Sistem Noken di Papua Jadi Bagian Strategis Resolusi Konflik
Kamis, 19 November 2015 -
MerahPutih Politik - Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menjelaskan bahwa keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) terkait sistem noken bisa menjadi persoalan hingga timbulnya konflik di Papua.
MK sebelumnya memang telah menganggap sistem pilkada noken di Papua sebagai bagian dari budaya dan kearifan lokal. Sistem noken ini adalah sistem di mana mayarakat Papua tidak mencoblos atau mencontreng surat suara. Hasil bisa didapat berdasarkan musyawarah bersama atau otoritas kepala suku yang menjadi representasi keputusan masyarakat.
"Kerusuhan dalam setiap pemilukada di Papua dan Papua Barat itu ada dua faktor. Pertama adalah masa kampanye, dukung mendukung. Pawai yang melibatkan massa yang sedang berkampanye lalu berpapasan dan saling mengejek. Ditindaklanjuti dengan tradisi masyarakat yang selalu membawa senjata tajam, baik panah maupun parang. Dan kedua, kerusuhan terjadi pada masa penetapan pasangan calon terpilih, pascaputusan MK. Karena tidak terima dengan yang diputuskan, biasanya pihak yang kalah mengorganisir massa untuk mengintimidasi dan mengintervensi hasil yang ditetapkan," ujar Titi di KPU RI Jakarta (19/11).
Menurut Titi, mobilisasi massa ini seringkali tidak dapat dikendalikan dan memancing tindakan anarkis, terlebih dengan minimnya personil aparat yang diturunkan di lapangan. Biasanya polisi sering pasrah dan membiarkan kerusuhan terjadi. Oleh karena itu, Titi menambahkan, mengatasi noken adalah bagian dari resolusi konflik yang strategis.
"Tren penerapan sistem noken pada pemilu atau pemilukada di wilayah Papua sejauh ini mengalami penurunan. Pada pileg dan pilpres 2014 kemarin, sistem noken masih diterapkan di 13 kabupaten/kota, sedangkan pada pilkada 2015 sekarang, sistem Noken hanya diterapkan di kabupaten Yahukimo," ujarnya. (aka)
BACA JUGA: