Pembunuh Wartawan Bali Dapat Remisi, Jokowi Dinilai Tak Mendidik
Sabtu, 26 Januari 2019 -
MerahPutih.com - Direktur Lokataru Foundation Haris Azhar menilai kebijakan Presiden Joko Widodo yang memberikan remisi terhadap I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa tidak mendidik.
Kebijakan itu tertuang dalam Kepres No. 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018. Susrama mendapat keringanan hukuman dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun.
"Saya tidak paham dengan Presiden. Banyak pihak ajukan grasi atau remisi atas dasar hak asasi manusia, ditolak. Misalnya dalam vonis-vonis hukuman mati. Minggu lalu ramai soal Abu Bakar Ba'asyir akan dibebaskan. Sesumbar hanya menyebut dasar kemanusiaan," kata Haris saat dihubungi, Sabtu (26/2).
"Buat saya, ini semua tidak mendidik. Hanya menunjukkan kekuasaan semata," kata Haris menegaskan.
Menurut Haris, seharusnya Jokowi dapat memberikan alasan kepada publik terkait pemberian remisi terhadap pelaku pembunuhan yang dipidana seumur hidup.
"Akan tetapi, kekuasaan ini tidak akuntabel karena gagal menjelaskan ke publik," imbuhnya.
Haris menyebut pemberian remisi terhadap pelaku pembunuhan merupakan sikap serius. Pasalnya, untuk memberikan remisi perlu pertimbangan mendalam, sehingga tidak memunculkan polemik di tengah masyarakat.
"Rumusnya, jika hukum dilampaui harus atas dasar yang mulia dan teruji dihadapan publik. Hal ini dikarenakan hukum pidana menyangkut rasa keadilan publik," pungkasnya.
Sebelumnya, keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan remisi perubahan bagi 115 narapidana kasus pembunuhan menuai banyak kecaman.
Kecaman terhadap Jokowi itu, menyusul dengan pemberian grasi bagi terpidana seumur hidup I Nyoman Susrama terkait kasus pembunuhan berencana wartawan Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Dalam surat presiden setebal 40 halaman, nama Susrama berada di urutan 94, dengan keterangan perkara pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama, berdasar putusan PN Denpasar Nomor: 1002/Pid.B/2009/PN.DPS/ tanggal 15 Februari 2010 juncto putusan PT Denpasar Nomor 29/PID/2010/PT.DPS tanggal 16 April 2010 juncto putusan Kasasi MA Nomor 1665K/PID/2010 tanggal 24 September 2010.
"Memberikan remisi berupa perubahan dari pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara kepada narapidana yang namanya tercantum dalam lampiran keputusan presiden."
Demikian petikan salah satu kalimat yang tertuang dalam surat keputusan presiden.
Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu. Pembunuhan itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkan Susrama yang ditulis oleh Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya.
Hasil penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukkan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu.
Ia diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 silam.
Prabangsa lantas dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa.
Dalam keadaan sekarat Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung.
Kemudian Prabangsa dibawa naik perahu dan dibuang ke laut. Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Bali, lima hari kemudian. (Pon)