Mungkinkah Literasi Media Menjadi Bumerang?

Rabu, 27 Oktober 2021 - P Suryo R

'JAMU Menyembuhkan COVID-19', begitu judul di salah satu artikel situs ini. Kamu membacanya, dan langsung percaya jamu ampuh mengusir COVID-19. Kamu meyakini itu, padahal belum pernah menanyakan kebenaran khasiat jamu ini kepada dokter.

Itulah pentingnya kemampuan literasi media. Kamu harus mampu menyerap dan memahami semua informasi yang kamu terima dari sebuah artikel. Literasi media bisa saja jadi bumerang apabila kamu hanya menerima informasi dengan mentah-mentah.

Baca Juga:

Literasi Media Sebagai Pendekatan Abad ke-21

literasi
Banyak masyarakat masih kurang memahami literasi media. (Foto: Unsplash/Firmbee.com)

Danah Boyd, Peneliti Teknologi & Masyarakat dari Universitas Newyork dalam artikelnya berjudul Apakah Literasi Media Menjadi Bumerang mengatakan banyak masyarakat masih kurang memahami literasi media, dikutip dari laman datasociety.

Boyd mengatakan pernah bertemu seorang remaja yang percaya bahwa seseorang tidak hamil sebelum usianya 16 tahun. Remaja tersebut juga percaya bahwa AIDS menular melalui ciuman. Sayangnya, ia meyakini dua hal ini tanpa bertanya langsung ke ahlinya. Modalnya, hanya informasi dari sebuah artikel.

“Ia menjelaskan bahwa ia (remaja tersebut) dan teman-temannya telah melakukan penelitian sendiri yang dia maksudkan bahwa mereka telah mengidentifikasi situs web online yang "membuktikan" keyakinan mereka,” ujar Boyd.

Menurut Boyd, seharusnya setiap orang lebih pandai dan selektif dalam mencari sumber berita. Bukan hanya, langsung memercayai artikel yang muncul di laman depan Google. Memahami sumber apa yang dapat dipercaya adalah prinsip dasar pendidikan literasi media. Seseorang harus fokus pada sumber informasi yang berkualitas dan kritis mengetahui siapa yang menerbitkan konten.

“Asumsi yang mendasari semua ini adalah bahwa ada kesepakatan universal bahwa outlet berita besar seperti New York Times, publikasi jurnal ilmiah, dan pakar dengan gelar tinggi semuanya sangat dapat dipercaya,” tambah Boyd.

Baca Juga:

Empat Kemampuan Literasi Modern yang Harus Dimiliki dalam Keseharian

literasi
Selalu mencari sumber-sumber pendukung dari informasi yang diterima. (Foto: Unsplash/Muhammad Haikal Sjukri)

Oleh sebab itu, penting untuk mengidentifikasi maraknya berita palsu yang beredar di masyarakat. Seperti yang ditulis oleh laman Kaspersky, ada beberapa cara untuk mengidentifikasi berita palsu.

Periksa sumber berita tersebut. Misalnya, seperti artikel daring. Periksa alamat web untuk halaman yang kamu lihat. Terkadang, situs berita palsu mungkin memiliki kesalahan ejaan di URL atau menggunakan ekstensi domain yang kurang konvensional seperti ".infonet" atau ".offer".

Penting juga untuk mengetahui latar belakang penulis artikel tersebut. Teliti mereka apakah mereka kredibel. Misalnya, apakah mereka nyata, apakah mereka memiliki reputasi yang baik, dan apakah mereka menulis tentang bidang keahlian khusus mereka.

Pastikan juga bahwa kamu telah memeriksa sumber lain. Jangan terpaku hanya pada satu sumber saja. Jika ada sumber lain yang memberikan informasi sama, kemungkinan artikel tersebut valid.

Terakhir, kamu juga harus kritis. Tanyakan pada diri sendiri, mengapa artikel tersebut ditulis. Apakah itu memiliki tujuan tertentu, atau pada dasarnya memang mempromosikan sesuatu. (Cil)


Baca Juga:

4 Kemampuan Penting yang Mampu Tingkatkan Literasi Media

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Bagikan