Artwork yang Abadi: Peti Mati Mani sebagai Tribute bagi The Stone Roses

Rabu, 24 Desember 2025 - Dwi Astarini

MERAHPUTIH.COM - PETI mati Gary 'Mani' Mounfield menjadi salah satu simbol paling personal dan artistik dalam sejarah musik Britania, khususnya bagi penggemar The Stone Roses. Pemain bass legendaris asal Manchester itu secara sadar memilih desain yang terinspirasi langsung dari artwork ikonis album debut The Stone Roses (1989) sebagai penutup perjalanan hidupnya. Keputusan ini memperlihatkan betapa musik dan seni telah menyatu dengan identitas dirinya.

Prosesi pemakaman Mani dipadati ribuan pelayat yang ingin memberikan penghormatan terakhir. Sejumlah figur ternama dari dunia musik dan budaya turut hadir, mengiringi kepergian Mani menuju peristirahatan terakhirnya. Liam Gallagher dari Oasis bersama para personel The Stone Roses tampak hadir dan ikut mengangkat peti mati Mani yang tampil dengan desain unik dan mencolok.

Selain itu, deretan nama seperti Ian Brown, Bobby Gillespie, Paul Weller, hingga ikon Manchester, David Beckham, juga terlihat datang dengan balutan busana serbahitam sebagai simbol duka dan solidaritas.Prosesi pemakaman Mani dipadati ribuan pelayat yang ingin memberikan penghormatan terakhir. Sejumlah figur ternama dari dunia musik dan budaya turut hadir, mengiringi kepergian Mani menuju peristirahatan terakhirnya.


Desain peti mati tersebut mengadaptasi visual karya John Squire, gitaris sekaligus seniman visual The Stone Roses. Sampul album debut band ini dikenal luas berkat kolase abstrak bernuansa kuning, biru, dan putih, dengan percikan cat yang terinspirasi dari gaya Jackson Pollock. Artwork tersebut bukan sekadar sampul album, melainkan manifesto visual dari era Madchester: bebas, memberontak, dan eksperimental. Dengan menjadikannya sebagai desain peti mati, Mani seolah menegaskan estetika dan semangat itu menemani dirinya hingga akhir hayat.

Baca juga:

Koleksi Ciamik dari The Stone Roses x Manchester United


Pilihan ini terasa sangat personal. Mani bukan hanya anggota band, melainkan bagian dari denyut budaya yang dibentuk The Stone Roses di akhir 1980-an hingga awal 1990-an. Album debut mereka kerap disebut sebagai salah satu rilisan paling berpengaruh dalam sejarah musik Inggris, menjembatani rock, psychedelic, dan kultur rave. Bagi Mani, album itu bukan hanya tonggak karier, melainkan bagian dari perjalanan hidup yang membentuk cara berpikir, berkarya, dan memaknai kebebasan.


Peti mati dengan desain tersebut juga memunculkan resonansi emosional yang kuat bagi para penggemar. Alih-alih memilih simbol religius atau ornamen tradisional, Mani memilih seni—bahasa yang paling ia pahami. Ini menjadi pengingat bahwa bagi sebagian musisi, musik bukan sekadar profesi, melainkan rumah, keyakinan, dan warisan.

Dalam konteks budaya pop, keputusan ini terasa seperti pernyataan terakhir: bahwa hidup Mani merupakan perpanjangan dari musik yang ia mainkan. Ia berpulang tidak dengan sunyi, tetapi dengan warna, sejarah, dan gema gitar yang pernah mengubah wajah musik Inggris. Peti mati itu pun bukan sekadar wadah perpisahan, melainkan kanvas terakhir yang merayakan sebuah kehidupan yang sepenuhnya diabdikan pada seni.(Far)




Baca juga:

Aktor 'It: Chapter Two' James Ransone Meninggal Dunia, Bunuh Diri di Usia 46 Tahun

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan