Rantai Distribusi Cadangan Beras Pemerintah Bikin Praktik Pengoplosan Beras Sistematis


Beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) ukuran 5 kg. ANTARA/HO-Humas Bapanas
MerahPutih.com - Praktik pengoplosan beras yang dilakukan pengusaha dapat merusak efektivitas kebijakan pangan, menciptakan distorsi pasar, hingga membahayakan stabilitas sosial apabila dibiarkan meluas.
“Ketika masyarakat menemukan bahwa beras yang mereka beli, bahkan dari program subsidi yang pernah dilakukan uji tidak sesuai mutu atau bobot, maka kepercayaan publik terhadap negara sebagai penyedia pangan akan runtuh,” ujar Kepala Pusat Makroekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman.
Ia mengatakan, praktik ini dapat menciptakan ketidakstabilan harga dan memperbesar jurang antara regulasi dan kenyataan pasar.
"Negara harus hadir secara tegas, tidak hanya dengan retorika, tetapi dengan sistem yang mampu menutup seluruh celah penyimpangan," katanya.
Baca juga:
Pengoplosan Beras Ancam Negara, Indef Desak Presiden Turun Tangan
Modus beras oplosan terus hidup karena lemahnya pengawasan pada titik distribusi akhir, tidak adanya sistem pelacakan yang kredibel, serta longgarnya mekanisme kontrol atas mitra distribusi Perum Bulog.
Rantai distribusi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang panjang dan tidak transparan menciptakan ruang bagi aktor-aktor di hilir untuk menyisipkan praktik pengoplosan secara sistematis.
“Ini diperburuk oleh absennya early warning system berbasis data, serta tidak adanya pembenahan menyeluruh dalam tata kelola logistik dan sertifikasi penyalur. Selama logika ekonomi masih menguntungkan pelaku, dan sanksi tidak memberikan efek jera, sistem ini akan terus berputar,” ujar Rizal.
Ia merekomendasikan pemerintah perlu mengubah pendekatan dari yang bersifat reaktif berbasis razia dan inspeksi dadakan, menjadi berbasis sistem pengawasan cerdas yang terintegrasi dan forensik.
Diperlukan digitalisasi rantai distribusi CBP dengan sistem pelacakan QR atau barcode yang dapat dimonitor secara publik, serta pembaruan sistem mitra Bulog, audit berkala, dan pembentukan daftar hitam pelaku oplosan harus menjadi standar kebijakan.
“Tanpa mekanisme sanksi administratif yang keras seperti pencabutan izin permanen dan pemiskinan korporasi pelaku praktik ini akan terus berulang dengan wajah yang berbeda,” ujar Rizal. (*)
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
DPRD DKI Desak Pemprov Buat Strategi Khusus untuk Pangan Jelang Nataru, Jangan Sampai Warga Kekurangan Stok Beras Hingga Daging

Mayoritas Harga Pangan pada Rabu (17/9) Turun, Beberapa Komoditas Justru Meroket

Harga Beras Turun, Penyaluran Beras SPHP Diklaim Telah Menurunkan Inflasi

Ritel Moderen Bakal Diguyur Beras SPHP, Distribusi Dimulai September 2025

400 Ribu Ton Beras SPHP Sudah Disalurkan Buat Kendalikan Harga, Koperasi Merah Putih Dapat Jatah

Mentan Ogah Kompromi ke Pelaku Praktik Curang Beras dan Pupuk, Sangat Rugikan Petani

Tinjau Pasokan Bahan Pokok di Pasar Nyanggelan Bali, Mendag Busan: Stok Cukup, Harga Terkendali

Pemprov DKI Akui Stok Beras Premium di Jakarta Alami Penurunan, Sejumlah Faktor Jadi Penyebab Kelangkaan

Harga Beras Mulai Turun, Pemerintah Diminta Gencarkan Operasi Pasar

Harga Beras di Retail Moderen Bisa Capai Rp 130 Per 5 Kilogram, YLKI Pertanyakan Stok Beras Melimpah
