KRI Dewaruci, Akankah Dipensiunkan?
Rabu, 22 Agustus 2018 -
RABU, 26 Februari 1964, kapal latih AAL KRI Dewaruci meninggalkan sarangnya di Pangkalan Angkatan Laut Ujung, Surabaya. Setelah melayari Laut Jawa selama tiga hari, kapal tiba di Pelabuhan Tanjung Priok. Ia bersandar di dermaga Kartika Bahari Kali Kresek, bersebelahan dengan kapal-kapal tanker.
Selama enam hari KRI Dewaruci bersandar. Saat itu, jadwalnya teramat padat. Tiap hari apel pagi dan pembersihan geladak kemudian acara diteruskan dengan acara yang disusun panitia mulai dari kunjungan Hotel Indonesia dan diakhiri resepsi perpisahan di Istana.
Dalam rangkaian acara tersebut, Menteri Penerangan Roeslan Abdulgani memompa semangat para kru kapal pada pidatonya. Roeslan mengatakan Indonesia harus menunjukkan diri sebagai bangsa penguasa laut. Pidato tersebut juga menjadi pembuka pelayaran Dewaruci ke belahan dunia untuk kesekian kalinya.
"Bila Inggris dalam Rule Britannia bisa mengatakan bahwa bangsanya adalah penguasa lautan, kita pun sebagai bangsa Indonesia yang merdeka boleh mengatakan hal yang sama. Rule Indonesia! Rule the waves! Indonesians shall never again be slaved!" ucapnya menggebu.
Potongan cerita di itu merupakan kisah nyata KRI Dewaruci dalam buku berjudul Sebuah Kisah Nyata Dewaruci Pelayaran Menaklukkan Tujuh Samudra karya Letkol Laut KH (Purn) Cornelis Kowaas.
KRI Dewaruci adalah salah satu kapal tangguh kebanggaan Indonesia. Sejak pertama kali diserahkan oleh Angkatan Laut Republik Indonesia pada Juli 1953, kapal ini telah melakukan perjalanan ke berbagai negara di dunia. Umurnya yang sudah 65 tahun sejak pelayaran pertama merupakan bukti bahwa KRI Dewaruci sangat tangguh.
Baca juga: Merasakan Berlayar Bersama KRI Dewaruci, Kapal Legendaris Indonesia
Baca juga: Tiang KRI Dewaruci Patah Saat Arungi Laut Selatan Australia
Merahputih.com beruntung bisa membuktikan ketangguhan KRI Dewaruci dalam pelayaran dari Jakarta menuju Palembang, 11-14 Agustus lalu. Dalam pelayaran itu, ikut juga seorang yang terkenal di dunia pelayaran, Captain Gita Ardjakusuma.
Ia lah yang pernah mengarungi samudra dengan kapal Pinisi Nusantara. Sayang, kapal yang pernah terpampang di uang Rp 100 di 90-an itu telah karam di sekitar perairan Pulau Seribu.
Di dalam pelayaran bersama KRI Dewaruci, Captain Gita punya misi. Kepada Merahputih.com, ia mengaku tak ingin kapal buatan Jerman itu bernasib sama seperti kapal tua lainnya yang dimuseumkan atau bahkan karam layaknya kapal Pinisi Nusantara.
"Kita sudah mencoba trial and error untuk kegiatan Dewaruci membawa penumpang. Dengan kegiatan seperti ini (Dewaruci Sailing Experience), semoga Dewaruci tidak buru-buru dipensiunkan," ujarnya penuh harap, Selasa (14/8).
Pelayaran menuju Palembang memang yang pertama dengan mengajak mayarakat sipil. Saat itu, ada sekitar 53 peserta terdiri dari siswa sekolah pelayaran dan beberapa masyarakat sipil lain. Rangkaian kegiatan dibuat sedemikian rupa untuk diikuti semua peserta.
Harapan yang sama juga dilontarkan Letkol Laut (P) Waluyo, SH, M Tr Hanla, Komandan KRI Dewaruci. Meski terbilang baru memimpin pelayaran dengan Dewaruci, Waluyo tak ingin kapal bersejarah ini dinonaktifkan. "Harapannya, Dewaruci tetap bisa berlayar menjelajahi lautan," ucapnya di atas kapal.
Semenjak adanya KRI Bima Suci, nasib Dewaruci memang menjadi tanda tanya. Terlebih beredar kabar bahwa kapal yang pertama kali dinakhodai Letkol Pelaut (Purn) August Friederich Hermann Rosenow ini akan dipensiunkan beberapa tahun lagi.
Saat ini, KRI Dewaruci memang sudah tidak ditugaskan mengelilingi dunia. Namun, hal itu bukan berarti ketangguhan Dewaruci mulai luntur. Ia kerap berlayar mengarungi laut Nusantara dengan berbagai misi. Seperti dalam ajang Asian Games 2018 ini. Dewaruci menjadi kendaraan untuk membawa api abadi di Makassar.