PPDB 2020 Dinilai Terlalu Dipaksakan

Zulfikar SyZulfikar Sy - Senin, 08 Juni 2020
PPDB 2020 Dinilai Terlalu Dipaksakan

Persiapan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA. ANTARA/Nur Suhra Wardyah

Ukuran:
14
Audio:

MerahPutih.com - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengkritik pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun ini yang terlalu dipaksakan.

Kebijakan ini dinilai tidak manusiawi karena digelar di tengah masyarakat yang tengah mengalami kesulitan akibat pandemi virus corona.

Baca Juga:

219.996 Siswa Negeri se-DKI Masuk Hari Pertama Hasil PPDB

Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan, PPDB tanpa mempertimbangkan kondisi sosial-ekonomi yang mendera masyarakat Indonesia, khususnya rakyat kecil.

Untuk makan saja mereka tak tercukupi, apalagi untuk bayar pendaftaran sekolah, uang gedung, dan juga kuota internet untuk mengawal proses PPDB.

"Ini sungguh kami menilai sebagai kebijakan yang tidak manusiawi," kata Ubaid kepada wartawan, Senin (8/6).

Sepanjang pandemi ini, JPPI mendapat pengaduan dari masyarakat terkait rencana pemerintah untuk membuka kembali sekolah, juga soal memaksakan PPDB dan dimulainya tahun ajaran baru bulan Juli mendatang.

Dari semua pengaduan yang terkumpul, hanya ada 24 persen yang setuju dengan PPDB dan tahun ajaran baru pada Juli 2020.

Sisanya, sebanyak 59 persen setuju diundur sampai situasi pandemi berakhir, dan sebesar 17 persen bahkan setuju tahun ajaran baru diundur hingga Januari 2021.

"Ini menunjukkan bahwa masyarakat memang masih belum siap untuk menghadapi tahun ajaran baru," tegasnya.

Dari data yang dihimpun, kata Ubaid, salah satunya karena orang tua terkendala ekonomi karena terdampak COVID-19. Banyak uang yang harus dikeluarkan oleh orang tua saat PPDB. Karena pada kenyataannya, proses PPDB tetap berbayar, apalagi di jenjang SMA/SMK/MA dan juga sekolah-sekolah swasta.

"Ini sangat memberatkan orang tua. Biaya SPP semester kemarin saja banyak yang nunggak, apalagi harus bayar untuk PPDB tahun ini," tegas Ubaid.

Ilustrasi. (ARIF FIRMANSYAH/ARIF FIRMANSYAH)
Ilustrasi. (ARIF FIRMANSYAH/ARIF FIRMANSYAH)

Alasan yang banyak diungkapkan orang tua adalah pelaksanaan PPDB online atau daring yang tidak akan berjalan efektif.

Pada situasi normal saja, seperti pada tahun-tahun sebelumnya, PPDB daring menuai banyak masalah, apalagi sekarang di situasi pandemi, tentu sangat tidak efektif.

"Tahun lalu, PPDB online saja harus ngantri datang ke sekolah dari subuh untuk bisa memasukkan data, bagaimana dengan sekarang? Kemungkinan besar kekacauan akan kembali terulang," ujarnya.

Kemudian alasan yang paling banyak diungkapkan orang tua yaitu khawatir putra putrinya terpapar COVID-19 karena pandemi belum usai.

Ini dihawatirkan oleh orang tua karena anak-anaknya berpeluang besar terpapar COVID-19 jika sampai beberapa sekolah di zona hijau menetapkan kebijakan untuk membuka kegiatan tatap muka.

Banyak sekolah yang belum siap menerapkan protokol kesehatan penanganan covid-19 karena keterbatasan sarana dan juga sumber daya.

Pertimbangan lain adalah pembelajaran online yang selama tiga bulan pandemi ini tidak berjalan optimal.

"Selama pandemi, pemebelajaran dilakukan di rumah dengan menggunakan cara online. Ini berjalan tidak efektif, karena keterbatasan sarana dan juga akses," jelas Ubaid.

Belum lagi soal kesiapan guru dan tenaga kependidikan. Saat ini banyak guru dan tenaga kependidikan yang juga terdampak COVID-19. Banyak di antara mereka yang terkendala dalam memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran.

"Tentu saja jika ini dipaksakan, pembelajaran tidak akan optimal," tegas Ubaid.

Baca Juga:

Sistem PPDB Online Bikin Bingung Orang Tua Murid

Ubaid menjelaskan tahun ajaran baru pun juga harus diundur setidaknya paling cepat menjadi Januari 2021.

Alasannya agar sekolah dapat mempersiapkan segala sesuatu dengan matang untuk belajar di tengah pandemi.

"Khawatir terpapar COVID-19 karena pandemi belum usai. Ini dikhawatirkan oleh orang tua karena anak-anaknya berpeluang besar terpapar COVID-19. Banyak sekolah yang belum siap menerapkan protokol COVID-19 karena keterbatasan sarana dan juga sumber daya," jelas dia.

Pembelajaran jarak jauh yang telah berjalan tiga bulan lebih selama ini dianggap tidak optimal dan efektif. Masih banyak siswa maupun guru yang memiliki keterbatasan sarana dan akses terhadap teknologi media pembelajaran.

"Sambil menunggu pandemi usai, sekolah dan institusi pendidikan lain perlu mempersiapkan diri untuk dapat menerapkan protokol kesehatan. Ini langkah pencegahan supaya tidak terjadi penyebaran covid-19 di sekolah jika sewaktu-waktu sekolah dibuka kembali," ungkapnya.

Di samping itu, JPPI juga mengusulkan agar biaya sekolah digratiskan bagi siswa yang kondisi ekonomi keluarganya terdampak covid-19. Ubaid menyebutkan mereka harus mendapat kebijakan afirmasi agar tidak putus sekolah. (Knu)

Baca Juga:

Kecewa Ada SK Domisili Palsu, Warga Solo Gelar Aksi Tunggal Tolak PPDB Online

Bagikan
Ditulis Oleh

Zulfikar Sy

Tukang sihir
Bagikan