Penurunan Harga Solar Dikritisi Pengamat
Minggu, 11 Oktober 2015 -
MerahPutih Bisnis - Presiden Joko Widodo telah mengumumkan Paket Kebijakan Ekonomi tahap III, pada Rabu (7/10) lalu. Paket kebijakan itu bertujuan untuk menciptakan kondisi ekonomi lebih kondusif di tengah kondisi krisis global seperti saat ini. Salah satu paket kebijakan tersebut adalah penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis solar dari Rp6.900 per liter menjadi Rp6.700 per liter, atau turun sebesar Rp200.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan, penurunan harga dolar subsidi sebesar Rp200 per liter yang dimasukan dalam Paket Kebijakan Ekonomi tahap III tidak akan berpengaruh apapun pada masyarakat. Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak akan diikuti oleh penurunan harga komoditas lainnya.
"Begitu mereka turunkan harga solar, komoditas tidak akan turun. Tapi ketika harga solar naik, harga komoditas akan naik lagi dan itu semakin memberatkan beban masyarakat. Jadi, jangan dipancing," ujar Agus Pambagio, dalam diskusi publik bertema 'Energi Kita', di Jakarta Pusat, Minggu, (11/10).
Bahkan, lanjut Agus, harusnya pemerintah juga tidak memaksa Pertamina untuk menurunkan harga solar. Penentuan harga solar dapat dilakukan jika harga minyak dunia kembali naik, dan keuntungan Pertamina saat ini sebaiknya digunakan untuk hal-hal lain seperti membangun kilang, membangun pipa, dan pembangunan lainnya.
"Biarin saja Pertamina untung. Nah, keuntungannya ini dijaga. Jadi kalau nanti harganya naik dia enggak rugi. Atau bisa digunakan untuk yang lainnya kaya bangun kilang, atau lainnya. Kalau diturunkan kan pendapatannya juga turun atau kurang. Sudah lima sampai enam kali turun, harga komoditas tetap saja engga turun. Jadi mendingan diem saja," ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati. Enny menilai, penurunan harga BBM tidak akan memberikan dampak besar terhadap sektor industri dan masyarakat. Hal tersebut lantaran penurunan harga BBM belum tentu dibarengi dengan penurunan harga kebutuhan bahan-bahan pokok. Untuk itu, pemerintah sebaiknya tidak terburu-buru menaikan ataupun menurunkan harga.
"Secara ekonomi yang paling utama adalah (harga) energi ini stabil. Stabilitas lebih penting bagi masyarakat dan usaha," kata Enny.
Sebenarnya, kata Enny, kebijakan yang dibuat Presiden Jokowi dengan menurunkan harga solar tidak mendapatkan sambutan positif dari masyarakat. Mereka lebih mengidamkan penurunan harga premium.
"Kalau keinginan masyarakat pasti bukan solar tapi premium," tutup Enny. (rfd)
Baca Juga: