Alasan Agensi K-Pop Jarang Membuat Grup Campur Gender
Kamis, 19 Agustus 2021 -
SELAMA ini dunia idola K-Pop terkenal dengan boyband dan girlband ternama. Namun, tahukah kamu bahwa sebenarnya ada beberapa grup yang menggabungkan personel laki-laki dan perempuan. Sayangnya, ini jarang terjadi dalam industri musik Korea Selatan. Padahal bukankah perpaduan tersebut seharusnya menghasilkan kombinasi unik yang dapat memikat penggemar?
Ternyata tidak demikian menurut kritikus Seo Jeong-min dan Jung Min-jae. Pada Korea Times mereka membagikan setidaknya tiga alasan mengapa perusahaan agensi enggan membuat grup gabungan berisi laki-laki dan perempuan.
Baca Juga:
1. Kurang sukses

Walaupun jarang, bukan berarti grup co-ed tidak pernah mencapai ketenaran. Misalnya saja KARD yang menjadi artis K-Pop campur gender terkenal sejak debut pada 2017. Empat album mini artis jebolan DSP itu mencapai 10 besar Tangga Album Gaon. Tidak hanya di Korea Selatan, BM, Somin, Jiwoo, dan J.Seph juga punya penggemar internasional. Selain itu, ada pula SSAK3 yang terdiri dari Yoo Jae-suk, Lee hyori, dan Rain. Namun Minjae menyebutkan bahwa ini kasus luar biasa karena anggotanya memang sudah terkenal. Begitu pula dengan KARD yang Min-jae deskripsikan sebagai kasus langka.
Beda cerita dengan mereka yang benar-benar memulainya dari nol. Sebelumnya, beberapa sudah mencoba tapi gagal. Melihat banyak kasus co-ed yang tidak sukses itu akhirnya membuat agensi belum termotivasi untuk meluncurkan lebih banyak grup gabungan gender. Daripada coba-coba malah tidak berhasil, lebih baik mereka main aman saja.
2. Basis penggemar

Tak dapat dimungkiri, penggemar merupakan hal paling esensial dalam industri musik Korea Selatan. Singkatnya, idola tidak akan sukses tanpa dukungan dari fan. Dukungan masyarakat umum memang diperlukan, tapi penggemar berdedikasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penjualan album, tiket tur, dan popularitas. Sayangnya, menemukan basis penggemar menjadi sebuah tantangan sulit bagi grup gender campur.
Jeong-min menjelaskan bahwa grup laki-laki akan memikat fan perempuan, sedangkan sebaliknya grup perempuan akan menarik fan laki-laki. Sementara bagi grup co-ed mereka jadi tidak bisa menyenangkan kedua pihak. Sentimen yang sama diungkapkan Min-jae. Ia mengaku faktor utamanya terletak pada target audiens yang tidak spesifik. Dengan demikian perusahaan jadi kesulitan untuk memilih pasar yang tepat.
"Meskipun kelompok campuran gender dapat menampilkan berbagai jenis pesona yang membuat mereka menonjol, mereka tidak mungkin menjadi bintang tanpa target audiens yang spesifik," tuturnya. Seperti dengan mencoba menyenangkan semua orang justru membuat mereka akhirnya tidak bisa menyenangkan siapapun.
Baca Juga:
3. Pembagian asrama

Selain masalah kesuksesan dan fan, ternyata alasannya berikutnya cukup sepele namun bukan berarti tak penting. Seperti yang kita tahu, personel grup biasanya ditempatkan di satu asrama yang sama untuk memudahkan pekerjaan. Akan tetapi, opsi tersebut tidak bisa diterapkan untuk grup co-ed.
Pasalnya, menurut tata krama khas orang Timur laki-laki dan perempuan dianggap tidak pantas untuk hidup dan tinggal bersama. Hal ini akhirnya menimbulkan konsekuensi, seperti misalnya kurangnya komunikasi antar anggota serta pengeluaran agensi yang jadi lebih banyak.
Lebih lanjut, sepertinya grup campur gender akan membuka peluang yang lebih besar untuk romansa. Padahal seperti yang kita tahu, banyak agensi melarang artsinya untuk berkencan mengingat betapa kontroversialnya hal tersebut di kalangan penggemar. (sam)
Baca Juga: