ISIS Masih Eksis di Indonesia, Pengamat Minta Warga Waspadai Teror Saat Natal
Senin, 23 Desember 2019 -
MerahPutih.com - Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta menilai, salah satu hal yang patut diperhatikan terkait situasi keamanan menjelang dan pada saat perayaan Natal 2019 adalah aksi terorisme.
Stanislaus mennyebut, bom malam natal yang pernah terjadi secara serentak di beberapa kota menjadi momok menakutkan saat perayaan Natal.
Baca Juga
Ia mengatakan, sejak kasus bom malam Natal pada tahun 2000, relatih sistem keamanan pada saat pelaksanaan perayaan Natal relatih lebih baik.
"Bom malam Natal yang terjadi secara serentak di Medan, Pematang Siantar, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Pangandaran, Kudus, Mojokerto, dan Mataram menjadi pelajaran berharga bagi aparat keamanan untuk tetap waspasa sekaligus melakukan upaya deteksi dini dan cegah dini ancaman terorisme pada saat perayaan Natal," kata Stanislaus dalam keterangannya, Senin (23/12).

Ia mengatakan, saat ini kelompok teroris yang eksis adalah kelompok yang berafiliasi dengan ISIS.
"Kelompok teroris tersebut dalam melakukan serangan lebih bersifat sporadis dengan sasaran lebih banyak pada anggota Polri dan markas atau bangunan milik Polri," jelas Stanislaus.
Stansilaus beranggapan, pasca UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Anti Terorisme diberlakukan maka kelompok radikal di Indonesia mendapat tekanan yang sangat kuat dari penegak hukum.
Pasca kasus di Pandeglang dan Medan tahun ini, kelompok radikal di Indonesia nampak kocar kacir. Namun pengaruh situasi global yaitu terdesaknya ISIS di Timur Tengah dan kematian pimpinan ISIS Abu Bakr al-Baghdadi oleh pasukan Amerika justru membuat niat kelompok radikal untuk melakukan aksi balas dendam semakin kuat.
Baca Juga
"Hal inilah yang tetap harus diwaspadai," jelas dja.
Untuk mewaspada aksi teror tersebut aparat keamanan sudah melakukan upaya-upaya signifikan untuk mengurai dan mengeleminasi kekuatan kelompok radikal pelaku teror.
Berbagai celah yang bisa menjadi celah masuknya ancaman teror (security gap) ditutup. Selain itu pengamanan di internal Gereja juga terus ditingkatkan. Hal yang paling penting seperti mengenali dan memastikan setiap orang yang masuk ke Gereja adalah orang yang beribadah, bukan untuk tujuan lain, menjadi kunci situasi yang aman.
"Jika hal tersebut bisa dilakukan oleh aparat keamanan dan pihak Gereja dengan baik, serta masyarakat juga ikut peduli dengan situasi keamanan di wilayahnya masing-masing makan prediksi situasi perayaan Natal yang aman dapat terwujud," ungkap peserta program Doktoral Kajian Ilmu Intelijen UI ini.

Stanislais berharap, menyebut, selain aksi teror, ada catatan khusus terhadap perayaan Natal tahun ini. Aksi intoleransi dan intimidasi untuk menghambat perayaan Natal masih terjadi.
Apapun dalihnya bahwa di Indonesia masih ada orang yang tidak bisa menjalankan ibadahnya karena tekanan pihak lain adalah fakta.
Peristiwa seperti di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat, lanjut Stanislaus, menjadi catatan buruk bagi kehidupan beragama dan HAM di Indonesia.
Baca Juga
Pelarangan Ibadah Natal di Sumbar Dinilai Bentuk Ketidakhadiran Negara
"Ketegasan dari pemerintah dalam menangani kasus seperti ini sangat dinantikan kecuali jika asumsi bahwa pemerintah terlibat dalam melanggengkan pelanggaran HAM memang benar," tutup dia. (Knu)