Aksi Para Perempuan Penghibur Masa Revolusi

Minggu, 22 Agustus 2021 - annehs

SOSOK pemuda di poster tersebut tampak membuka mulut lebar. Lengannya bercerai dari belenggu rantai. Tangan kanannya mencengkeram bambu dengan bendera merah-putih. Di bawahnya tertulis, "Boeng, Ajoe Boeng".

Setelah merampungkan gambar lelaki dengan Dullah sebagai model di poster paling populer selama masa revolusi tersebut, Affandi lantas meminta saran kepada Chairil Anwar berkait kata-kata pembangkit semangat juang. Tercetus lalu frasa, "Boeng, Ajo Boeng".

Baca juga:

Bang Pi`ie Kecil-Kecil Buaya Pasar Senen

"Boeng, Ajo Boeng", menurut rekan sesama seniman di masa revolusi S Sudjono Cerita Tentang Saya dan Orang-Orang Sekitar Saya, didapat Chairil Anwar dari ajakan pelacur kepada orang saat melintas.

Baik Affandi, Dullah, dan Chairil Anwar merupakan bagian dari para 'Seniman Senen' atau pelaku seni biasa nongkrong di daerah Senen. Poster buatan mereka berhasil menangkap deru semangat revolusi dengan 'ruh' kawasan Senen.

pelacur revolusi
Poster gubahan Affandi. (DGI)

Daerah Senen menjadi pertemuan segala pejuang dengan latar belakang seniman, pemuda, kecu, perampok, bromocorah, jago, sampai pelacur. Mereka, dengan segala upaya, turut mewarnai masa revolusi.

Di masa revolusi, selain jadi panggung para lelaki di 'dunia hitam', terbentang pula peran perempuan para pelacur, berandil merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Perempuan Pekerja Seks Komersial di daera Senen, menurut Robert Cribb pada Para Jago dan Kaum Revolusioner Jakarta, menyelundupkan senjata lewat Singapura untuk para pejuang di Laskar Rakyat Jakarta Raya (LRJR).

"Senjata-senjata tersebut merupakan hasil pencurian lalu diselundupkan lewat Singapura dan dengan bantuan pelacur-pelacur Senen nan mendapatkannya dari tentara Hindia," tulis Robert Cribb.

pelacur revolusi
Para pejuang di masa revolusi. (Foto Nationaal Archief)

LRJR salah satu badan kelaskaran paling penting di masa revolusi, terdiri dari tujuh pasukan inti dengan tingkat kekuatan beragam, tersebar dari Jakarta, Bekasi, sampai Karawang.

Sukarno bahkan mengaku sempat mendatangi lokalisasi sebagai tempat rapat agar terhindar dari selisik tentara NICA, dan mengutus pelacur sebagai mata-mata. "Pelacur adalah mata-mata paling baik di dunia," kata Bung Karno pada Cindy Adams dalam Untold Story: Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Selain di Jakarta, Bekasi, dan Karawang, peran pelacur juga tampak di beberapa kota. Setelah mendengar laporan Sultan Hamengku Buwana IX tentang membludaknya para pengungsi serta tingginya angka kriminal di Jogjakarta, dr. Moestopo beroleh ide mengajak mereka di dalam fron perjuangan daripada menyusahkan.

Baca juga:

Masa Kecil 'Raja Copet Senen' Bang Pi`ie

Para pencopet, maling, rampok, dan pekerja seks di antero Jogjakarta, dikutip dari Historia, lantas dikumpulkan dalam satu barisan dengan nama Barisan P, termasuk di dalamnya ikut para kriminal asal Surbaya dan Gresik.

Moestopo meminta bantuan Kolonel TB Simatupang melatih mereka agar mengerti ilmu dasar kemiliteran. Setelah beroleh latihan tersebut, sekira 100 peronel Barisan P ikut hijrah bersama Moestopo ke Subang.

Di Subang, Moestopo mengganti nama Barisan P menjadi Tentara Rahasia Tinggi (Terate), berisi dua kelompok; Barisan Maling (BM) dan Barisan Wanita Pelatjoer (BWP). (SHN)

Baca juga:

Kenangan Indekos Pemuda Revolusioner di Lokasi Sumpah Pemuda

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan