Hati-hati Terjebak Dalam Pola Asuh Hyper-Parenting


Jangan rampas masa depan anak karena hyper parenting. (Foto: Pexels/Pixabay)
TIDAK disadari oleh para orangtua kalau pola asuh hyper-parenting menggerogoti kebahagiaan anak. Orangtua dengan ekonomi kelas menengah ke atas biasanya menerapkan didikan seperti ini. Tujuannya agar anaknya hidup secara teratur dan menghindari resiko yang sebenarnya hanya ada di angan-angan saja.
Khawatir dengan masa depan anak memang sesuatu yang wajar. Tetapi jangan sampai kekhawatiran tersebut berubah menjadi paranoid yang nantinya malah merampas masa depan cemerlang si kecil.
Baca Juga:
Anak harus dibiarkan memilih. Tugas sebagai orangtua adalah sebagai pembimbing dan suporter nomor satu. Pola asuh hyper-parenting adalah pola kontrol berlebihan pada anak yang menyebabkan si anak melakukan sebuah kegiatan tidak berdasarkan hati melainkan paksaan semata.
Dilansir dari theguardian.com, sebaiknya orangtua tidak perlu terlalu mengontrol semua pilihan anak. Bagaimana pun juga, orangtua dan anak adalah sosok yang berbeda. Orangtua belum tentu mengetahui apa sebenarnya yang diinginkan anaknya sendiri. Membiarkan anak untuk mengejar mimpinya adalah salah satu cara membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang baik dan bahagia.
1. Berontak

Meskipun kamu memegang kontrol secara penuh terhadap anak, bukan tidak mungkin mereka pada akhirnya akan berontak dan kabur dari rumah. Mereka pada akhirnya akan mencari pelampiasan kepada orang lain. Cobalah untuk menurunkan ego dan mengerti apa kemauan anak dan mendukung penuh setiap keputusan yang mereka ambil selama masih positif.
Baca Juga:
2. Membenci Masa Kecil

Anakmu tidak berontak meskipun selalu dalam kontrol? Eitsss tunggu dulu. Hal tersebut tidak menjamin anakmu tumbuh menjadi sosok yang baik-baik saja lho. Mereka justru menjadi dewasa dengan terus mengutuk masa kecilnya. Anakmu akan cenderung membenci orangtuanya setelah akhirnya tumbuh menjadi dewasa dan keluar dari rumah untuk memulai kehidupannya yang baru.
3. Potensi yang Terkubur

Banyak orangtua yang memaksa anaknya untuk ikut les ini itu tanpa bertanya terlebih dahulu kepada mereka. Semua itu dilakukan atas dasar dogma “orangtua tahu yang terbaik untuk anaknya”. Tetapi apakah jalan tersebut adalah bekal terbaik untuk anak? Mereka bisa saja tidak menyukai kegiatan yang kamu paksa. Pada akhirnya potensi yang sebenarnya ada dalam diri anak akan terkubur begitu saja. (mar)
Baca Juga:
Bagikan
Berita Terkait
Datangi Polda Metro, KPAI Kawal Ratusan Anak yang Ditangkap Saat Demo 25 Agustus

Aksi Anak-anak Ikuti Karnaval Meriahkan HUT ke-80 Kemerdekaan RI di Jakarta

Kisah Pilu Bocah Sukabumi Meninggal Akibat Cacing, Pemerintah Akui Layanan Kesehatan Masih Pincang

Ingat Ya Bunda! Beri Makan Anak Jangan Hanya Fokus Pada Nasi dan Mie

Pelaku Pelecehan Penumpang Anak Citilink Terancam 15 Tahun Bui, Kondisi Korban Masih Trauma

Anak di Bawah Umur di Cianjur Diperkosa 12 Orang, Polisi Harus Gerak Cepat Tangkap Buron

1 dari 5 Anak di Indonesia Tumbuh Tanpa Peran Ayah

Mengintip Aksi 2.200 Anak Juggling Bola Meriahkan Pembukaan Piala Presiden 2025

Melihat Pameran Kids Biennale Indonesia 2025 Bertajuk Tumbuh Tanpa Takut di Galeri Nasional

Anak Tantrum Saat Smartphone Diambil, Ini Yang Bisa Dilakukan
