Seberapa Gaul Tongkrongan Anak Jakarta yang Hijrah ke Bali?


Hijrah ke Bali, kerja sambil hangout. (Foto: Instagra/findingfiona_)
MILENIAL dan generasi Z tengah memiliki cara baru dalam mengakali pandemi yang penuh stres dan ketakutan. Jika kita memperhatikan media sosial kita, tidak jarang beberapa teman kita mencoba untuk escape dari kekelaman duniawi dengan cara hijrah ke Pulau Dewata.
Sharon Shalisa Winarko, wanita karier berusia kepala dua asal Jakarta memang berencana untuk tinggal secara permanen di Bali. "Aku memang kerja disini (Bali) sekarang. Tapi kalau memang harus resign, aku akan cari di Bali lagi karena sudah enggak pengen di Jakarta," ungkapnya ketika diwawancara oleh MerahPutih.com via direct message Instagram.
Baca juga:
Intip Kapal Selam KRI Pasopati 410 di Monumen Kapal Selam Surabaya

Sharon pun memiliki alasan yang ketika memutuskan untuk hijrah ke Bali. Alasan utamanya adalah ingin mencari ketenangan dan ingin hidup sendiri. Sejak lama, ia telah berkeinginan untuk hidup secara mandiri dan tidak seatap lagi dengan orangtua.
Kehidupan di Bali pun menawarkan hal-hal yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan Jakarta. Ketika sedang suntuk, kemegahan pusat perbelanjaan di bilangan Jakarta tidak mampu untuk memberikan ketenangan baginya. Sebagai pencinta alam, pantai-lah menjadi jawaban bagi Sharon untuk bisa membantu dirinya tetap stay sane inside insanity.
"Enaknya (tinggal di Bali) jadi lebih enggak stressful juga karena aku kan suka ke pantai. Jadi kalau misalnya mumet gitu, bisa langsung ke pantai. Kalo di Jakarta kan, hiburannya paling mall-mall doang," ungkapnya.
Membahas tentang leisure, Sharon mengaku memiliki gaya hidup yang cukup berbeda dengan orang Jakarta yang biasanya WFB (Work From Bali) atau sudah hijrah ke Bali secara permanen.
Biasanya, kegiatan-kegiatan mereka antara lain melipir dan foto-foto di kafe atau bar yang hits dan lucu, kulineran, dan pastinya nongkrong ke beach club ternama untuk menikmati dunia gemerlap Bali yang berbeda auranya dengan di Jakarta.
Bahkan, Sharon pernah menggunakan aplikasi couchsurfing untuk menambah teman yang memiliki kesamaan hobi yaitu traveling dan mejelajah Bali.

Menurut PlayStore Google, Couchsurfing Travel App mengklaim dirinya sebagai cara terbaik untuk terhubung dengan orang lokal dan teman-teman dari berbagia belahan dunia untuk mencari teman travel bersama atau menjadi host bagi kampung halamanmu sendiri.
Sharon mengatakan bahwa ia sempat berkenalan dan ketemu beberapa kali melalui aplikasi tersebut, walau sebagian besar tidak lanjut.
Secara pribadi, Sharon lebih tertarik untuk menjelajahi keindahan alam Bali. "Terus, sudah sih, sejauh ini enggak pernah lihat orang-orang (Jakarta) yang explore Bali gimana ya, pasti cuma (mendatangi) kafe-kafe lucu atau foto-foto," paparnya. "I think it's kinda different for me. Karena aku lebih suka explore Bali. Jadi, that's how I see orang Jakarta (yang ke Bali)," jelasnya.
Di sisi lain, Sharon pun mengakui bahwa night life di Bali memiliki vibe yang berbeda dengan di Jakarta. "Aku bukan yang not into clubs banget, tapi memang club disini lebih fun daripada di Jakarta," ungkapnya. "Di Jakarta, aku sama sekali not interested. Kalau disini, aku suka, tetapi aku pilih-pilih teman, enggak mau sembarangan dan enggak berani dengan strangers," tambahnya.
Baca Juga:
Lima Destinasi Wisata di Gunung Kidul Berlakukan Pembayaran E-Ticketing

Menanggapi gaya hidup segelintir anak Jakarta yang tegolong 'hedon' di Bali, Sharon mengaku bahwa gaya hidup seseorang memang bergantung pada cara pandang mereka masing-masing.
"Mengenai lifestyle, I think balik lagi ke masing-masing orang. Of course, pasti tergantung gaji mereka berapa dan apakah mereka cukup dewasa untuk punya financial planning, jadi mereka enggak seboros itu," jelasnya.
"Atau, bisa jadi mereka masih dapat uang ekstra dari their parents jadi bisa agak hedon dikit. Jadi, kembali lagi ke masing-masing dan bagaimana cara mereka mengalokasikan uang mereka masing-masing," tambah Sharon.
Di sisi lain, Sharon yang telah mandiri secara finansial pun merasa bahwa harus ada batas-batas yang penting dalam bergaya hidup. Melihat pengalaman teman-temannya di Bali dengan pola pikir dan kondisi finansial yang beragam, Sharon merasa bahwa dirinya harus bisa 'tahu diri' ketika hidup sendiri.
"Kalau aku mikirnya, personally, aku biasa aja sih kehidupannya, aku ngebatesin aja. Karena aku ini kan sekarang officially tinggal sendiri, ngekos, hidup bener-bener sendirian. Beda dengan kuliah dan magang dulu pas biaya kosan dan lain-lain masih ditanggung orangtua. Jadi, aku sih sekarang harus tahu diri banget," tutupnya. (shn)
Baca Juga:
Alun-Alun Kidul Keraton Kasunanan Surakarta, Tempat Nongkrong Sambil Melihat Kerbau Bule
Bagikan
annehs
Berita Terkait
DPRD DKI Protes Tarif Buggy Wisata Malam Ragunan Rp 250 Ribu, Minta Dikaji Ulang

Wisata Malam Ragunan, DPRD Minta Pemprov DKI Sediakan Alternatif Angkutan Murah untuk Warga

Pemerintah Salahkan Undang-Undang Cipta Kerja Bikin Mudahnya Alih Fungsi Lahan di Bali

7 Alasan Hijrah Trail Harus Masuk Bucket List Petualangan di Arab Saudi

Polisi Sediakan WA dan QR Code untuk Laporan Cepat Gangguan Keamanan Hingga Kerusakan Fasilitas Umum

Night at the Ragunan Zoo Dibuka Hari ini, Harga Tiket Masuknya Mulai Rp 3.000

WNA Pengguna Kereta Api di Indonesia Tembus Setengah Juta, Yogyakarta jadi Tujuan Paling Favorit

Akhirnya Pengelola GWK Hancurkan Tembok Pembatasan Yang Halangi Akses Warga

5 Pesisir di Bali yang Berpotensi Alami Banjir Rob pada 7-11 Oktober

Makanan Halal Magnet Utama Pilihan Liburan Muslim Indonesia
