17 Senior Prada Lucky Namo Dituntut 9 Tahun dan Langsung Dipecat dari TNI AD, Restitusi Capai Rp 544 Juta

Rabu, 10 Desember 2025 - Angga Yudha Pratama

Merahputih.com - 17 orang terdakwa dalam kasus penganiayaan yang mengakibatkan tewasnya Prada Lucky Namo menghadapi tuntutan hukuman penjara 9 dan 6 tahun disertai pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer.

Tuntutan tersebut dibacakan oleh Oditur Militer dalam sidang lanjutan perkara Nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025 di Pengadilan Militer III-15 Kupang, NTT, Rabu (10/12). Proses pembacaan tuntutan dipimpin oleh Oditur Militer Letkol Chk Yusdiharto, yang kemudian dilanjutkan oleh Letkol Chk Alex Pandjaitan dan Mayor Chk Wasinton Marpaung.

Dari 17 terdakwa, dua di antaranya yang merupakan komandan peleton (Danton), Letda Inf. Made Juni Arta Dana dan Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru S.Tr. (Han), dituntut hukuman pidana pokok 9 tahun penjara dikurangi masa tahanan sementara. Tuntutan ini juga termasuk pidana tambahan dipecat dari dinas militer Cq TNI AD.

Baca juga:

Perwira Muda Lulusan Akmil Diduga Otak Penganiayaan Prada Lucky hingga Tewas, DPR: Panglima TNI Harus Beri Petunjuk Hubungan Sehat Senior-Junior

Sementara itu, 15 terdakwa lainnya dituntut hukuman pidana pokok 6 tahun penjara, dengan pengurangan masa tahanan dan pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer Cq TNI AD.

Para terdakwa tersebut antara lain:

  1. Sertu Thomas Desamberis Awi

  2. Sertu Andre Mahoklory

  3. Pratu Poncianus Allan Dadi

  4. Pratu Abner Yeterson Nubatonis

  5. Sertu Rivaldo De Alexando Kase

  6. Pratu Imanuel Nimrot Laubora

  7. Pratu Dervinti Arjuna Putra Bessie

  8. Letda Inf. Made Juni Arta Dana

  9. Pratu Rofinus Sale

  10. Pratu Emanuel Joko Huki

  11. Pratu Ariyanto Asa

  12. Pratu Jamal Bantal

  13. Pratu Yohanes Viani Ili

  14. Serda Mario Paskalis Gomang

  15. Pratu Firdaus

  16. Letda Inf. Achmad Thariq Al Qindi Singajuru, S.Tr. (Han)

  17. Pratu Yulianus Rivaldy Ola Baga

Restitusi dan Pasal Penganiayaan

Oditur Militer mendasarkan tuntutannya pada Pasal 131 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, yang secara spesifik mengatur tentang penganiayaan yang dilakukan oleh personel militer terhadap bawahan.

Tuntutan ini diperkuat oleh fakta-fakta persidangan, termasuk keterangan terdakwa, saksi, ahli, dan bukti petunjuk yang dianggap memenuhi unsur tindak pidana.

Selain itu, Oditur juga menyertakan pidana tambahan berupa restusi militer. Setiap terdakwa diwajibkan membayar ganti rugi langsung kepada korban senilai lebih dari Rp32 juta, sehingga total restitusi yang harus dibayar mencapai lebih dari Rp544 juta.

Menanggapi tuntutan berat tersebut, Ketua Majelis Hakim, Mayor Chk Subiyanto, memastikan para terdakwa memahami implikasinya.

"Para terdakwa tahu tuntutannya? yakni dengan sengaja melakukan tindak pidana yang menyebabkan kematian?," tanya hakim ke para terdakwa yang kemudian menjawab secara bergiliran dan membenarkan tuntutan tersebut.

Setelah melalui musyawarah antara Majelis Hakim, Oditur Militer, dan Penasihat Hukum (PH) terdakwa, disepakati bahwa sidang lanjutan akan digelar pada Rabu (17/12), dengan agenda penyampaian pembelaan (pleidoi) oleh PH terdakwa, termasuk tanggapan terhadap pidana tambahan restitusi.

Baca juga:

Indentitas Tersangka Perwira yang Izinkan 'Pembinaan' ke Prada Lucky Masih Dirahasiakan

Majelis Hakim dipimpin oleh Mayor Chk Subiyanto, didampingi Kapten Chk Denis C. Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin A. Yulianto. PH terdakwa diwakili oleh Mayor Chk Gatot Subur dan Letda Chk Benny Suhendra Las Baun.

Kasus yang menewaskan Prada Lucky Namo ini melibatkan total 22 terdakwa yang dibagi dalam tiga Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Selain perkara 17 terdakwa (Nomor 41-K), terdapat perkara seorang terdakwa (Danki A) dan perkara empat terdakwa yang sidangnya akan dilanjutkan pada Kamis (11/12).

Prada Lucky tewas setelah dianiaya oleh seniornya di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere di Kabupaten Nagekeo, NTT, dan sempat dirawat hingga menghembuskan napas terakhir pada 6 Agustus 2025.

Sedangkan pola pembinaan keras yang berujung korban tewas itu disebut-sebut berkaitan dengan dugaan penyimpangan seksual (LGBT) yang melibatkan Prada Lucky dan Prada Richard, namun belum didukung bukti otentik.

Bagikan

Baca Original Artikel
Bagikan