Pakar Otomotif ITB Jelaskan Higroskopis Beda Jauh dari Korosif, Jamin E10 Ramah Mesin
Selasa, 21 Oktober 2025 -
Merahputih.com - Peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Ir. Ronny Purwadi, M.T., Ph.D., meluruskan kekhawatiran publik mengenai sifat etanol yang dianggap korosif dan berpotensi merusak mesin kendaraan.
"Etanol memang bersifat higroskopis, artinya bisa menyerap air. Tapi higroskopis bukan berarti korosif," ujar Ronny di Jakarta, Senin.
Penjelasan ini disampaikan Ronny menyusul rencana pemerintah mengimplementasikan bahan bakar E10 mulai tahun depan, yang memicu kekhawatiran di masyarakat tentang potensi korosi pada mesin kendaraan akibat etanol.
Menurut ahli teknologi pengolahan biomassa dan pangan ini, anggapan bahwa etanol pasti korosif adalah tidak tepat dan harus diluruskan. Ia menjelaskan, dalam campuran E10, air yang masuk akan diserap oleh etanol. Namun, keberadaan air tersebut tidak otomatis menyebabkan korosi.
Baca juga:
Guru Besar ITB Sebut Campuran 10 Persen Etanol Langkah Visoner Optimalkan Bahan Naku Lokal Indonesia
Korosi, jelas Ronny, hanya terjadi jika material logam tidak dilapisi pelindung atau terpapar kondisi lembap secara terus-menerus. Ia mencontohkan, air dalam botol stainless steel atau pipa yang dilapisi tidak serta-merta menyebabkan karat.
"Hal-hal seperti itu yang memang tidak terekspos sehingga orang pikir higroskopis pasti korosi, belum tentu. Yang jelas kontak dengan air tidak selalu karatan, itu yang mungkin kita harus fair dalam hal mengamati itu," tegasnya.
Ronny menambahkan bahwa kendaraan modern saat ini sudah dirancang untuk kompatibel dengan bahan bakar campuran seperti E10, bahkan dengan kadar etanol yang lebih tinggi. Ia berpesan agar masyarakat tidak perlu khawatir jika kendaraannya sudah dipersiapkan dengan baik.
Selain meluruskan isu korosi, Ronny menyoroti keunggulan etanol lain, yaitu kandungan sulfur yang sangat rendah. Karena tidak berasal dari minyak bumi, pencampuran etanol dalam bensin seperti E10 justru membantu mengurangi total emisi sulfur. Etanol juga menghasilkan emisi CO2 yang lebih rendah dan tidak meninggalkan residu karbon padat.
Etanol sudah menjadi bahan bakar umum di berbagai negara, seperti Brasil (dengan 80% flexy-fuel vehicle), Swedia (untuk transportasi umum), serta sudah menjadi target penggunaan E10 di Amerika Serikat, Eropa, India, dan Thailand. Dengan demikian, ia berharap masyarakat memahami konteks teknis etanol secara menyeluruh dan tidak buru-buru menganggapnya berbahaya.
Baca juga:
DPR Wanti-Wanti ESDM tak Impor Etanol, Pastikan Pasokan Domestik sebelum Jalankan E10
Pemerintah Indonesia sendiri sedang menyiapkan peta jalan implementasi BBM E10 sebagai bagian dari transisi energi. Beberapa pakar lain juga sepakat bahwa kendaraan modern sudah kompatibel dengan bahan bakar ini.
"Mobil produksi tahun 2000 ke atas, E10, E20, tidak masalah (kompatibel), karena sudah dirancang untuk itu. sedangkan di bawah tahun itu masih macam-macam, tergantung merek." kata Peneliti ITB sekaligus Anggota Komite Teknis untuk Bahan Bakar dan Bioenergi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Prof. Dr. Eng. Ir. Iman K. Reksowardojo M. Eng.
Senada, Pakar Otomotif ITB Yannes Martinus Pasaribu juga menyatakan bahwa campuran E10 aman untuk kendaraan modern.
"Campuran etanol pada BBM 10 persen (E10) umumnya aman pada mesin mobil dan motor injeksi keluaran 2010 ke atas, karena material selang, seal, pompa, injektor, serta kalibrasi ECU sudah kompatibel, sehingga manfaatnya justru meningkatnya angka oktan, lebih tahan knocking, menurunkan emisi CO2," kata Yannes.