Jusuf Kalla, Nasaruddin Umar dan Arsjad Rasjid Serukan Perdamaian Dunia di Roma
Minggu, 02 November 2025 -
MerahPutih.com - Tiga tokoh Indonesia, yaitu Jusuf Kalla, Nasaruddin Umar, dan Arsjad Rasjid hadir dalam Daring Peace – International Meeting for Peace 2025 di Roma, Italia, pada Senin (27/10).
International Meeting for Peace 2025 di Roma merupakan forum lintas agama dan budaya yang mempertemukan ribuan tokoh dunia untuk membahas perdamaian global di tengah meningkatnya konflik dan ekstremisme.
Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 RI Jusuf Kalla menyampaikan bahwa perdamaian bukan sekadar ketiadaan perang, melainkan keberanian untuk memilih jalan dialog dan solidaritas.
“Perdamaian adalah keberanian untuk meletakkan senjata, baik fisik maupun ideologis, dan memilih keadilan serta kemanusiaan,” katanya.
Baca juga:
Wapres Ke 10 dan 12 RI Jusuf Kalla Ikuti RDPU bahas RUU Pemerintahan Aceh
Jusuf Kalla yang dikenal sebagai mediator konflik di Poso dan Aceh, juga mengatakan bahwa masjid dapat menjadi pusat pembinaan moral dan sosial umat. “
“Masjid tidak boleh hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga ruang sosial yang menumbuhkan keadaban dan solidaritas kemanusiaan,” ucapnya.
Nasaruddin Umar yang saat ini menjabat sebagai Menteri Agama sekaligus Imam Besar Masjid Istiqlal, mengingatkan bahayanya politisasi agama yang dapat mengancam perdamaian. Ancaman terbesar bagi perdamaian bukan agama, melainkan penyalahgunaan agama.
Ia menekankan pentingnya Islam sebagai rahmat bagi semesta alam dan mengajak dunia meneladani Indonesia sebagai ‘laboratorium kerukunan’ atau tempat umat beragama hidup berdampingan secara harmonis.
“Keberagaman Indonesia adalah warisan spiritual yang dapat dibagikan kepada dunia,” katanya.
Pengusaha dan Ketua Dewan Masjid Indonesia Bidang Kewirausahaan Arsjad Rasjid membahas mengenai dimensi ekonomi dalam menjaga perdamaian. Menurutnya, ketimpangan ekonomi menjadi sumber laten konflik.
“Ekonomi tanpa kemanusiaan adalah bentuk konflik tersembunyi,” ujarnya dalam sesi bertema Economy and Solidarity.
Arsjad menyoroti pentingnya ekonomi berkeadaban dan pemberdayaan masyarakat berbasis solidaritas sosial.
Ia menyerukan agar dunia usaha menjadi bagian dari solusi kemanusiaan dan perdamaian global.
Ketiganya membawa perspektif berbeda, tetapi saling melengkapi soal politik, spiritualitas, dan ekonomi. Perspektif tersebut merepresentasikan wajah Indonesia sebagai negara plural yang menjunjung dialog dan kemanusiaan.