Potongan Gaji untuk Iuran Pensiun, Nasib Pegawai Kelas Menengah Diujung Tanduk

Kamis, 12 September 2024 - Ikhsan Aryo Digdo

MerahPutih.com - Kebijakan tambahan iuran pensiun yang bersifat wajib memicu kontroversi. Pengamat kebijakan publik Achmad Nur Hidayat menilai, kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) ini harusnya dipikirkan ulang.

Achmad berpandangan, kebijakan ini berpotensi menghancurkan daya beli masyarakat. “Bahkan bisa menurunkan pendapatan riil pekerja, yang sudah berada dalam tekanan,” kata Achmad dalam keteranganya dikutip Kamis (12/9).

Achmad menyebut ada beberapa alasan kebijakan tersebut harus ditunda. Pertama, Kondisi ekonomi belum pulih sepenuhnya. Meski ekonomi Indonesia mulai stabil pasca-pandemi, banyak indikator menunjukkan bahwa kondisi belum pulih sepenuhnya.

Salah satu bukti nyata adalah inflasi yang menurun hingga mencapai deflasi selama empat bulan berturut-turut pada 2024, yang menandakan adanya penurunan konsumsi masyarakat.

Baca juga:

Pemerintah Diminta Tak Buru-Buru Terapkan Potong Gaji untuk Dana Pensiun

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2024 melaporkan deflasi sebesar 0,07 persen yang memperkuat tren penurunan harga barang dan jasa diakibatkan oleh lemahnya daya beli.

“Ini mencerminkan bahwa masyarakat masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, apalagi jika dibebani dengan iuran pensiun tambahan,” tutur Achmad.

Dia menuturkan, kebijakan tambahan potongan gaji melalui iuran pensiun justru akan semakin menekan daya beli masyarakat. Ketika daya beli menurun, pertumbuhan konsumsi domestik yang menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat.

“Jika konsumsi terhambat, maka upaya pemulihan ekonomi akan menjadi lebih sulit dan berlangsung lebih lama,” jelas Achmad.

Baca juga:

DPR Kritik Rencana Pemerintah Potong Gaji untuk Dana Pensiun Tambahan

Faktor berikutnya adalah beban finansial pekerja semakin berat. Saat ini, pekerja dan pemberi kerja sudah menanggung berbagai potongan dari gaji mereka. Mulai dari iuran BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Jaminan Hari Tua (JHT), hingga Tapera.

“Di tengah beban ini, tambahan potongan untuk iuran pensiun wajib akan semakin menekan pendapatan yang bisa dibawa pulang pekerja,” ungkap Achmad.

Dia menuturkan, bagi pekerja berpenghasilan tetap dan mereka yang masuk kategori menengah-bawah, penurunan disposable income ini akan berdampak langsung pada kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Mereka yang sudah mengalokasikan pendapatan untuk cicilan rumah, pendidikan, dan kebutuhan pokok lainnya akan kesulitan menambah pos pengeluaran baru,” ujar Achmad.

Baca juga:

OJK Jelaskan Soal Rencana Gaji Pekerja Dipotong untuk Tambahan Dana Pensiun

Ekonom dari UPN Veteran ini meminta agar kebijakan tambahan iuran pensiun seharusnya ditunda. Mengingat tekanan ekonomi yang sudah dihadapi pekerja, menambah beban keuangan mereka hanya akan memperburuk daya beli, memperlemah konsumsi, dan menghambat pemulihan ekonomi.

Pemerintah perlu lebih berhati-hati dan menunggu kondisi ekonomi yang lebih stabil sebelum memaksakan kebijakan ini.

Sebagai alternatif, fokus pemerintah harus diarahkan pada upaya memperbaiki sistem pensiun yang ada dan mengatasi persoalan pengelolaan dana pensiun. “Bukan malah menambah beban baru bagi pekerja,” tutup Achmad. (knu)

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan