AI Generatif Dapat Mengubah Sistem Perekrutan
Rabu, 26 April 2023 -
SEJAK November 2022, AI chatbot ChatGPT telah memungkinkan siapa pun yang memiliki akses internet untuk menghasilkan apa pun dalam bentuk tertulis. Mulai dari esai dan kode yang rumit, hingga memo atau puisi ringkas.
Bahkan dengan petunjuk amat sederhana, ChatGPT dapat menyelesaikan tugas tertulis yang rumit dalam sekejap, dan berfungsi sebagai alat kreatif untuk menghasilkan konten efisien dengan cepat.
Baca Juga:
“Saya telah meminta siswa menggunakan ChatGPT untuk menulis banding tiket tilang,” kata Vince Miller, pembaca studi sosiologi dan budaya di University of Kent, Inggris seperti dilaporkan BBC.
“Tapi secara umum, teknologi memungkinkan orang yang belum tentu memiliki keterampilan menulis terbaik tiba-tiba memilikinya,” lanjutnya.
Para pencari kerja termasuk di antara mereka yang merasakan manfaat dari kecerdasan buatan tersebut. Memanfaatkan kumpulan data yang berisi 570 miliar kata individual, ChatGPT OpenAI dapat menyusun surat pengantar yang meyakinkan sesuai permintaan, atau menggabungkan beberapa detail karier ke dalam CV yang kompeten dan tajam.
Tanpa disadari, hal ini dapat menciptakan perubahan dalam proses melamar pekerjaan seperti yang kita ketahui sebelumnya, sehingga menjauhkan perekrut dari cara tradisional dalam mengevaluasi kandidat.
Baca Juga:
Jobstreet Sarankan Perusahaan Lakukan Ini agar Karyawan Tidak Resign
Uniknya, tidak semua perekrut merasa penggunaan AI generatif menjadi pertanda buruk dalam proses perekrutan atau bahkan mereka merasa kalau ini bukanlah perkembangan yang mengkhawatirkan sama sekali. Namun, meski AI dapat membuat tulisan yang terbaca bersih jika diformulasikan, AI tidak dapat memproduksi tulisan mengandung kepribadian dari sang individu.
Hal ini menuntut para perekrut untuk berinovasi dan mulai bekerja dengan cara yang berbeda juga. Perekrut harus dituntut lebih kreatif untuk mendalami kepribadian dan sifat sebenarnya dari pelamar.
"Selain itu, mungkin ada penekanan yang lebih besar pada pemeriksaan kandidat secara tatap muka," ujar Brooke Weddle, mitra di perusahaan konsultan McKinsey & Company, yang berbasis di Washington, DC.
“Berlawanan dengan surat pengantar, yang biasanya menyampaikan sedikit informasi penting untuk keputusan perekrutan yang sebenarnya, pemberi kerja memperhatikan kecocokan budaya dan soft skill selama proses wawancara,” jelasnya.
Selain itu, penggunaan alat AI baru di sisi proses perekrutan pekerjaan juga bisa membantu. Misalnya, beberapa perusahaan besar memanfaatkan AI dalam proses rekrutmen untuk menguji kualitas pencari kerja melalui penilaian keterampilan dan kepribadian, yang menggunakan wawasan perilaku berbasis data untuk mencocokkan kandidat dengan lowongan dan mengungkapkan soft-skill mereka.
Platform baru semacam ini yang memberikan lebih banyak data kepada perekrut tentang kandidat juga dapat mengubah proses lamaran kerja. "Kita beralih dari sertifikasi gelar ke perekrutan berbasis keterampilan", kata Weddle. (dsh)
Baca Juga:
Jarang Disadari, Kesalahan Ini Sering Dilakukan Karyawan di Kantor