
Tan Ing Hwat bisa jadi satu di antara pachter itu, sebab untuk dapat menjadi menantu bupati saat itu, tentu bukan dari kalangan biasa.
Cerita hidup pasangan beda bangsa ini berakhir tragis. Saat Perang Jawa hampir berakhir, mereka berpisah karena alasan politik: tidak boleh ada perkawinan campur. Tan Ing Hwat dikisahkan berkelana, dan Sindip hidup sendiri dengan berjualan kue kompyang di pasar Kutoarjo.
Kue kompyang merupakan kudapan khas daratan Tiongkok dan biasa dijadikan bekal perang karena tahan lama.
Dalam suasana perpisahan itu, Tan Ing Hwat mendahului ajal saat dibegal kawanan perampok. Jenazahnya ditemukan penduduk, kemudian dikebumikan di daerah Loano. Sementara Sindip, selang beberapa masa, tutup usia. Sang istri dimakamkan di dalam komplek Adipati Anden, pendiri daerah Loano, dengan nisan bertuliskan Emak Kempiang (Kompyang) atau Nyai Tan Ing Hwat.
“Nama Emak Kempiang ini besar kemungkinan adalah sebutan bagi Sindip yang mahir membuat kue kompyang dan berjualan di pasar Kutoarjo. Ia mendapat keahlian itu dari suaminya Tan Ing Hwat,” ujar Yemima Tuk Maryati, 80 tahun, keturunan keenam Tan Ing Hwat-Sindip kepada merahputih.com beberapa waktu lalu. (*) Achmad Sentot
Baca berita sebelumnya: Omah Sindip, Benarkah Rumah Masa Kecil Soeharto?