Aksi Terorisme Menguat Jelang Akhir Tahun

Kamis, 03 Desember 2020 - Andika Pratama

MerahPutih.com - Akhir tahun menjadi salah satu momentum favorit bagi kelompok teroris di Indonesia untuk melakukan aksinya.

Pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta, mengatakan, kelompok teroris di Indonesia saat ini yang eksis adalah kelompok yang berafiliasi dengan ISIS seperti JAD dan MIT.

Baca Juga

DPR Minta Densus 88 dan TNI Dikerahkan ke Sigi Sulteng

Lalu, ada juga kelompok yang berafiliasi dengan AL Qaeda seperti Al-Jamaah Al-Islamiyyah (JI).

"Aksi teror oleh kelompok Mujahid Indonesia Timur (MIT) di Sigi Sulteng (27/11) menunjukkan aksi teror di tanah air menggeliat kembali," katanya di Jakarta, Kamis (3/12)

Dia mengatakan, kelompok MIT berafiliasi terhadap ISIS. Jumlah anggota kombatannya sekitar 11 orang dengan 2-3 senjata laras panjang.

Namun dengan penguasaan medan di hutan Poso, Sigi dan Parigi Moutong yang sangat luas dan lebat. Termasuk adanya dukungan dari simpatisan maka kelompok ini masih terus eksis.

"Mskipun anggotanya terus menyusut karena tekanan dari Satgas Tinombala," imbuh dia

Rangkaian penangkapan jaringan teror JI yang berafiliasi dengan AL Qaeda dan aksi teror di Sigi oleh kelompok MIT yang berafiliasi dengan ISIS itu menunjukkan bahwa aksi terorisme menguat.

“Berbagai rangkaian penangkapan akan memicu aksi balasan dan kebutuhan eksistensi," ungkap Stanislaus.

Ia meyakini, kelompok teroris tidak mau dianggap lemah atau kalah, sehingga mereka akan melakukan aksi pasca kelompoknya mendapat tekanan. Eksistensi ini biasanya diwujudkan dengan aksi-aksi teror yang tentu akan menjadi pemberitaan.

"Sehingga terfasilitasi kebutuhan untuk propagandanya,” ujar Stanislaus.

Pengamat intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanta

Aksi kelompok MIT di Sigi, menurut Stanislaus, juga dimungkinkan. Tentu saja sebagai kebutuhan eksistensi pasca dua anggotanya ditembak oleh Satgas Tinombala di Kabupaten Parigi Moutong pertengahan November 2020.

Selain kebutuhan untuk memperoleh logistik dari masyarakat dengan cara kekerasan, maka aksi di Sigi dapat dinilai sebagai aksi untuk memenuhi kebutuhan eksistensi. Yakni balas dendam dan operasi logistik dari kelompok MIT Ali Kalora.

Stanislaus mengatakan, daftar aksi teror yang terjadi menjelang Natal hingga tahun baru sudah cukup panjang, begitu juga jumlah korbannya.

Hal ini menunjukkan bahwa momentum natal dan tahun baru merupakan salah satu waktu favorit bagi kelompok teroris di Indonesia untuk beraksi.

Ia berujar, berbagai motif yang bisa muncul dari kelompok radikal terorisme untuk melakukan aksi pada akhir tahun. Antara lain motif eksistensi dan balas dendam atas rangkaian penangkapan.

Selain itu, didorong dengan kuat oleh ideologi yang mereka anut dengan cara kekerasan sebagai salah satu jalan untuk mencapai tujuan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ancaman teror pada akhir tahun ini tidak bisa disepelekan lagi.

Untuk mencegah terjadinya aksi teror di akhir tahun ini maka kerja keras dari aparat keamanan terutama dari Densus 88 dan intelijen mutlak diperlukan.

Selain itu juga, peran serta masyarakat untuk pro aktif melakukan deteksi dini lingkungan masing-masing.

"Terutama jika terdapat orang atau kelompok yang patut dicurigai sangat dibutuhkan,” katanya.

Terorisme dapat dideteksi dan dicegah jika terjadi kekompakan aparat keamanan, pemerintah, dan masyarakat.

Jika muncul ketidakpedulian bahkan pembiaran maka hal tersebut justru menjadi celah bagi kelompok teror untuk dimanfaatkan sebagai pintu masuk.

"Dengan begitu, ancaman menjadi nyata,” pungkasnya. (Knu)

Baca Juga

Pembantaian Satu Keluarga di Sigi Bukti Negara Tak Hadir Melindungi Warga

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan