Menengok Sejarah Tsunami di Indonesia, Nomor 3 Pernah Melanda Anyer!


Ilustrasi Tsunami. (Pixalbay/rolndmey)
TSUNAMI di perairan sekitar Selat Sunda, menerjang kawasan Anyer, Banten, dan Lampung (23/12). Kerusakan fasilitas umum dan sosial, rumah, hotel, dan juga korban jiwa berjatuhan. Kejadian ini mengingatkan banyak orang dengan tsunami di Aceh pada tahun 2004.
Enggak hanya terjadi di dua lokasi tersebut, di masa lalu tsunami besar pun pernah menimpa beberapa wilayah Nusantara. Desa-desa di sekitar wilayah tsunami porak-poranda, dan menimbulkan korban jiwa berjumlah ribuan.
Bahkan, gempa diiringi tsunami pun pernah terjadi di Anyer, Banten. Penasaran? Berikut masa lalu tsunami di beberapa derah;
1. Tsunami Ambon 1647

Suara gemuruh diiringi gelombang besar air laut melumat pulau Ambon dan Seram pada 17 Februari 1674. Naturalis Georg Everhard Rumphuis mendokumentasikan secara lengkap kejadian tsunami terbesar di Maluku pada catatan bertajuk Amboina.
Gempa mengguncang kawasan Hitu, Leytimor, Seram, Nusatelo, Buro, Amblau, Honimoa, Kelang, Bonoa, Nusalaut, Manipa, dan sekitarnya pada pukul 19.30. Orang-orang berlarian menuju tanah lapang di bawah benteng. Tak lama, gelombang besar setinggi 3 meter menerjang.
Air laut menyapu rumah-rumah di beberapa desa dan batuan koral besar terlempar dari tepi pantai. Rumphuis melaprokan sebanyak 2.243 orang meninggal.
2. Tsunami Bali 1815

Guncangan gempa disusul terjangan gelombang besar air memporakporanda wilayah Bali pada 22 November 1815.
Getaran gempa, seturut naskah bali koleksi AAN Sentanu di Puri Ayodya Singaraja, dikutip Kompas, 22 Juli 2017, memicu retakan di bagian pegunungan hingga longsor menimpa ibukota Buleleng. Jalur antardesa terputus.
Tak lama berselang, air besar datang menyapu desa-desa. Laporan tsunami tersebut juga terekam pada Babad Buleleng dan Babad Ratu Panji Sakti. Tercatat sebanyak 10.523 jiwa melayang akibat gempa disertai tsunami di Bali 1815.
3. Tsunami Anyer 1883
Usai letusan dahsyat Gunung Krakatau pada 1883, datang gelombang air laut tinggi di Anyer, Banten. Pada 26 Agustus 1833, menurut Rudolf Mrazek dalam Engineers of Happy Land: Technology and Nationalism in a Colony, di Anyer sebuah kota kecil menghadap Krakatau, terdengar suara halilintar dan terliat kilatannya.
Esoknya, telegram penghubung Anyer dan salah satu provinsi terdekat, Serang, terputus. Ketika kilatan petir mereda dan seluruh warga Anyer beranjak tidur, gelombang air besar melumat semua benda di sekitarnya.
Gelombang air besar, mengutip laporan RA van Sandick, In het Rijk van Vulcaan: de Uitbarsting van Krakatau en Hare Gevolgen, seperti tercantum pada Mrazek, hadir secara tiba-tiba. Beberapa bangunan hancur. Mercusuar runtuh. Bangunan penjara luluh lantah dan seluruh narapidana lenyap.
Sementara, di Batavia (Jakarta) terjadi kepanikan. Peralatan magnetik di Institut Meteorologi, menurut Mrazek, tidak bisa merekam dan mendeteksi gejala tsunami. (*)
Baca Juga: Lima Penjelasan Ahli Vulkanologi Terkait Letusan Anak Krakatau dan Tsunami
Bagikan
Berita Terkait
Kubah Masjid Agung Sukoharjo Patah Diterjang Angin Ribut

166 Kali Gempa Susulan Guncang Sumenep, Fokus Penanganan Bencana Kini Beralih ke Kaji Cepat dan Penyaluran Bantuan Logistik

Gempa Magnitude 6,9 Guncang Filipina, 20 Orang Dilaporkan Tewas

14 Truk Bantuan Indonesia untuk Warga Palestina Berhasil Masuk Gaza

BMKG Catat Ada 24 Gempa Susulan usai Guncangan Magnitudo 5,7 di Banyuwangi

BNPB Langsung Kirim Tim ke Banyuwangi dan Situbondo Usai Gempa Magnitudo 5,7

Gempa Bumi Dengan Magnitudo 5,7 Landa Pulau Bali

Warga Lanjut Usia Ditemukan Tak Bernyawa di Lantai Dasar Akibat Topan Ragasa

Super Topan Ragasa Jebol Bendungan di Taiwan, 14 Tewas dan Ratusan Orang Hilang

Siklon Tropis Bualoi Berpotensi Picu Hujan Lebat dan Gelombang Tinggi di Indonesia Timur
