Ada Polisi Siber, Warga Ragu Ungkapkan Kritik di Media Sosial
Media Sosial. (Foto: Pixabay)
MerahPutih.com - Keberadaan polisi siber dinilai memiliki risiko terhadap sistem demokrasi di Indonesia, yakni memengaruhi keberanian masyarakat dalam menyampaikan aspirasi.
"Mereka merasa ketika menyatakan aspirasi, itu banyak terjadi tekanan," kata Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fajar Nursahid, dalam diskusi publik bertajuk Catatan Akhir Tahun Bidang Politik, Media, dan Demokrasi di Jakarta, Minggu (12/12).
Baca Juga:
Polisi Siber Harus Ditopang UU ITE yang Lebih Demokratis
Fajar berpandangan, masih terdapat definisi yang terlalu luas terkait dengan tindakan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat yang ingin menyampaikan opini berupa kritik dalam media sosial.
"Hampir 120 orang memperoleh peringatan mengenai konten-konten yang mereka publikasikan di sosial media pada kuartal kedua tahun 2021," ungkap Fajar.
Peristiwa tersebut mengakibatkan, beberapa masyarakat pengguna media sosial merasa ragu untuk mengungkapkan opini mereka di dunia siber.
Baca Juga:
Wagub DKI Sebut Pembentukan Tim Siber untuk Lindungi Ulama dan Anies Hak MUI
Dampak dari tekanan tersebut adalah menurunnya keberanian masyarakat untuk menyatakan aspirasi, bahkan dapat berimplikasi pada tingkat partisipasi publik dalam hal menyampaikan pandangan terkait dengan berbagai kebijakan pemerintah.
Oleh karena itu, kata dia, polisi siber atau polisi virtual perlu memperoleh tinjauan ulang yang lebih mendalam agar tidak terdapat kesan pembatasan terhadap kebebasan sipil dalam menyampaikan pendapat di ruang media sosial.
Dikutip dari laman resmi Patroli Siber, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) adalah satuan kerja yang berada di bawah Bareskrim Polri dan bertugas untuk melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan siber.
Beberapa jenis kejahatan siber yang satuan kerja ini tangani, khususnya terkait dengan kebebasan berpendapat, adalah tindakan pencemaran nama baik (online defamation) dan ujaran kebencian (hate speech). (Knu)
Baca Juga:
Bikin Tim Siber, MUI Jakarta Diharap Tidak Ikut Dalam Benturan Politik
Bagikan
Joseph Kanugrahan
Berita Terkait
[HOAKS atau FAKTA] : Mark Zuckerberg Sebut, Jika Perang antara AS dan Iran Pecah, Dunia akan Kehilangan Media Sosial Instagram hingga Google
Komisi Percepatan Reformasi Polri Bakal Libatkan Tim Internal Polri di Setiap Rapat
Akun Medsos Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta Diperiksa, Polisi Temukan Barang Bukti Penting
Ledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Polisi Temukan Benda Mirip Senpi
Kapolri Listyo Sigit Melayat dan Doakan PB XIII di Keraton Surakarta, Siap Bantu Pengamanan Prosesi Pemakaman
Kendaraan Jurnalis Jadi Sasaran Dugaan Kejahatan Pecah Kaca, Laptop Raib
Desak Polisi Usut Tuntas Temuan 2 Kerangka Manusia di Kwitang secara Profesional, DPR: Jangan Sampai Menimbulkan Banyak Spekulasi
Prabowo Ingatkan Bawahanya Jangan Ada Orang Pintar Merasa Bisa Mengakali Rakyat
[HOAKS atau FAKTA]: Pertamina Kasih Duit Rp 7 Juta Buat Netizen yang Unggah Citra Baik di Media Sosial
Kapolri Ungkap Ada Narkoba Baru Etomidate dan Ketamine, Pengguna tak Bisa Dipidana