Sejarah Si Kuning Anglingdarma, Moda Transportasi Pengganti Becak


Kendaraan Anglingdarma
KEHADIRAN becak mulai tergantikan di Jakarta. Hampir setiap persimpangan jalan, muka stasiun dan terminal, pasar, maupun di mulut permukiman tak lagi nampak barisan becak. Kalau pun ada paling-paling hanya satu dua masih berseliweran.
Si abang dengan handuk putih di pundak enggan mengayuh becaknya bukan lantaran betisnya kram otot, tetapi Pemerintah Daerah DKI Jakarta resmi melarang becak beroperasi pada pembuka tahun 1990.
Alhasil, tempat ngetem becak beroleh penghuni baru bernama Angkutan Lingkungan Dari Masyarakat atau kondang disapa Anglindarma. Tetap beroda tiga selaik penghuni lama, namun bermesin serupa Mobet (kendaraan bermotor roda tiga).
Anglingdarma tampil ngejreng serba-kuning. Seluruh badan, mulai kemudi depan hingga kursi penumpang bagian belakang berwarna kuning bergaris hijau. Sementara, pengemudinya ikutan macthing, berseragam dan berhelm kuning.
Meski baru dan tampil lebih modern, masyarakat pengguna becak tak canggung untuk berpindah menunggang Anglingdarma.
Selain mampu menjadi transportasi penghubung permukiman padat, juga bagi pelanggan setia kebanyakan ibu-ibu lebih praktis karena sanggup menjelajah gang-gang kecil. Para pengemudinya juga senang membantu mengangkat barang belajaan sampai rumah.
Terkadang, ibu-ibu pun bisa tarsok (entar besok) alias bayar nanti. “Kami bisa ngutang, pak. Khususnya kalau untuk mengantar anak sekolah, karena dengan para pengemudinya sudah kenal,” ujar Haryati, pelanggan setia Anglingdarma, dikutip Kompas, 26 November 1991.
Anglingdarma terbukti ampuh mengambil hati masyarakat penghuni permukiman padat terutama ibu-ibu. Tak heran bila jumlahnya semakin besar. Dr. Soesilo, ketua Yayasan Tri Dharma Putra, mengaku telah menghimpun 2.000 pemilik dan pengemudi Anglingdarma menjadi anggota yayasannya.
Di tengah kecintaan masyarakat terhadap Anglingdarma, muncul kabar tak sedap tentang keengganan pemerintah memberi izin operasi. Gubernur DKI Jakarta Wiyogo Atmodarminto berdalih Anglindarma tak memenuhi syarat SK Gubernur DKI Jakarta No.D/IV/d.1/II/73 tentang persyaratan pokok angkutan jenis keempat di Jakarta.
“Sejak awal November 1991, pemda menyatakan Anglingdarma sebagai terlarang dan liar,” tulis Kompas, 4 Desember 1991.
Tak main-main, larangan tersebut bukan sebatas imbauan namun dibarengi penertiban. Sebanyak 60 Anglingdarma dijaring di daerah Cempaka Putih, Senen, dan Kemayoran, Jakarta Pusat.
Kebijakan ‘sapu bersih’ Gubernur Wiyogo dinilai Dr. Eddy Ruchiyat, Ketua Penyelesaian Masalah Becak DKI Jakarta, sebagai tindakan tegas. “Anglingdarma secara teknis maupun non-teknis tidak memenuhi syarat sebagai kendaraan umum yang bisa beroperasi di Jakarta,” ungkap Eddy Ruchiyat.
Syarat teknis, seturut Eddy, mulai dari roda, sistem pengereman, sistem pengamanan penumpang, sedangkan non-teknis seperti izin produksi, izin operasional, STNK, BPKB, hingga SIM tak dimiliki baik pengemudi maupun pemilik. “Anglingdarma itu juga dinilai melanggar Perda No.11 Tahun1988 tentang Ketertiban Umum,” tutup Eddy.
Pemda DKI Jakarta sesungguhnya telah menyiapkan kendaraan Jepang bernama Toyoko bermesin Toyota G 16 ADP 165 sebagai pengganti becak. Tapi, masyarakat bertempat tinggal di lingkungan padat tak bisa menikmati Toyoko karena susah menjangkau jalan-jalan kecil.
“Malah Toyoko ini seringkali ditemukan beroperasi di jalan-jalan ekonomi. Masyarakat seolah dibuat bingung,” ungkap Nursyahbani Kantjasungkana dikutip Kompas, 7 Desember 1991.
Larangan Pemda DKI jelas direspon para pengemudi, pemilik, dan masyarakat pengguna Anglingdarma. Mereka menggeruduk kantor Departemen Dalam Negeri untuk bertemu Mendagri Rudini lalu meneruskan aksi ke Balai Kota untuk bertemu Gubernur Wiyogo.
“Kami tidak bisa lagi mencari nafkah,” teriak peserta aksi, pengemudi Anglindarma, sembari mengangkat spanduk bertulis “Tolong kami. Pak Wiyogo beri kami makan. Kami hanya mencari makan demi perut”.
Besarnya pemberitaan membuat pro-kontra Anglingdarma menjadi isu nasional. Pemda DKI sempat menahan diri lantaran ‘si kuning’ Anglingdarma dikaitkan dengan Golkar, partai penguasa saat itu. Desas-desus beredar kehadiran Anglingdarma mendapat restu partai bergambar pohon beringin. Bila kabar tersebut benar, maka Pemda DKI sedang berhadapan dengan kekuatan besar di era Orde Baru.
Kedekatan Anglingdarma dengan Gokar memang tak bisa dipungkiri, bukan hanya karena sama-sama berwarna kuning, namun Dr. Soesilo, Ketua Yayasan Tri Dharma Putra, beranggotakan para pemilik maupun pengemudi Anglindarma, merupakan anggota aktif Golkar.
Sementara, di dalam gedung DPR RI, Fraksi Karya Pembangunan, menganggap kebijakan Gubernur Wiyogo tidak berpihak pada rakyat kecil dan mendukung Anglingdarma tetap beroperasi.
Drs. H Bomer Pasaribu SH, Wakil Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan berharap Pemda DKI bisa meletakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan lain. “Terutama mengingat segi praktis dan ekonomis dari kendaraan tersebut, serta belum ditemukannya pengganti Becak yang layak hingga saat ini,” ungkap Bomer Pasaribu, dinukil Kompas, 26 November 1991.
Pemda DKI berusaha mengonfirmasi keterkaitan “Si Kuning” dengan Golkar kepada Ketua DPD Golkar DKI Jakarta Moch Basofi Sudirman. “Seperti telah dinyatakan Pak Basofi, warna kuning Anglingdarma itu tidak ada hubungannya dengan Golkar,” kata HA Munir, Pelaksana Harian Humas DKI Jakarta.
Sinyal positif dari Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional Daerah (Bakorstanasda) DKI Jakarta sudah didapat Pemda DKI. “Kodam Jaya tetap mendukung kebijaksanaan Pemda DKI untuk menertibkan Anglindarma itu,” kata Letkol TNI Permana, Kepala Penerangan Humas Bakorstanasda DKI Jakarta.
Ibarat mendapat angin segar, Pemda DKI lantas secara tegas kembali melakukan aksi 'sapu bersih' Anglingdarma. (*)
Bagikan
Yudi Anugrah Nugroho
Berita Terkait
Ribuan Ojol hingga Anies Antarkan Jenazah Affan Kurniawan yang Dilindas Mobil Rantis Brimob ke Liang Lahat

Anies Minta Jangan Dulu Undang Tom Lembong ke Berbagai Acara, Biarkan Nikmati Bersama Keluarga

Anies akan Temui Tom Lembong di Rutan Cipinang dan Beri Waktu untuk Curhat

[HOAKS atau FAKTA]: Giring Peringatkan Anies Tak Lagi Terjun ke Politik karena Kerap Bikin Gaduh
![[HOAKS atau FAKTA]: Giring Peringatkan Anies Tak Lagi Terjun ke Politik karena Kerap Bikin Gaduh](https://img.merahputih.com/media/73/5e/c5/735ec5e829ef299632ab6d7313bb86b8_182x135.jpg)
Tom Lembong Divonis Bersalah, Anies Komentari Keadilan di Negeri ini masih Jauh dari Selesai

Respons Puan Maharani soal Anies Baswedan Kritik Presiden RI yang Kerap Absen di Forum PBB

Tanggul Baswedan di Pasar Minggu Jebol, Musala Sabili Jati Padang Terendam Sejak Minggu

Dukung Pariwisata, Becak Solo Genjot Pembayaran QRIS

Anies Punya Cucu Pertama, Ingin Dipanggil ‘Bang’ tapi Dilarang sang Istri

Ajak Anies Nonton Persija di JIS, Pramono: Pasti Beliau akan Gembira
