Tari Lenso dari Maluku, Seni Peninggalan Penjajah sebagai Perekat Persaudaraan
Jumat, 01 November 2024 -
Merahputih.com - Tari Lenso asal Maluku biasanya diiringi musik bernada sukaria. Penarinya juga berlenggak lengok dengan riang gembira.
Tarian ini memang bukan asli dari budaya lokal melainkan peninggalan penjajah. Dilansir dari laman Indonesiana, tari Lenso masuk ke Maluku, Indonesia pada tahun 1513 ditandai dengan masuknya Portugis ke Maluku.
Penamaan "Lenso" sendiri dalam tari Lenso, diambil dari bahasa Portugis yang artinya sapu tangan. Khasnya, sapu tangan yang digunakan berwarna Merah dan Putih.
Kendati dikenalkan Portugis, popularitas tarian Lenso justru memuncak ketika masuknya penjajahan Belanda di Indonesia. Pada era kolonial Belanda, tari ini sering dipentaskan ketika perayaan ulang tahun Ratu Wilhelmina, setiap 31 Agustus.
Tari Lenso sendiri sarat akan makna. Disebutkan bahwa tari ini sebagai simbol selamat datang dan rasa gembira dari masyarakat karena kedatangan tamu.
Baca juga:
Melatih Ketangkasan dan Membangun Kekompakan Lewat Permainan Cenge-cenge Maluku Utara
Terlihat dari gerakan serta ekspresi penarinya ketika membawakaan tarian ini. Selain itu tari Lenso juga sebagai kesantunan, rasa hormat, dan penerimaan kasih sayang yang tulus.
Masyarakat Maluku, juga memaknai tari Lenso sebagai perekat persaudaraan dan kekerabatan dalam kehidupan sosial masyarakat. Di sisi lain, tari Lenso juga berarti proses pendekataan yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang hendak melamar seorang perempuan.
Tari Lenso biasanya melibatkan 6 sampai 10 penari. Selain sapu tangan, umumnya properti yang digunakan selendang, kostum penari, dan musik.
Dalam tarian ini, sapu tangan diselipkan di antara jari penari sehingga setiap gerakan yang dilakukan akan membuatnya ikut bergerak dan melambai.
Sementara selendang digunakan ketika tarian ini ditarikan oleh laki-laki dan perempuan. Kostum menari Lenso disebut baju cele dan kain salele. Baju cele adalah bagian atas dan salele dipakai untuk bagian bawah badan penari.
Musiknya sudah tentu diiringi alat musik khas Maluku, yakni Totobuang sejenis gong berukuran lebih kecil. Lalu Tifa.
Setelah musik berdendang, penari Lenso akan menunjukkan gerakan maju dan mundur yang berirama, juga gerak dimana penari fokus pada bagian lutut dan tangan dengan lutut di tekuk serendah mungkin. (Tka)