Siap-siap, Ini Jurusan-jurusan Baru yang Mungkin Belum Anda Bayangkan
Senin, 26 Februari 2018 -
MerahPutih.com - Seperti diharapkan oleh Presiden Joko Widodo, perguruan tinggi di Indonesia harus melakukan terobosan baru di dunia pendidikan untuk tuntutan zaman. Salah satunya Jokowi pernah menyampaikan hal itu di hadapan para rektor, di acara Forum Rektor Indonesia (FRI), Kampung Universitas Hasanuddin Makassar, beberapa waktu lalu.
FRI menyampaikan kampus harus menyiapkan program studi (prodi) baru untuk mendukung Revolusi Industri 4.0 yang sedang terjadi di dunia.
"Revolusi Industri 4.0 ini ditandai dengan kecepatan perubahan yang sangat dahsyat akibat teknologi informasi yang makin canggih. Untuk itu, kampus harus mempersiapkan prodi baru penunjang revolusi industri itu," kata anggota Dewan Pertimbangan FRI Profesor Asep Saifuddin di Jakarta, Minggu (26/2), dilansir Antara.
Prodi baru yang sebaiknya ada di universitas adalah Prodi Ekonomi Digital, Analitik Big Data, Aplikasi Sains Data, Robotik, Hukum Kesehatan, Hukum Pendidikan, Bioteknologi Pangan, Vaksinologi, dan Prodi Manajemen Bencana, Manajemen Infrastruktur, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Prodi-prodi itu, menurut Asep, dibutuhkan untuk menjawab tantangan karena semakin kompleksnya persoalan dunia. Selain tentunya prodi berbasis kekayaan alam, misalnya Prodi Agrobisnis Kopi, Agrobisnis Cokelat, dan Agrobisnis Sawit. Semua itu harus dikaitkan dengan perdagangan dunia agar tidak kedodoran ketika pertemuan ekonomi global.
Untuk itu, dia meminta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) melakukan deregulasi perizinan dan debirokratisasi kelembagaan bagi pembentukan prodi baru serta terobosan baru untuk menjawab persoalan era disrupsi dan Revolusi Industri 4.0.
Hal itu juga merupakan salah satu poin dalam pernyataan sikap FRI di Makassar pada tanggal 15 hingga 16 Februari lalu.
Menurut dia, harus ada deregulasi karena saat ini terlalu kaku, misalna nama prodi harus sesuai dengan nomenklatur. Padahal, dengan kecepatan dunia teknologi, ada beberapa nomenklatur yang tidak bisa diikuti contohnya Prodi "Big Data", Prodi Data Sains.
"Susah diizinkan bila terlalu kaku dengan nomenklatur, akhirnya proposalnya harus diperbaiki dengan mengikuti nomenklatur yang ada. Akan tetapi, setelah diperbaiki, juga tidak otomatis disetujui," terang Guru Besar Statistik Institut Pertanian Bogor itu.
Selain itu, juga syarat program studi harus ada enam dosen di bidangnya itu mahal dan tidak mudah untuk diperoleh. Seharusnya, kata Asep, syarat dosen itu cukup diserahkan kepada universitas pengusul.
"Jika di prodi itu ada dosen-dosen tetap yang bidangnya serumpun dan relevan untuk prodi baru, seharusnya sudah cukup. Jadi, tidak perlu wajib mencari yang baru," saran Asep yang kini menjabat sebagai Rektor Universitas Al Azhar Indonesia itu. (*)





 
           
           
           
          