Kebaya Janggan Menyeruak Berkat Serial Netflix 'Gadis Kretek’

Kamis, 23 November 2023 - P Suryo R

TAK disangkal lagi Yogyakarta penuh dengan warisan budaya. Yogyakarta menjadi latar belakang dari film serial Netflix, Gadis Kretek.

Karakter Dasiyah yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo digambarkan sangat kuat dan mandiri. Selain itu kostum yang dikenakannya, Kebaya Janggan juga menarik perhatian para penonton film serial ini.

Baca Juga:

Film 'Pemukiman Setan' Akan Tayang Perdana di JAFF 2023

Dikutip dari Narasi, Kebaya Janggan semakin populer ketika Ratna Ningsih (Raden Ayu Retnoningsih), istri Pangeran Diponegoro, mengenakannya sebagai pakaian sehari-hari. Anak dari Raden Tumenggung Sumoprawiro ini, mengenakan kebaya untuk menyembunyikan patrem (keris kecil) saat mendampingi Pangeran Diponegoro dalam pertempuran melawan Belanda.

Yang membedakan Kebaya Janggan adalah desainnya yang unik. Kebaya ini terinspirasi dari seragam militer Eropa dengan kerah tinggi yang menutupi leher, namun tidak dikancingkan seperti yang terlihat pada baju adat tradisional Tionghoa, yakni chiongsam. Modifikasi dari kebaya pada umumnya yang berleher rendah ini memberikan tampilan yang berbeda.

Di luar daya tarik estetikanya, Kebaya Janggan memiliki simbolisme yang mendalam. Warna gelap melambangkan ketegasan, kesederhanaan, dan kedalaman. Warna hitam dihubungkan dengan kesucian dan kesalehan perempuan bangsawan, menonjolkan sisi femininitas dan kesucian pemakainya.

Istilah 'janggan' adalah berarti leher dalam bahasa Jawa. Kebaya ini menambahkan elemen keindahan dan kemurnian, yang mencerminkan status perempuan bangsawan di istana.

Bahkan sampai saat ini, Kebaya Janggan tetap menjadi pakaian resmi untuk perempuan di istana pada acara-acara penting dan upacara tertentu. Kebaya Janggan kemudian menjadi seragam harian bagi para abdi dalem, melestarikan nilai budayanya.

Baca Juga:

Animator Indonesia Terlibat dalam Produksi Film 'Wish' Disney

film
Film serial 'Gadis Kretek' yang menyajikan detil masa lalu. (imdb)

Dengan muncul kebaya itu pada tayangan mendorong Kebaya Janggan menjadi sorotan. Paling tidak ini memberikan manfaat sebagai pengingat pada pentingnya melestarikan dan menghormati pakaian tradisional. Karena masyarakat Yogyakarta sangat menjunjung tinggi tata cara berpakaian. Seperti pada pepatah ajining diri saka lati, ajining raga saka saliro, menekankan perlunya memperhatikan jiwa dan raga untuk mendapatkan hormat dari orang lain.

Tinu Suhartini MG, Ketua Komunitas Wanita Berkebaya di Yogyakarta, menekankan melalui CXO media mengenai pentingnya mematuhi etika berkebaya yang tepat untuk menjunjung tinggi esensi dan visi di balik pakaian tradisional ini.

Kemudian Ray Kusswantyasningrum, abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, menekankan pentingnya mengikuti aturan-aturan tradisional, yang dikenal sebagai Pakem Gagrak Jogja atau Pakem Gagrak Solo, untuk melestarikan keaslian dan keanggunan yang terkait dengan Kebaya Janggan.

Dalam era modern ini, Kebaya Janggan yang kembali dalam serial Gadis Kretek, menjadi bukti daya tarik warisan budaya Indonesia yang tidak lekang oleh waktu. Hal ini tidak hanya mendorong eksplorasi permadani budaya yang luas. Namun komitmen untuk mengikuti adat istiadat yang sudah ada untuk memastikan keberlangsungan tradisi yang kaya ini. (nda)

Baca Juga:

Fajar Nugros Garap Film Horor 'Ratu Sihir'

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan