Polemik Pidato Anies, Frans Tshai: Yang Pribumi itu Siapa sih?
Politisi dan Wakil Ketua Dewan Pembina FPAB, Dr. Frans Tshai (MP/Dickie Prasetia)
MerahPutih.Com - Dikotomi pribumi dan non pribumi sudah dihapus melalui Inpres Nomor 26 Tahun 1998. Instruksi Presiden tersebut dengan terang benderang menghentikan pemakaian istilah pribumi dan non pribumi dalam segala bentuk penyelenggaraan pemerintahan.
Dus, konsekuensi hukumnya jelas. Barang siapa apalagi penyelenggara negara seperti gubernur, bupati, camat, lurah dan semua perangkatnya yang masih menggunakan istilah pribumi dan non pribumi melawan Inpres No 26 Thn 1998.
Politisi yang juga aktivis Tionghoa, Frans Tshai mengajak semua pihak untuk lebih jernih dan bijak melihat dikotomi pribumi dan non pribumi sebagai jargon kolonial. Sebab, menurut kader Partai Demokrat ini, pribumi dan non pribumi sudah tidak relevan lagi. Meski kata pribumi sekelebat disinggung dalam pidato politik Anies Baswedan yang nota bene Gubernur DKI Jakarta.
“Sudah tidak relevan lagi istilah warga keturunan dan warga asli. Sebab kita tidak pernah minta dilahirkan dari suku, ras dan agama apapun. Prinsipnya kita ini dimanapun kita berada hendaknya bisa berguna bagi sesama, “ujar Frans Tshai secara khusus kepada merahputih.com di Gading Serpong, Selasa (17/10).
Frans Tshai menjelaskan bahwa dalam konteks Indonesia, sebetulnya istilah pribumi dan non pribumi lebih merujuk kepada rekayasa bahasa yang secara politis dipakai mengucilkan kelompok tertentu.
“Istilah pribumi dan non pribumi itu warisan zaman dulu. Kalau kita terus hidup di masa lalu, kita tidak pernah akan ke depan. Secara politis, istilah itu dipakai untuk mengucilkan sekelompok manusia, warga negara yang dikatakan pribumi, “terang Frans.
Wakil Ketua Dewan Pembina Forum Persaudaraan Anak Bangsa (FPAB) ini secara retoris mempertanyakan, siapa yang dimaksudkan pribumi dan non pribumi di Tanah Air.
“Sekarang saya bertanya, yang pribumi itu siapa sih? Orang Kalimantan, pribuminya siapa? Saudara-saudara dari suku Dayak, emang dia datang lebih dulu akhirnya ke pedalaman. Suku lain yang datang belakangan, mendiami pesisir, demikian juga yang lain-lain sama saja. Jadi jangan main klaim pribumi dan non pribumi karena itu sangat-sangat tidak baik. Kalau orang Jawa ke Kalimantan Barat, apakah dia disebut pribumi? Saya bilang bukan. Karena dia lahir di Jawa dan bukan Kalimantan Barat, “papar Frans seraya mencontohkan Bung Karno sebagai figur pemersatu bangsa yang ulung.
Frans Tshai menyarankan cara terbaik menghentikan pemakaian dikotomi pribumi dan non pribumi dalam masyarakat melalui disiplin penegakan hukum.
“Salah satu masalah kita adalah disiplin. Khususnya disiplin dalam menegakan hukum. Aturan banyak, tapi kalau tidak ditegakan orang tidak takut melanggarnya. Jelas-jelas yang mengenai pribumi dan non pribumi udah melanggar, ada ga yang berani berinisiatif mengatakan telah terjadi pelanggaran dan sanksinya apa, “tegas Frans.
Sebab, menurut Frans hukum harus menjadi panglima di tengah anomali sosial politik. Dengan tindakan hukum yang tegas, niscaya dikotomi yang bersifat memecah-belah persatuan bangsa dapat teratasi.
“Kalau ini bisa ditegakan maka akan menjadi contoh bagi orang-orang di masa mendatang akan paham bahwa hal itu boleh lagi karena pemerintah atau negara bertindak tegas melindungi setiap komponen bangsa, tidak membeda-bedakan mereka, “katanya.
Politisi yang mengaku mendapat banyak pertanyaan dan aduan masyarakat terkait pernyataan pribumi dalam pidato Anies Baswedan itu menyatakan, bahwa saat ini bukan masalah pribumi dan non pribumi yang menjadi persoalan utama bangsa. Masih banyak masalah lain yang butuh perhatian serius dari semua komponen bangsa.
“Sudah tidak relevan lagi istilah warga keturunan dan warga asli. Sebab kita tidak pernah minta dilahirkan dari suku, ras dan agama apapun. Prinsipnya kita ini dimanapun kita berada hendaknya bisa berguna bagi sesama. Saya ingin mengutip pernyataan fisikawan Albert Einstein bahwa hanya hidup berguna bagi orang lain adalah hidup yang bermakna. Ini pernyataan yang sangat dalam maknanya, “pungkas Frans Tshai.(*)
Bagikan
Berita Terkait
Disebut PBB Jakarta Berpenduduk 42 Juta, Gubernur Pramono: Angka Itu Aglomerasi Jabodetabek
Reuni 212 di Monas, Gubernur Pramono Imbau Warga Jaga Keamanan Jakarta
Jakarta Targetkan Masuk 50 Kota Global 2030, Gubernur Pramono Ungkap Langkah Konkret di Berlin
Gubernur Pramono Pastikan KJP Plus Pelaku Ledakan SMAN 72 Tidak Dicabut
Promono Belum Putuskan Kenaikan UMP Jakarta 2025 Sesuai Kemauan Buruh Rp 6 Juta
Soal Kabar Tarif LRT Velodrome-Manggarai Sampai Rp 60 Ribu, Gubernur Pramono: Jadi Saja Belum
Berkelakar soal Isu Pakan Hewan Taman Margasatwa Ragunan Dibawa Kabur Petugas, Gubernur Pramono: Kalau Benar, Harimaunya Saya Keluarin
Gubernur Pramono Buka-bukaan, Banyak Siswa SMAN 72 Ingin Pindah Sekolah Pasca Ledakan
Gubernur Pramono Anung Instruksikan Penertiban Sopir JakLingko yang Tidak Disiplin
Normalisasi Kali Krukut Dipersoalkan PKS, Gubernur Pramono Janji Lakukan Sosialisasi ke Warga