Ketoprak Mataram Pentaskan "Kamandaka Adu Jago"

Kamis, 03 Maret 2016 - Eddy Flo

MerahPutih Budaya - Kelompok Ketoprak Mataram sudah tak asing lagi di dunia panggung teater DI Yogyakarta. Rabu (2/3) malam, di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Ketoprak Mataram mementaskan legenda yang tak asing pula bagi masyarakat Banyumas dan masyarakat Sunda, "Kamandaka Adu Jago."

Pentas yang dimulai pukul 20.00 WIB ini dihadiri ratusan penonton. Sajian ketoprak dari legenda rakyat ini pun disajikan dengan bahasa Jawa dan bergaya lelucon. Selama dua jam manggung, para penonton tertawa lepas setiap aksi lucu yang dipentaskan Ketoprak Mataram.

Sosok perempuan cantik parasnya memasuki panggung. Ia merupakan tokoh Dewi Ciptoroso. Ia bersama seorang laki-laki gagah. Keduanya berada di taman Kadipaten Pasih Luhur. Begitulah peristiwa awal pementasan "Kamandaka Adu Jago".

Cerita berlanjut, hubungan antara Kamandaka dan Dewi Ciptoroso yang dilarang oleh ayah angkat Kamandaka, Patih Reksono. Patih Reksono diperintah pemimpin Kadipaten Pasih Luhur, Adipati Kandandoho, untuk menangkap Kamandaka. Dewi Ciptoroso sedih mengetahui pria yang ia cintai, Kamandaka, harus diburu.

Dalam pengejaran, Kamandaka berhasil ditangkap. Namun, karena kesaktiannya, Kamandaka berhasil lolos dari dekapan prajurit. Setelah dicari-cari tempat pelarian Kamankaga, para prajurit mengira Kamandaka berada di sebuah sungai kecil. Dengan sigap, seluruh prajurit menusukkan tombaknya ke dasar sungai. Mereka semua mengira Kamandaga tewas dengan tancapan tombak.

Sesungguhnya Kamandaka berhasil kabur. Ia mampu berenang ke tempat nan jauh dengan kesaktiannya. Saat keluar dari sungai, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang kemudian menjadi sahabatnya. Kamandaka pun tinggal di rumah sahabatnya itu, hingga keduanya menjadi penyabung ayam terkenal di desa sahabatnya itu.

Semua ayam jago dikalahkan oleh ayam milik Kamandaka. Suatu waktu, arena penyabungan ayam pun menjadi cara untuk membunuh Kamandaka setelah seluruh penghuni Kadipaten Pasih Luhur tahu bahwa seorang laki-laki hebat dengan ayam jagonya adalah sosok Kamankaga.

Dalam siasat itu, Adipati Kandandoho menugasi Silihwarni. Akhirnya keduanya bertarung sengit. Keduanya saling adu kekuatan. Dalam pertempuran itu, Kamandaka berteriak menyebut "Pajajaran". Silihwarni lantas bertanya, mengapa Kamandaka menyebut-nyebut Pajajaran.

Kamandaka lantas menjelaskan, bahwa dirinya sesungguhnya putra raja Pajajaran, bernama asli Banyak Citro. Ia mengaku melepaskan segala hal yang berbau Pajajaran selama pengembaraannya ke daerah timur Pajajaran. Silihwarni kaget, dan menyatakan bahwa sosok yang tengah bicara di hadapannya adalah saudara kandungnya. Silihwarni mengaku bernama asli Banyak Ngampar, yang sengaja keluar dari Pajajaran untuk mencari Banyak Citro.

Mengetahui sosok yang ia lawan adalah kakaknya sendiri, Silihwarni menyiasati perintah dari Kadipaten Pasih Luhur. Ia membawa hati dan darah anjing untuk dipersembahkan ke pimpinan kadipaten. Hal itu untuk menunjukkan bahwa Kamandaka seolah-olah telah mati di tangannya sendiri. (fre)

BACA JUGA:

  1. Budaya Hidup, Keunggulan Tembi Rumah Budaya Yogyakarta
  2. Wisata Heritage di Tembi Rumah Budaya Yogyakarta
  3. Taman Budaya Yogyakarta Kenangan Tangan Sri Sultan HB IX
  4. Taman Budaya Yogyakarta Beri Gelar Maestro pada Pelawak Basiyo
  5. Ragam Budaya Yogyakarta

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan