Setahun Berlalu, Ini Mitos yang Masih Beredar Tentang COVID-19

Muchammad YaniMuchammad Yani - Selasa, 08 Desember 2020
Setahun Berlalu, Ini Mitos yang Masih Beredar Tentang COVID-19

Mitos COVID-19 (Foto: Pixabay/padrinan)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

SEJAK wabah akibat virus SARS-CoV-2 dimulai, kita telah memerangi pandemi disinformasi (infodemik, begitu juga sebutannya). Ilmu semu, mitos, dan kepalsuan disebar lebih masif dari biasanya. Setahun berlalu, hal ini masih terus terjadi.

Sayangnya, berbulan-bulan kemudian, setelah setengah juta lebih orang di negara ini terkonfirmasi positif COVID-19, kita masih melawan beberapa mitos tersebut. Berikut ini beberapa mitos yang sering kita dengar.

Baca juga:

Chung-ha Positif COVID-19, Idola K-Pop Ini Jalani Tes Usap

Mitos 1: Itu Hanya Flu

COVID-19 bukan flu. (Foto: Pixabay/Willgard)
COVID-19 bukan flu. (Foto: Pixabay/Willgard)

Kita mulai dengan ini karena paling berbahaya. Dalam banyak hal, COVID-19 mirip dengan flu. Ini adalah penyakit menular yang menyerang sistem pernapasan dengan gejala yang agak mirip (keduanya dapat menyebabkan nyeri tubuh, demam, dan batuk). Kedua penyakit tersebut biasanya ringan tetapi bisa parah dan dapat menyebabkan pneumonia.

Meskipun demikian, COVID-19 jauh lebih berbahaya daripada flu. Kematian akibat COVID-19 jauh lebih besar dibandingkan dengan flu. Tidak jelas berapa banyak lagi karena datanya masih berkembang, tetapi beberapa kali lebih besar, dan bahkan berpotensi 10 kali lebih banyak. Lebih buruk lagi, COVID-19 juga dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang pada penyintas. Terutama pada kerusakan paru-paru hingga kerusakan jantung.

Mitos 2: Kasus Meningkat Akibat Kapasitas Tes Bertambah

Kasus meningkat karena kapasitas tes bertambah. (Foto: Pixabay/mohamed_hassan)
Kasus meningkat karena kapasitas tes bertambah. (Foto: Pixabay/mohamed_hassan)

Mitos favorit para politisi adalah kasus meningkat karena kapasitas tes juga meningkat. Argumen di sini adalah bahwa pengujian yang meningkat menciptakan ilusi kasus yang naik, padahal sebenarnya tidak demikian. Ini bahkan digunakan sebagai argumen menentang tes COVID-19, yang akan sangat kontraproduktif. Tes sangat penting untuk menemukan orang yang terinfeksi dan mengisolasi mereka.

Baca juga:

Pandemi Kalahkan EO, Ubah 'Core' Bisnis ke Online

Dalam praktiknya, peneliti tidak hanya melihat jumlah kasus, mereka juga melihat tingkat positivitas. Jika tingkat positivitas rendah (<5% adalah tingkat yang direkomendasikan secara umum - artinya 5% orang yang dites positif), maka ini menunjukkan tingkat penularannya rendah. Jika kamu menambah jumlah tes dan tingkat kepositifan meningkat, ini menunjukkan jumlah infeksi sebenarnya lebih tinggi dari yang kita duga dan pengujian tidak memadai untuk memberikan angka sebenarnya.

Mitos 3: Hanya Orang Tua yang Rentan

Bukan hanay orang tua saja yang diserang. (Foto: Pixabay/enriquelopezgarre)
Bukan hanay orang tua saja yang diserang. (Foto: Pixabay/enriquelopezgarre)

Orang tua dan mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu paling rentan terhadap efek virus. Namun, SARS-CoV-2, seperti semua virus, dapat ditularkan ke orang-orang dari segala usia, bayi hingga lansia.

Orang-orang dalam kelompok rentan lebih mungkin untuk menjadi sakit parah, tetapi virus sering berperilaku tidak terduga. Meskipun jarang, kasus di mana orang muda yang tampaknya sehat menjadi sakit parah telah juga ditemukan. Selain itu, meskipun kamu tidak menunjukkan gejala atau menunjukkan gejala ringan, COVID-19 masih dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang.

Mitos 4: Kita harus memilih antara kesehatan dan ekonomi

Harus memilih antara ekonomi atau kesehatan. (Foto: Pixabay/neelam279)
Harus memilih antara ekonomi atau kesehatan. (Foto: Pixabay/neelam279)

Pembuat kebijakan selalu mempertimbangkan kesehatan dan ekonomi, ini bukan masalah baru. Ketika sebuah daerah memilih berapa banyak pekerja medis atau ambulans yang akan dimiliki, hal itu mempertimbangkan masalah kesehatan manusia. Dengan kata lain, pembuat kebijakan memutuskan pada titik mana dia menjadi tidak mungkin untuk berinvestasi lebih banyak untuk menabung. Dalam hal ini, selalu ada pilihan yang harus dibuat. Namun dalam kasus pandemi COVID-19, berbeda.

Banyak politisi dan beberapa ilmuwan telah mengambil sikap bahwa kita tidak boleh mengorbankan ekonomi untuk mengendalikan virus. Argumen lain yang lebih valid adalah jika ekonomi terpukul, kesehatan juga terpukul. Namun, sebagian besar peneliti telah menunjukkan bahwa ini adalah pilihan masih menjadi perdebatan. Cara tercepat untuk memulai kembali perekonomian adalah dengan mengendalikan virus. Secara umum, kita tidak dapat memiliki ekonomi yang sehat dan berfungsi selama virus merajalela.

Mitos 5: Adanya Vaksin Berarti Pandemi Berakhir

Ada vaksin COVID-19 hilang. (Foto: Pixabay/fernandozhiminaicela)
Ada vaksin COVID-19 hilang. (Foto: Pixabay/fernandozhiminaicela)

Memproduksi vaksin untuk virus baru dalam waktu kurang dari setahun merupakan pencapaian yang luar biasa. Namun melakukan vaksinasi terhadap miliaran manusia di dunia adalah masalah lain. Sebagai permulaan, vaksin seperti Pfizer dan Moderna perlu disimpan dan diangkut pada suhu yang sangat rendah, yang menimbulkan masalah dalam hal biaya, infrastruktur, dan logistik. Lalu, ada masalah ketersediaan.

Perlu waktu untuk memproduksi banyak vaksin, sehingga akan ada sistem distribusi yang berurutan: pekerja medis, populasi berisiko, dan pekerja kunci akan menjadi yang pertama menerima vaksin, dan perlu berbulan-bulan atau bahkan mungkin lebih dari setahun sebelum masyarakat umum dapat divaksinasi. Vaksin adalah jalan keluar dari pandemi, tetapi sebenarnya perjalanan itu masih jauh. (Aru)

Baca juga:

Teori Bergson Jelaskan Mengapa Waktu Berjalan Lebih Lama saat Pandemi

#COVID-19 #Kesehatan #Mitos
Bagikan
Ditulis Oleh

Muchammad Yani

Lebih baik keliling Indonesia daripada keliling hati kamu

Berita Terkait

Indonesia
Cak Imin Imbau Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Daftar Ulang Biar Bisa Diputihkan
Pemerintah akan memutihkan tunggakan 23 juta peserta BPJS Kesehatan mulai akhir 2025.
Wisnu Cipto - Rabu, 05 November 2025
Cak Imin Imbau Penunggak Iuran BPJS Kesehatan Daftar Ulang Biar Bisa Diputihkan
Indonesia
23 Juta Tunggakan Peserta BPJS Kesehatan Dihapuskan, Ini Syarat Penerimanya
Program penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan ini akan dimulai pada akhir 2025
Wisnu Cipto - Rabu, 05 November 2025
23 Juta Tunggakan Peserta BPJS Kesehatan Dihapuskan, Ini Syarat Penerimanya
Lifestyle
Trik Dokter Jaga Imun: Vitamin, Hidrasi & Tidur Lawan Penyakit Cuaca Ekstrem
Selain mengonsumsi nutrisi seimbang, dokter juga mengingatkan pentingnya memastikan tubuh selalu terhidrasi secara cukup selama cuaca ekstrem
Angga Yudha Pratama - Selasa, 04 November 2025
Trik Dokter Jaga Imun: Vitamin, Hidrasi & Tidur Lawan Penyakit Cuaca Ekstrem
Indonesia
Kejar Target, Cek Kesehatan Gratis Bakal Datangi Kantor dan Komunitas
Komunitas-komunitas yang diajak kerja sama juga nantinya dapat melakukan layanan CKG di tempat-tempat strategis, contohnya mall.
Alwan Ridha Ramdani - Senin, 03 November 2025
Kejar Target, Cek Kesehatan Gratis Bakal Datangi Kantor dan Komunitas
Indonesia
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
Diharapkan mempermudah para pengguna moda transportasi publik, komuter, pekerja, dan warga sekitar dalam mengakses layanan kesehatan yang cepat, nyaman, dan profesional.
Dwi Astarini - Rabu, 22 Oktober 2025
Pengecekan Kesehatan Cepat kini Tersedia di Stasiun MRT Jakarta Dukuh Atas
Indonesia
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Salah satu fokus dalam penanganan Tb adalah memperluas skrining atau deteksi dini. Masyarakat diimbau untuk tidak takut melakukan pemeriksaan, karena TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan yang konsisten.
Alwan Ridha Ramdani - Jumat, 17 Oktober 2025
Penanganan Penyakit Tuberculosis Bakal Contoh Pola Pandemi COVID-19
Indonesia
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
Gejala umum ISPA yang harus diwaspadai meliputi batuk, pilek, nyeri tenggorokan, dan demam
Angga Yudha Pratama - Kamis, 16 Oktober 2025
Kasus ISPA di Jakarta Naik Gara-Gara Cuaca, Warga Diminta Langsung ke Faskes Jika Ada Gejala
ShowBiz
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
Konsumsi suplemen zat besi sejak dini penting bagi perempuan.
Dwi Astarini - Selasa, 14 Oktober 2025
Bisa Ditiru nih Ladies, Cara Davina Karamoy Hindari Anemia tanpa Ribet
Lifestyle
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Hanya dengan 15 menit 9 detik gerakan sederhana setiap hari, partisipan mengalami peningkatan suasana hati 21 persen lebih tinggi jika dibandingkan ikut wellness retreat.
Dwi Astarini - Senin, 13 Oktober 2025
The Everyday Escape, 15 Menit Bergerak untuk Tingkatkan Suasana Hati
Indonesia
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
Penonaktifan itu dilakukan BPJS Kesehatan karena Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan menunggak pembayaran iuran sebesar Rp 41 miliar.
Dwi Astarini - Jumat, 10 Oktober 2025
DPR Kritik BPJS Kesehatan Nonaktifkan 50.000 Warga Pamekasan, Tegaskan Hak Kesehatan tak Boleh Disandera
Bagikan