Siswa Negeri Aing Seolah Bebas Berambut Gondrong Maupun Warna-Warni Sejak Pandemi

Murid laki-laki harus berambut rapi. (Foto: Instagram/@nostalgia95_jkt)
RIZKI Saputra sudah siap peci sedari malam di samping laptopnya. Ia langsung mengenakannya begitu jam pertama pembelajaran jarak jauh pagi hari dimulai. Di layar laptop, beberapa temannya juga kompak berpeci.
Beberapa teman sekelasnya, terutama para siswi menahan tawa, lantaran merasa aneh tiba-tiba temannya jadi lebih alim sejak penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) saat awal pandemi COVID-19.
Kebanyakan siswa mendadak berpeci, termasuk Rizki, memang terkenal sering berbuat ulah di sekolah. Enggak aneh jika Ibu Guru sangat mengapresiasi kebiasan baru anak muridnya menyangka telah terjadi perubahan besar sejak pandemi.
Setelah pelajaran selesai, beberapa anak langsung melakukan panggilan video conference untuk membahas tugas bersama. Di situ, baru ketahuan sebab beberapa siswa mengenakan peci.
Di layar ponsel saat video call, tampak rambut mereka berwarna blonde, abu-abu, ungu, dan pink. Enggak cuma warna-warni, rambut mereka pun gondrong. "Mumpung enggak di sekolahan kan bebas. Yang penting gaya. Tugas juga selesai kan," kata Rizki.
Rizki dan beberapa temannya menganggap sekolah di rumah lebih enak karena bisa bebas mengekpresikan diri. Kalau saja rambut mereka warna-warni dan gondrong saat masih sekolah tatap muka, meski pakai peci, sudah pasti kena hukum. Guru biasa ditugaskan berkeliling kelas memantau rambut panjang akan senang beroleh siswa dengan kondisi tersebut.

Pak Sigit, guru olahraga di salah satu SMA negeri Jakarta bergelagat mencurigakan. Pagi itu ia memakai kaus kerah dan celana training, tak biasanya menggenggam gunting di tangan kanan lalu berkeliling sekolah, menyambangi kelas satu per satu, bukan untuk mengajak senam pagi.
Ketika melintasi lorong sekolah di lantai dua, ia berpapasan dengan murid seorang laki-laki, lalu menyetopnya. Pak Sigit mulai membidik bagian rambut murid tesebut.
Radit, murid kelas 12, semula memang berniat bertemu Pak Sigit untuk membicarakan keperluan buku tahunan sekolah. Namun, bukan membahas buku tahunan, pertemuan dengan Pak Sigit, justru membuat Radit mendapatkan jasa pangkas rambut gratis.
"Udah 4-5 kali gue kena razia rambut selama SMA," kenang Radit, lulus SMA sembilan tahun lalu kepada Merahputih.com lewat sambungan telepon.
Baca juga:
Kisah Guru TK Emerentiana Nogo Koban Menjadi Alarm Pembelajaran Daring Cuma Privilese Kota Besar
Tentu menyenangkan bisa pangkas rambut gratis. Apalagi bagi pelajar dengan keuangan terbatas bisa hemat uang jajan Rp 20-25 ribu. Masalahnya, Pak Sigit bukan berprofesi sebagai tukang cukur profesional bisa mengubah rambut jadi badai ala seleb dengan model mohawk, under cut, apalagi cornrow.

Sebagai staf kesiswaan, Pak Sigit bertugas merazia rambut murid pria tidak rapi. Kalau sudah tertangkap, murid laki-laki seperti Radit cuma bisa pasrah rambutnya dibabat asal-asalan hingga bentuknya amburadul. Dengan begitu, tiap murid laki-laki akan jera dan menaati aturan di 'kitab' aturan sekolah dengan ketentuan model rambut mesti pendek dan rapi.
Celakanya lagi, rambut Radit pernah dipotong hanya di bagian tengah kepala. Sementara bagian pinggir rambut masih lebat. Alhasil, sepulang sekolah ia harus pergi ke tukang pangkas rambut untuk merapikan rambutnya. Karena sudah terlanjur berantakan, gaya rambut cocok untuknya cuma satu: cepak.
"Kalo abis dicukur (kena razia rambut) pasti diketawain di tongkrongan. Mau enggak mau rapihin sekalian (cukur cepak)," kata owner Gumi Kopi itu sambil tertawa.
Razia rambut di sekolah terkadang juga tidak hanya terjadi saat jam pelajaran. Dari pengalamannya, Radit pernah terjaring razia rambut saat mengikuti kegiatan ekstrakulikuler. Sekolah Radit mengadakan hampir kegiatan ekskul di hari Sabtu. Nyatanya, Pak Sigit tetap membuka jasa layanan cukur gratis di luar jam pelajaran formal. "Gue enggak pernah kapok (punya rambut gondrong) bangga aja gitu kalau rebel," paparnya.
Baca juga:
Sekolah di Negeri Aing memang ketat soal peraturan model rambut murid laki-laki. Terlebih di sekolah negeri, rambut murid mesti rapi, jambang tidak boleh panjang sampai telinga, dan poni dilarang melebihi alis. Pokoknya punya rambut panjang seperti kebanyakan anak emo bisa jadi sasaran empuk Guru BP atau staff kesiswaan.
Kemdikbud sejak pandemi melanda Indonesia mengimbau agar setiap sekolah negeri atau swasta menerapkan sistem pembelajaran secara daring. Zoom menjadi aplikasi wajib diunduh setiap pelajar Indonesia dan Google Meet juga jadi alternatif lainnya.
Kebijakan tersebut membuat siswa sekolah baik, SMP dan SMA merasa lega. Sebab, mereka bebas berekspresi dengan memiliki gaya rambut keren warna-warni bahkan gondrong. Proses belajar-mengajar tidak tatap muka selama pandemi, sehingga tidak memungkinkan guru niat merazia rambut sampai ke rumah murid.
Pustakawan Annisa Novia, di situs pertukaran pengetahuan Quora memberikan pendapatnya mengapa rambut murid laki-laki tidak boleh gondrong. Ia merujuk pada buku bertajuk Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970an gubahan Aria Wiratma Yudhistira.
Menurut Annisa, pada tahun 60-an Indonesia kedatangan budaya hippies atau flower generation. Dari situ muda-mudi tak mau diatur dan ingin bebas berekspresi seperti memiliki penampilan berambut gondrong.

Akhirnya, presiden Soeharto saat itu meminta para petinggi di instansi pemerintahan untuk mencegah kebiasaan hippies bertebaran di Indonesia. Termasuk dengan merazia para pemuda gondrong. Alasan dipakai para petinggi untuk menjalankan keputusan anti-gondrong tersebut karena anak muda akan menjadi acuh tak acuh dan tidak rapi.
"Para pelajar dan mahasiswa masa itu, harus patuh atas segala ketetapan Bapak Besar. Termasuk peraturan yang krusial di tahun 60-70an: dilarang gondrong!," ungkap Annisa di Quora.
Bagi Radit, pelajar berambut gondrong seharusnya tidak dipermasalahkan. Prestasi seorang pelajar kata Radit tidak bergantung dengan penampilan rambutnya. "Menurut gua sih harusnya fine-fine aja (murid berambut gondrong) yang penting nilai akademiknya gak turun," tutup Radit. (ikh)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
Adidas dan Tim Audi F1 Umumkan Kerja Sama, Koleksi Terbaru Debut 2026

Wondherland 2025: Fashion & Fragrance Festival dengan Pengalaman Belanja Paling Personal

Giorgio Armani Meninggal Dunia, Selebritas Kenang sang Ikon Fesyen sebagai Legenda

Desainer Legendaris Italia Giorgio Armani Meninggal Dunia

Chloe Malle Resmi Diumumkan sebagai Pengganti Anna Wintour Pimpin Vogue

Moscow Fashion Week Perkuat Relasi dengan Indonesia

Sepatu Nyaman Jadi Tren, Bisa Dipakai di Segala Acara

ASICS Gel Cumulus 16 Dukung Gerak Aktif dalam Balutan Gaya, Dilengkapi Teknologi Terkini untuk Kenyamanan Pengguna

The Best Jeans For Every Body: Koleksi Denim Terbaru UNIQLO Hadir Lebih Lengkap

Tampil di BRICS+ Fashion Summit in Moscow, Indonesia Soroti Industri Manufaktur Berkelanjutan
