Kisah Ilmu Tebasan Golok Kwan Kong Wong A Thay
Sabtu, 17 Februari 2018 -
HAMPIR tiap hari Hoan Tjin Siong mondar-mandir daerah Pinangsia. Di sana pemuda asal Jembatan Item, Angke, Jakarta Barat, membuka catatan belanjaan, memilah-milah barang untuk pasokan bahan dagangan di warungnya.
Suatu hari Tjin Siong punya waktu agak luang di Pinangsia. Dia iseng-iseng melihat permainan Judi Koprok dipandu seorang paman tua bertubuh gemuk. Di tengah keasyikan menerka angka dadu, seorang opsir Belanda tiba.
“Praaakkkkk”, si opsir mengijak meja judi. Melihat lars mentah-mentah di hadapannya, sang paman tua bangkit, memegang tangan opsir, lalu melemparkannya. Tak ingin kena masalah, paman tua lantas mengambil langkah seribu, dengan sekali lompatan sampai ke atas genteng (gingkang), kemudian menghilang.
Tjin Siong tercekat melihat aksi si paman tua. Meski gemuk, mampu meloncat dengan sekali lontaran ke tempat tinggi. Dia kontan mengejar sang paman, lantaran tertarik ingin berguru.
“Hoa Tjin Siong sudah berusaha untuk mencarinya namun tidak berhasil,” tulis Alex Cheung dkk, pada Melacak Jejak Kungfu Tradisional di Indonesia. Tjion Siong masih berangan-angan suatu saat bisa bertemu dengan sang paman gemuk.
Tukang Kue Jago Gingkang
Tjin Siong masih penasaran. Dia makin rajin beranjangsana, bahkan ngubek-ngubek Pinangsia tapi tak berhasil melihat tubuh gempal si paman tua. Justru di Jembatan Item kisah mereka bermula.
Di terik sinar matahari, Tjin Siong melihat gelagat aneh penjual kue keliling. Sekilas sosoknya tak begitu asing. Dia amati betul-betul. Matanya mencecar bagian tubuh si penjual, hampir semua lekuk tubuh . Semakin penasaran, Tjin Siong pun membuntuti.
Dia setia membuntut perjalanan sang penjajaj kue di tepi kali Angke. Selang berapa langkah, si penjual kue melompat ke tepi seberang. Dugaan Tjin Siong tepat, si penjual kue tak lain si paman gemuk penjudi di Pinangsia. Tak akan mungkin seorang penjual kue biasa bisa melompati kali Angke nan begitu lebar.
Dia langsung mengejar dan berhasil sampai di hadapan si paman. “Hoa Tjin Siong langsung mengajukan permohonan untuk belajar pukulan,” tulis Alex Cheung. Paman penjual kue menolak dan berkilah tidak bisa bela diri.
Pendekar Asal Kanton
Dari pertemuan dengan pejual kue tak lain si paman gemuk penjudi di Pinangsia, Tjin Siong kemudian mengenalinya sebagai pendekar asal Kanton, Tiongkok, bernama Wong A Thay. Dia pun tahu dan kemudian sering bertamu ke tempat sang paman.
Tjin Siong makin tahu lebih dalam siapa sebenarnya si paman nan lihai bergingkang tersebut karena di beberapa kesempatan Wong A Thay bercerita.
Wong A Thay merupakan orang Konghu dan anggota Pho Long Fei Kuan. Dia memiliki kemampuan bela diri tradisional Tiongkok dengan jurus andalan gerakan menebas selaik gerakan golok. “Gerakan golok ini menjadi dasar yang dikenal dengan Kungfu Golok Kwang Kong,” ungkap Alex Cheung.
Nama Kwang Kong digunakan selain untuk menunjukan kelihaian gerakan menebas, juga menampakan rasa hormat kepada Jendral Besar Guan Yu atau dalam bahasa Hokkian kondang disebut Kwang Kong.
Kwang Kong di berbagai mitos dan cerita tradisional Tiongkok digambarkan sebagai seorang panglima perang di masa Sam Kok. Sang panglima begitu dipuja karena kesetian dan kejujurannya sebagai seorang ksatria. Selain itu, permainan goloknya begitu lihai kala menghadapi musuh.
Kungfu Golok Kwan Kong, menurut Alex Cheung, tidak memiliki hubungan langsung dengan Jenderal Besar Guan Yu, dan merupakan turunan dari berbagai aliran gerakan kungfu biasa menggunakan golok di daerah Tiongkok Utara.
Berbekal cerita tersebut, Tjin Siong makin tergila-gila ingin belajar dan berguru pada Wong A Thay.
Murid Wong A Thay
Pada kunjungan selanjutnya Tjin Siong beroleh pertanyaan khusus kepada si paman. “Di film silat, ada orang mampu melompati tembok dengan galah?” tanyanya sedikit usil.
“Adegan itu tipuan semata,” si paman menimpali. Dia pun terpancing mempraktikan.
Wong A Thay meminta Tjin Siong mengambil kapur putih. Dia menunjuk ke arah tiong chit atau tiang tinggi di tengah rumah, lalu berkata “Putih naik atas”. Sebentar berjongkok lalu melompat. “Saaaaaappp”, sekejap mata tiang di atas telah berwarna putih tanda digores kapur.
Tak berhenti sampai di situ. Dia menaikan permainan. Wong A Thay meminta Tjin Siong memukulnya dengan toya. Tjin Siong enggan, tapi sang paman berkeras. Setelah memegang erat toya, Tjng Siong mengayunkan toya, tapi sang paman lekas menghindar melompat tinggi lalu menendang toya tersebut hingga terpental.
Tjin Siong makin keranjingan ingin menuntut ilmu setelah melihat aksi Wong A Thay. Sang paman mulai mencair, dan mempersilahkan, tapi dengan syarat harus memasang hio sambil bersumpah untuk berlatih bela diri selama 5 tahun. Tjin Siong mengangguk.
Gerakan Menebas Golok Kwan Kong
Wong A Thay kemudian melatih murid satu-satunya itu untuk melakukan serangan jarak jauh dan menitikberatkan pada titik-titik penting, terutama kaki dan tangan lawan. Serangan itu merupakan ciri khas aliran Kuntao Golok Kwan Kong.
Setelah latihan dasar terpenuhi, Tjin Siong beralih melatih jurus tebasan selaik gerakan golok, berikut latihan langkah, lompat jauh, lompat tinggi, latihan ringan tubuh, latihan senjata toya, hingga pengolahan tenaga dalam.
Porsi-porsi latihan tersebut berhasil dilahap Tjin Siong. Dia kemudian ditabalkan menjadi murid resmi penerus aliran Golok Kwan Kong Wong A Thay.
Pada tahun 1940, sepeninggal sang guru, Tjin Siong lantas membuka latiha kuntao di Jembatan Item, Angke. Pemuda-pemuda di daerah Pinangsia, Angke, dan sekitarnya, seperti Thian Li Tong, Siauw Wie Tjung, Oey Hoay Wan, Liong San, dan lainnya bergabung. Mereka kemudian menjadi penerus aliran Golok Kwan Kong. (*)