Umumkan Positif COVID-19, Said Aqil Siradj Lebih Gentle Ketimbang Rizieq Shihab


Ketua Umum Nahdatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj (17/3). FOTO ANTARA/Reno Esnir/ss/pd
MerahPutih.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, dinyatakan positif COVID-19.
Pernyataan itu diunggah melalui akun Youtube reami Said Aqil bernama Kang Said official pada Minggu (29/11).
Baca Juga
Rekor Kasus Harian COVID-19 Pecah, Jokowi 'Semprit' 2 Provinsi
Menurut Sekretaris pribadinya, M Sofwan Erce, kondisi Said Aqil dalam kondisi baik dan dirawat intensif di sebuah rumah sakit di Jakarta.
Pria kelahiran Cirebon, Jawa Barat, ini memohon doa dari segenap masyarakat, warga Nahdliyin, khususnya para kiai untuk kesembuhannya.
"Atas arahan beliau kami diminta untuk menyampaikan kabar ini dengan harapan dan memohon doa dari Bapak Ibu sekalian warga NU, khususnya poro masyayikh saya mohon doa untuk kesembuhan dan kekuatan beliau menjalani masa-masa penyembuhan ini," ucapnya.
Informasi terpaparnya suami Nur Hayati Abdul Qodir ke publik berbanding terbalik dengan sikap pentolan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab.

Warga Petamburan, Jakarta Pusat, itu tegas menolak mengugkapkan hasil usap tes atau swab test dirinya. Ia beralasan karena tes COVID-19 merupakan privasi.
Rizieq berdalih, dirinya memiliki hak menyimpan informasi rekam medisnya, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749A/Menkes/Per/XII/1989 Tahun 1989 tentang Rekam Medik/Medical Records.
Pasal 11 Permenkes 1989 tersebut menyatakan bahwa rekam medik merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya.
Penolakan Rizieq itu diketahui dari secarik surat yang tersebar di media sosial yang berisikan penegasan dirinya menolak membuka informasi mengenai hasil pemeriksaan medis dirinya.
Penyataan itu dibenarkan oleh Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI, Aziz Yanuar. "Beliau keberatan (hasil swab test-nya dibuka ke umum)," papar Aziz.
Tenaga Ahli Ketua Gugus Tugas COVID-19, M. Nasser menuturkan, pengungkapan rahasia medis diperbolehkan jika didasarkan pada kepentingan umum.
Ketentuan ini salah satunya berdasarkan Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal 57 ayat (2) UU ini menyatakan bahwa ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi tidak berlaku jika menyangkut kepentingan masyarakat luas, khususnya dalam kondisi pandemi COVID-19.
“Jadi rahasia medik seseorang dapat dibuka bila berhadapan dengan kepentingan kesehatan publik. Sementara itu menyembunyikan identitas pasien infeksi wabah Covid hanyalah akan mendukung penyebaran rasa takut pada masyarakat,” ungkap M. Nasser. (Asp)
Baca Juga
Bagikan
Asropih
Berita Terkait
Tokoh Palestina Kecam PBNU Undang Pendukung Israel, Sikapnya tak Bisa Dibenarkan

PBNU Instruksikan Jaga Stabilitas Nasional, Tidak Terprovokasi Isu Memecah Belah

Ciri-Ciri dan Risiko Warga Yang Alami Long COVID

PBNU Bangun 1.000 Titik SPPG, 10 Dapur Diklaim Siap Beroperasi

Konferensi Pesantren Ditutup, Hasilkan Empat Rekomendasi Utama

Kemenkes Temukan 1 Kasus Positif COVID dari 32 Spesimen Pemeriksa

178 Orang Positif COVID-19 di RI, Jemaah Haji Pulang Batuk Pilek Wajib Cek ke Faskes Terdekat

Semua Pasien COVID-19 di Jakarta Dinyatakan Sembuh, Tren Kasus Juga Terus Menurun Drastis

Reaksi PBNU saat Tahu Pengurusnya Jadi Komisaris Perusahaan Tambang Nikel di Raja Ampat hingga Dituding Terima Uang

Jakarta Tetap Waspada: Mengungkap Rahasia Pengendalian COVID-19 di Ibu Kota Mei 2025
