Tradisi Tukar Uang Jelang Lebaran


Tarif jasa tukar uang disesuaikan dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. (Foto: Pexels/robert lens)
JELANG hari raya, biasanya kebutuhan akan uang tunai akan meningkat, beberapa penyebabnya adalah banyaknya masyarakat yang melakukan penukaran uang. Biasanya muncul jasa penukaran uang baru di pinggir-pinggir jalan. Biasanya orang-orang akan menukarkan uang pecahan, seperti uang Rp100 ribu dengan pecahan Rp10 ribu atau Rp5 ribu. Adapun tarif yang dipatok untuk jasa penukaran uang baru tersebut beragam. Namun umumnya sih, tergantung dari jumlah uang yang akan ditukar.
Tradisi menukar uang baru jelang hari raya ini sebenarnya mengacu pada tradisi salam tempel. Tidak sedikit anak-anak yang mengharapkan dapat uang baru dari sanak keluarga. Uang baru dapat diibaratkan kembali ke lembaran baru setelah sebulan berpuasa.
Baca Juga:
Mengenang Tempat Tamasya Masa Kecil Sekaligus Ajang Ngabuburit

Persoalannya, ada yang berpendapat bahwa hukum menukar uang baru jelang Lebaran adalah haram lantaran masuk dalam kategori riba. Namun, benarkah demikian?
Allah SWT mengingatkan kepada orang-orang yang beriman, apabila terjadi benturan antara syariat dengan tradisi, maka orang tersebut harus mengedepankan aturan syariat yang berlaku.
Dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 65, Allah SWT berfirman yang berbunyi:
"Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An-Nisa: 65).
Dilansir dari laman NU Online, pada dasarnya memang ada pro-kontra mengenai hukum penukaran uang baru. Jika dalam praktik penukaran uang baru yang menjadi objeknya adalah uang, maka bisa menjadi haram karena masuk dalam kategori riba.
Baca Juga:
Apa Sajian Sahur Sukarno-Hatta Sehabis Merancang Teks Proklamasi

Akan tetapi, apabila objeknya adalah jasa orang yang menyediakan uang, maka hukum menukar uang baru saat Lebaran boleh-boleh saja menurut Islam. Dalam konteks ini, NU menegaskan bahwa tarif yang harus dibayarkan saat menukar uang di pinggir jalan diniatkan untuk membayar jasa, bukan uangnya.
Pembayaran tarif pada jasa itu sendiri disebutkan dalam Al Quran sama perihalnya dengan perempuan sebagai penyedia jasa ASI, bukan jual-beli asi seperti yang tertuang dalam surat At-Thalaq ayat 6 berikut ini:
Allah berfirman: "bila mereka telah menyusui anakmu, maka berikan upah kepada mereka."
Abu Bakar Al-Hishni dalam kitab Kifayatul Akhyar pun menjelaskan, Allah SWT mengaitkan upah di situ dengan aktivitas menyusui, bukan pada ASI-nya.
Nah, lalu berapa tarif yang wajar dipatok untuk jasa tersebut? NU berpendapat tarif jasa penukaran uang baru tidak diatur dalam fiqih. Namun, baiknya tarif jasa disesuaikan dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. (DGS)
Baca Juga:
Seberapa Antusias Warga +62 Ingin Mudik Mengobati Rindu Kampung Halaman
Bagikan
Berita Terkait
PT KAI Angkut 4,3 Juta Orang Pemudik, Ada 10 KA Jarak Jauh Jadi Favorit

Hal Unik Yang Terjadi di Tradisi Kupatan Setiap 8 Syawal di Indonesia

Filosofi Tradisi Kutupatan Jejak Peninggalan Sunan Kalijaga

Prabowo Senang Menteri Kerja Keras Redam Gejolak Harga Pangan di Saat Ramadan dan Idul Fitri

5 Film Karya Sineas Indonesia Yang Bisa Jadi Pilihan Saat Nikmati Libur Lebaran

Doa Bagi Mereka Yang Amalkan Salat Kafarat

Polisi Mulai Berlakukan Ganjil Genap di 2 Titik Jalan Tol, Tak Ada Tilang Manual

Arus Mudik 2025 Diklaim Lebih Tertata, H-3 Tercatat 258.383 Kendaraan Keluar dari Jakarta

9 Doa Menenangkan Hati Sambut Kemenangan di Malam Takbiran dan Saat Idul Fitri

Sore Ini Kemenag Gelar Isbat Penentuan 1 Syawal 1446 H, Idul Fitri Dipekirakan 31 Maret 2025
