Hanya 30 Persen Anak Gangguan Ginjal Akut dapat Sembuh Sempurna

Kamis, 27 Oktober 2022 - Alwan Ridha Ramdani

MerahPutih.com - Indonesia telah mendatangkan Fomepizole dari Singapura dan diuji coba kepada sepuluh dari 11 pasien gangguan ginjal akut di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Hasil uji coba itu memperlihatkan kondisi pasien yang membaik dan sebagian stabil.

Pemerintah memastikan obat antidotum Fomepizole injeksi untuk pengobatan pasien gangguan ginjal akut diberikan gratis kepada seluruh pasien.

Baca Juga:

Indonesia Masih Nego Harga Penawar Gangguan Ginjal Akut dengan AS dan Jepang

Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan langkah itu, sebagai upaya pemerintah bergerak cepat menangani gangguan ginjal akut yang menyerang anak-anak.

"Agustus lalu, kami melihat laporan dari kasus gangguan ginjal akut meningkatkan sangat signifikan ada 36 kasus. Oleh karena itu, awal September langsung kami klarifikasi data itu dan mencocokkan informasi data itu dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)," kata Nadia.

Ia memaparkan, setelah melakukan banyak pembahasan tentang kasus tersebut, IDAI setuju kasus yang terjadi saat ini adalah penyakit gagal ginjal yang berbeda.

Menurut Nadia, Indonesia menghadapi kondisi klinis atau gejalanya seperti orang gangguan ginjal akut. Pasien tidak bisa buang air kecil secara tiba-tiba, tapi tidak disertai dengan penyakit-penyakit sebelumnya.

"Padahal gangguan ginjal akut biasanya ada penyakit bawaan atau penyakit infeksi atau penyakit lainnya. Kalau yang ini kami temui adalah dalam waktu singkat penyakitnya cepat sekali menjadi buruk dan tidak ada gejala khas," jelasnya.

Kementerian Kesehatan tidak menemukan penyebab konsisten dari kasus tersebut dalam pemeriksaan yang dilakukan semisal membiakkan virus, membiakkan bakteri dan jamur dari spesimen darah dan urine.

Jika gagal ginjal akut dilakukan cuci darah kemungkinan sembuh sangat besar sampai 90 persen, tetapi gangguan ginjal akut yang menjangkiti banyak anak-anak terkhusus Agustus sampai Oktober 2022, tindakan cuci darah tidak memberikan hasil yang signifikan.

"Hanya 30 persen pada awal Agustus-September itu yang kemudian bisa sembuh dengan sempurna," terang Nadia.

Ia menyampaikan, pemerintah masih terus mencari tahu penyebab penyakit tersebut. Sejauh ini, indikasi mengarah ke intoksikasi karena kemudian ada informasi dari kondisi yang sama dialami di Gambia, Afrika Barat.

"Akibat adanya zat toksik cemaran dari pelarut yang selama ini digunakan untuk melarutkan atau menstabilkan cairan obat dalam bentuk sirop," katanya. (Asp)

Baca Juga:

Pemerintah Diminta Bentuk Tim Pencari Fakta Gangguan Ginjal Akut

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan