Peneliti LIPI Sebut Isu SARA Dikapitalisasi dan Dimanipulasi Elite Politik

Selasa, 07 Agustus 2018 - Eddy Flo

MerahPutih.Com - Situasi politik Indonesia menjelang Pemilu 2019 diwarnai sejumlah permasalahan yang layak untuk dikaji dan diantisipasi.

Menurut hasil survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) cukup krusial. Isu SARA akan cepat berkembang menjadi besar lantaran dikapitalisasi dan dimanipulasi elite politik.

"Hasil survei LIPI menunjukkan bahwa isu SARA tidak signifikan terjadi di tingkat akar rumput. Isu SARA terjadi di Pilkada DKI karena kecenderungan manipulasi dan dikapitalisasi elite politik," ujar peneliti LIPI Prof. Dr. Syarif Hidayat dalam penjelasan hasil survei LIPI di Jakarta, Selasa (7/8).

Pemaparan hasil survei LIPI
Pemaparan hasil survei Pilpres 2019 oleh P2P LIPI di Jakarta (Ponco Sulaksono)

Survei yang dilakukan terhadap 145 ahli dari pelbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hankam tersebut secara jelas menyatakan, isu SARA tidak terlalu signifikan pada massa akar rumput namun begitu menggeliat di tataran elite politik.

Survei ini dilakukan terhadap 145 ahli bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam, yang tersebar di 11 provinsi selama kurun waktu April hingga Juli 2018.

Survei ini sebagai bagian pelaksanaan kegiatan survei "pemetaan kondisi politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan-keamanan menjelang pemilu serentak 2019: dalam rangka penguatan demokrasi" yang merupakan bagian dari program prioritas nasional (PN) tahun 2018.

Peneliti LIPI Syamsuddin Haris
Peneliti LIPI Prof. Dr. Syamsuddin Haris (Foto: Twitter @sy_haris)

Syarif Hidayat sebagaimana dilansir Antara mengatakan dari survei ahli yang dilakukan tim peneliti LIPI itu diketahui bahwa tindakan persekusi yang belakangan marak terjadi di masyarakat mayoritas disebabkan penyebaran berita hoaks (92,4 persen), ujaran kebencian (90,4 persen), radikalisme (84,2 persen), kesenjangan sosial (75,2 persen), perasaan terancam oleh orang atau kelompok lain (71,1 persen), sedangkan aspek "relijiusitas" (67,6 persen) dan ketidakpercayaan antarkelompok/suku/agama/ras (67,6 persen).

Persentase itu menurut dia menunjukkan bahwa isu SARA tidak begitu signifikan terjadi di tingkat akar rumput melainkan hanya merupakan isu yang dipolitisasi para elite politik.

Syarif mengatakan solusi mengatasi berkembangnya isu SARA adalah dengan mengelola dan mengendalikan perilaku elite politik.

Syamsuddin Haris dan Presiden Jokowi
Syamsuddin Haris dan Presiden Jokowi (Foto: Twitter @sy_haris)

Sementara itu, peneliti LIPI Prof. Dr. Syamsuddin Haris mengajak seluruh pihak mengimbau elite politik kembali ke jalan yang benar dengan tidak mempolitisasi SARA demi kepentingan jangka pendek.

"Politisasi SARA dampaknya sangat besar. Jangan mudah melakukan manipulasi dan politisasi yang mengatasnamakan SARA, ini akan mengakibatkan konflik horizontal," pungkas Syamsuddin Haris.(*)

Baca berita menarik lainnya dalam artikel: Bertemu Petinggi PAN, Prabowo: Tolong Kasih Kesempatan kepada Saya untuk Musyawarah

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan