Gus Mus, Ulama 'Nyeleneh' yang Gemar Menulis Puisi

Selasa, 21 Maret 2017 - Irene Gianov

>KH. Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus adalah salah seorang ulama nyentrik yang gemar menulis puisi. Alumnus serta penerima beasiswa dari sebuah Universitas di Mesir untuk studi Islam dan bahasa Arab ini, selalu melahirkan puisi-puisi bernada sumbang dan kritik terhadap realitas kehidupan yang dianggapnya tidak 'lumrah'.

>Gus Mus juga termasuk sebagai ulama yang 'nyeleneh' karena bekerja sebagai penulis. Gus Mus dikenal memiliki kemampuan menerjemahkan kitab klasik berbahasa Arab menjadi bacaan indah yang mudah dipahami.

>Ia merupakan seorang penyair Indonesia satu-satunya yang menguasai sastra Arab yang sajaknya juga terpajang di ruangan kampus Universitas di Jerman. Berikut adalah beberapa karya terbaik Gus Mus.

>Dalam Kereta

>Bukanya aneh bukannya dalam kereta aku kembali teringat
>Apakah karena gemuruh yang melintas disini
> >Aku kembali teringat perjalanan kita yang singkat bukan karena jarak yang dekat >Tapi jarak terlipat oleh keasikan kita yang nikmat > >Tidak seperti biasa, kita begitu menjadi kanak-kanak >Bahkan kadang-kadang norak > >Tak terganggu stasiun berteriak-teriak dan suara kereta yang bergerak-gerak >Bukannya aneh kita menikmati kesendirian dalam keramaian > >Stasiun demi stasiun terlewati tanpa kita sadari >Sampai kita kembali menjadi diri kita lagi > >Kau dimana sekarang sayang >Lalu apa yang ada disini (dada) yang terus bergemuruh ini >

>>Guruku
Ketika aku kecil dan menjadi muridnya

>Dialah di mataku orang terbesar dan terpintar > >Ketika aku besar dan menjadi pintar > >Kulihat dia begitu kecil dan lugu > >Aku menghargainya dulu > >Karena tak tahu harga guru > >Ataukah kini aku tak tahu > >Menghargai guru?
> >
>>Diterbangkan Takdir >gelisahku adalah gelisah purba > >adam yang harus pergi mengembara tanpa diberitahu >kapan akan kembali > >bukan sorga benar yang kusesali karena harus kutinggalkan >namun ngungunku mengapa kau tinggalkan >aku sendiri > >sesalku karena aku mengabaikan kasihmu yang agung >dan dalam kembaraku di mana kuperoleh lagi kasih >sepersejuta saja kasihmu > >jauh darimu semakin mendekatkanku kepadamu > >cukup sekali, kekasih >tak lagi, >tak lagi sejenak pun >aku berpaling >biarlah gelisahku jadi dzikirku > >Untuk mengikuti artikel lainnya, baca juga: Selamat Hari Puisi Sedunia >

Bagikan

Baca Original Artikel

Berita Terkait

Pilihan Editor

Bagikan