Proyek Wisata Super Premium Berpotensi Musnahkan Komodo


Kawasan Wisata Komodo. (Foto: PUPR).
MerahPutih.com - Pemerintah tengah melakukan pengembangan wisata super premium di Taman Nasional Komodo (TNK) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Namun, proyek tersebut menuai kecaman dari sejumlah pihak. Salah satunya Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal NTT, Angelo Wake Kako
"Itu komodo hidupnya di alam terbuka dan tidak pernah membutuhkan bangunan mewah atau ber-AC di sekitarnya, sehingga konsep pembangunan yang saat ini mulai dijalankan, seperti di Pulau Rinca dapat merusak lingkungan dan komodo sendiri akan musnah dari habitatnya," kata Angelo dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (31/10)
Menurut dia, pembangunan wisata super premium itu bisa menghilangkan keaslian kawasan yang selama telah nyaman dan cocok dengan kehidupan komodo.
Baca Juga
Angelo menyebutkan Presiden Joko Widodo beberapa kali melakukan kunjungan kerja ke NTT, teranyar kunjungan kerja pada 1 Oktober 2020 meninjau pembangunan prasarana yang berada di Kampung Ujung, Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.
Menurut Angelo, kunjungan kerja Presiden Jokowi ke NTT selama ini yang sebagian besar difokuskan di Labuan Bajo sepertinya hanya untuk melapangkan kepentingan bisnis pemodal besar.
Sebab, kata dia, sebagian besar konsep pembangunan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo belum menyentuh pariwisata berbasis komunitas untuk mendongkrak perekonomian masyarakat lokal NTT.
"Masa pak Jokowi sering turun ke NTT tetapi tidak mampu membaca pikiran dan suasana batin masyarakat NTT? Ini saatnya untuk pikirkan ulang konsep pengembangan Taman Nasional Komodo yang lebih ekologis," ucap Angelo dilansir Antara.
Angelo menambahkan pemerintah harus bertanggungjawab apabila komodo di TNK musnah dari habitatnya karena pembangunan wisata super premium.
Apalagi, kata dia, pemegang izin pengelola usaha wisata ini adalah PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE), PT Segara Komodo Lestari (SKL) dan PT Sinergindo Niagatama. Ketiganya akan mengelola Pulau Rinca, Pulau Padar, Pulau Tatawa, dan Pulau Komodo dengan luas konsesi yang berbeda-beda.
Tak hanya itu, Angelo juga mengkiritik kebijakan pemerintah dalam mempersiapkan konsep KSPN Labuan Bajo yang tidak melihat secara komprehensif NTT secara lebih luas, terkait dengan arus distribusi barang dan jasa untuk menunjang kebutuhan pasar yang besar di kawasan tersebut saat ini dan masa datang.
"Coba dibuka datanya, berapa banyak kebutuhan pangan, misalnya, di Labuan Bajo yang diambil dari wilayah NTT? Jangan sampai NTT hanya punya nama, tapi yang mendapat keuntungan besar dari 'multi plier effect-'nya Labuan Bajo, itu daerah lain, itu yang tidak boleh," tegasnya
Angelo mengingatkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah harus duduk bersama membahas persoalan tersebut karena harus ada unsur memaksa dari pemerintah kepada investor.
"Siapa pun yang hendak berinvestasi di Labuan Bajo agar harus membina dan memberdayakan masyarakat lokal NTT dan menjadikan mereka sebagai 'supplier' kebutuhan pangan," pungkasnya.
Baca Juga
Pembangunan wisata super premium TNK ditargetkan rampung pada akhir 2020 dan 2021, sebab Labuan Bajo akan menjadi tuan rumah agenda internasional G-20 dan ASEAN Summit 2023. (*)
Bagikan
Andika Pratama
Berita Terkait
Warga NTT Diminta Waspada Cuaca Ekstrem hingga Timbulkan Bencana Hidrometeorologi

Singgung Uang Pecahan Rp 50 Ribu, DPR Minta Pemerintah Setop Proyek Ratusan Vila di Pulau Padar Komodo

Rencana Pembangunan 600 Vila di Pulau Padar Komodo, Menhut Tunggu Aprisal UNESCO

215 Siswa di NTT Keracunan, DPR Desak Aparat Usut Kelalaian Penyedia Makan Bergizi Gratis

Cristiano Ronaldo Batal ke Kupang NTT Rabu Ini

Polda NTT Belum Terima Surat Permintaan Pengamanan dari Yayasan Pengundang Cristiano Ronaldo

Meneguk Moke, Minuman Beralkohol dari Nusa Tenggara Timur

Belajar Kosakata Bahasa Kupang Asal Nusa Tenggara Timur

Petikan Merdu dari Sasando, Alat Musik Tradisional NTT

Aksara Lota Peninggalan Budaya Nusa Tenggara Timur
