PSBB Ketat di DKI Bisa Picu Kemiskinan Ekstrem

Zulfikar SyZulfikar Sy - Jumat, 11 September 2020
PSBB Ketat di DKI Bisa Picu Kemiskinan Ekstrem

Ilustrasi - Pemandangan salah satu kawasan protokol wilayah DKI Jakarta. ANTARA/M Razi Rahman

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

MerahPutih.com - Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah mengkritisi keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memberlakukan kembali PSBB secara ketat.

Menurut Trubus, PSBB pasti berdampak negatif terhadap ekonomi yang saat ini kondisinya sudah terpuruk. Bukan tidak mungkin pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran bakal kembali terjadi.

"Kalau diterapkan betul, itu muncul daya beli ekonomi akan anjlok karena kegiatan ekonomi tutup semua. Kalau ditutup, karyawan mau makan apa? Kan di-PHK. Kalau PHK, pelaku usaha bangkrut, masyarakat mau makan apa?" ujar Trubus kepada wartawan di Jakarta, Jumat (11/9).

Baca Juga:

Wakapolri Klaim PSBB Total di Jakarta Masih Dalam Pembahasan

Bisa saja, ada kemungkinan menimbulkan kemiskinan ekstrem karena resesi.

"Daya beli masyarakat jeblok, enggak mampu lagi," sambungnya.

Dia juga berpendapat, penerapan PSBB tidak akan efektif membendung laju penyebaran COVID-19. Pasalnya, masyarakat telah terbiasa menjalankan aktivitas ekonomi di tengah pandemi.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta telah terbukti lemah dalam hal pengawasan dan penindakan terhadap para pelanggar.

"Jangankan penindakan yang sifatnya jaga jarak, yang menindak tidak pakai masker saja sulit, meskipun aturannya sudah ada," jelas Trubus.

Padahal, telah ada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 sebagai dasar agar pengawasan dilakukan. "Kenapa itu enggak dilaksanakan?"

Jika tetap memberlakukan PSBB, Pemprov Jakarta diyakini akan kesulitan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, terutama kelas bawah dan terdampak. "Karena anggarannya juga enggak ada," tegasnya.

"Sekarang, kan, Jakarta enggak punya anggaran. APBD DKI cuma Rp87 triliun. Selama enam bulan ini sudah terpakai sekitar 53 persen. Jadi, anggarannya dari mana?" tanyanya.

Ia lantas menjelaskan PSBB ketat tidak akan efektif karena beberapa hal.

Pertama terkait mobilitas di masyarakat DKI Jakarta berasal dari wilayah penyangga sehingga diperlukan koordinasi dan diputuskan bersama.

Kedua, Pemprov DKI harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat karena Jakarta adalah ibu kota negara.

Selain itu, masyarakat kita dihadapkan dengan kebutuhan dasar sehingga perlu mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup

"Sementara Pemprov sendiri kan pemberian bantuan juga tidak mencukupi. Nah, masyarakat akan beraktivitas dan keluar rumah jadi mereka engga akan mematuhi itu," jelas Trubus.

Warga yang tidak menggunakan masker terjaring dalam operasi Tibmask di Petamburan dan melakukan sanksi sosial mengecat tembok pembatas trotoar di Petamburan, Rabu (9/9/2020) (ANTARA/HO/dokumentasi Satpol PP Tanah Abang)
Warga yang tidak menggunakan masker terjaring dalam operasi Tibmask di Petamburan dan melakukan sanksi sosial mengecat tembok pembatas trotoar di Petamburan, Rabu (9/9/2020) (ANTARA/HO/dokumentasi Satpol PP Tanah Abang)

Trubus juga menyinggung belum lagi permasalahan akan terjadinya resesi ekonomi dan bisa menyebabkan kemiskinan ekstrem.

"Keputusan Anies kali ini lebih ke nuansa politik, bingung kemudian posisi serba salah dilematis juga, yang jelas tidak efektif memutus mata rantai," sambungnya.

Sementara itu, ia sempat menyebutkan terkait PSBB saat pertama kali diberlakukan. Baginya, ketika masa PSBB pertama angka kasusnya masih kecil karena minimnya pengetesan dan juga minimnya tenaga medis.

"Jadi dulu bukan itu PSBB berhasil, itu juga penularannya tinggi hanya pengawasan tidak standar WHO," kata Trubus.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan seharusnya setiap 1 juta penduduk minimal pengecekannya 10 ribu. Trubus melanjutkan Indonesia tidak memenuhi standar terkendala di anggaran yang terbatas.

Ia juga menyebutkan, jika menerapkan PSBB ketat seperti pertama kali, artinya pemerintah harus siap memberikan subsidi atau bantuan sosial (bansos).

"Jakarta pemasukan turun 53 persen dan APBD hanya Rp87 triliun, sudah tinggal enggak sampai setengah jadi enggak mungkin untuk bansos, dan kalau lockdown juga enggak efektif karena anggarannya buat Jakarta dalam sehari saja bisa Rp400 miliar. Jadi menurut saya memang pemprov tidak perlu PSBB ketat," katanya.

Baca Juga:

Jakarta Kembali PSBB, Datang ke Yogyakarta Harus Bawa Surat Bebas COVID-19

Ia lebih menyarankan untuk tetap melanjutkan PSBB transisi dengan catatan penegakan hukum yang ketat dan tegas. Disebutkan Trubus ada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya dan Pengendalian COVID-19 dan Instruksi Presiden (Inpres) Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019, tinggal bagaimana pemerintah menjalankannya.

Intinya, penindakan hukum yang ketat, pengawasan, monitoring dan evaluasi.

"PSBB transisi gak masalah, kalau industri ditutup orang mau makan apa malah jadi chaos. Ada 11 sektor yang masih dibuka, artinya masih ada yang beraktivitas berarti masih ada karyawan yang dari luar, naik transportasi umum, terjadi pelanggaran, penularan juga tinggi lagi," katanya. (Knu)

Baca Juga:

PSBB Diperketat, Wakapolri Sidak ke Stasiun Tanah Abang

#PSBB #DKI Jakarta
Bagikan
Ditulis Oleh

Zulfikar Sy

Tukang sihir

Berita Terkait

Indonesia
Rekayasa Lalin di TB Simatupang Bantu Urai Kemacetan, Pramono Sebut Perpanjang Diputuskan Besok
Penurunan kemacetan ini terjadi pada jam sibuk, yakni pukul 17.00 hingga 20.00 WIB.
Dwi Astarini - Jumat, 19 September 2025
Rekayasa Lalin di TB Simatupang Bantu Urai Kemacetan, Pramono Sebut Perpanjang Diputuskan Besok
Indonesia
MPR Tanggapi Polemik Komeng dan Pramono soal Banjir, Sarankan Kolaborasi Selesaikan Bersama
Mengajak semua pihak untuk terlibat dalam mencegah bencana banjir, terutama di tengah ancaman krisis iklim saat ini.
Dwi Astarini - Jumat, 19 September 2025
MPR Tanggapi Polemik Komeng dan Pramono soal Banjir, Sarankan Kolaborasi Selesaikan Bersama
Indonesia
Bus Transjakarta Kecelakaan di Cakung, 6 Orang Teluka
Peristiwa itu terjadi dekat dengan Stasiun Cakung.
Dwi Astarini - Jumat, 19 September 2025
Bus Transjakarta Kecelakaan di Cakung, 6 Orang Teluka
Indonesia
Jakarta masih Sering Kebakaran, Legislator PSI Pertanyakan Program 1 RT 1 APAR
Hal ini penting karena bisa jadi APAR itu merupakan garda terdepan untuk melawan kebakaran sebelum api menyebar.
Dwi Astarini - Kamis, 18 September 2025
Jakarta masih Sering Kebakaran, Legislator PSI Pertanyakan Program 1 RT 1 APAR
Indonesia
F-PKS DPRD DKI Minta Transjakarta Perluas Rute Mikrotrans
Dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi serta mengurangi biaya transportasi masyarakat.
Dwi Astarini - Kamis, 18 September 2025
F-PKS DPRD DKI Minta Transjakarta Perluas Rute Mikrotrans
Indonesia
Pramono Tanggapi Gerakan Publik Menolak Pejabat Pakai Strobo
Pihak yang mengatur ketentuan penggunaan strobo pejabat ialan pemerintah pusat.
Dwi Astarini - Kamis, 18 September 2025
Pramono Tanggapi Gerakan Publik Menolak Pejabat Pakai Strobo
Indonesia
Pemprov DKI Diminta Antisipasi Kebutuhan Pangan Jelang Nataru
Mendorong Pemprov DKI mengintensifkan gerakan pangan murah serta operasi pasar di berbagai wilayah.
Dwi Astarini - Rabu, 17 September 2025
Pemprov DKI Diminta Antisipasi Kebutuhan Pangan Jelang Nataru
Indonesia
Naik Transportasi Publik Jakarta pada 17-19 September Dikenai Tarif Rp 1
Tarif spesial hanya Rp 1 ini diberikan dalam rangka menyambut Hari Perhubungan Nasional 2025 dan Hari Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nasional 2025.
Dwi Astarini - Selasa, 16 September 2025
Naik Transportasi Publik Jakarta pada 17-19 September Dikenai Tarif Rp 1
Indonesia
Sepanjang Agustus 2025, 4 Juta Lebih Warga Naik MRT Jakarta
Tren peningkatan angka keterangkutan (ridership) masih terlihat konsisten di lima stasiun.
Dwi Astarini - Selasa, 16 September 2025
Sepanjang Agustus 2025, 4 Juta Lebih Warga Naik MRT Jakarta
Indonesia
Pramono Bantah Istrinya Punya Jabatan dan Terima Gaji dari Pemprov DKI
Pramono menyebut istrinya merupakan seorang ibu rumah tangga yang tidak memiliki akun media sosial dan tidak pernah mencampuri urusan pekerjaannya sebagai gubernur.
Dwi Astarini - Selasa, 16 September 2025
Pramono Bantah Istrinya Punya Jabatan dan Terima Gaji dari Pemprov DKI
Bagikan