Perubahan Iklim Berdampak pada Seasonal Fashion
Jenama fesyen masa kini lebih berfokus ke busana serbaguna. (Foto: freepik/jcomp)
DI negara dengan empat musim, fesyen berkembang sangat pesat. Tiap musim selalu mengadakan runway seasonal untuk menampilkan busana-busana sesuai dengan musim yang akan datang.
Namun, mengingat keadaan bumi yang semakin panas, siklus pergantian musim jadi terganggu. Menyadari climate change yang menghantui bumi ternyata berdampak bagi industri fesyen, terutama seasonal fashion.
Baca Juga:
Contohnya saja musim dingin, curah hujan yang tinggi, dan kekeringan di seluruh Eropa. Cuaca semakin sulit diprediksi setiap bulannya yang memengaruhi demand dari pembeli fesyen.
Menyambut musim dingin, jenama fesyen biasanya membuat busana yang tebal-tebal dan melibatkan bulu. Namun, sekarang musim dingin saja terasa panas. Alhasil, pembeli mengabaikan koleksi musim dingin karena tidak lagi diperlukan. Perilaku mereka menjadi lebih sulit diprediksi.
Di Italia, climate change berdampak pada penjualan pakaian musim panas. Musim panas biasanya mulai pada Juni hingga Agustus yang artinya busana musim panas seharusnya sudah dijual beberapa minggu sebelum musim panas berlangsung.
Baca Juga:
Namun, nyatanya OVS dan Pianoforte menunda penjualan diskon busana musim panas mereka. Di Italia busana musim panas justru baru akan dipasarkan pada akhir Juli. Musim panas di benua Eropa semakin mundur dari bulan yang seharusnya terjadi.
Mengutip Euro News, pembeli sudah tidak tertarik lagi pada busana seasonal dikarenakan cuaca yang sulit diprediksi. Mereka mulai beralih dan berinvestasi ke busana yang serbaguna tak bergantung pada musim.
Menurut laporan Weather to Shop 2018 dari Kantor Met Inggris dan Konsorsium Ritel Inggris, perbedaan suhu dapat mengurangi penjualan pakaian perempuan sebesar EUR 12,7 juta atau setara dengan Rp 204 miliar untuk setiap derajatnya lebih hangat dari tahun sebelumnya.
Angka di atas bukanlah jumlah yang sedikit. Untuk mencegah terjadinya kerugian sebanyak itu dibutuhkan sistem analitik data canggih yang berfungsi untuk mempertimbangkan pola cuaca yang akan muncul agar dapat mengurangi dead stock dari para pegiat industri fesyen. Alat ini dapat digunakan untuk membantu busana yang tidak serbaguna tetap bertahan dan tidak bankrupt. (kmp)
Baca Juga:
Bocoran Desain Gaun Cinta Laura dan Putri Marino di Cannes Film Festival 2023
Bagikan
Berita Terkait
UNTOLD Stories: di Balik Outfit Kece Atlet Indonesia untuk SEA Games Thailand 2025
‘Light and Shape’: ESMOD Jakarta Rayakan Inovasi Mode dari Desainer Muda di Creative Show 2025
UNIQLO Gandeng BABYMONSTER untuk Koleksi UT Terbaru, Tampilkan Desain Edgy dan Playful
Thrifting makin Digandrungi, Industri Tekstil dalam Negeri Ketar-Ketir
Tumbler Viral, Lebih daripada Gaya Hidup Sehat tapi Fashion Statement
Panduan Thrifting Jakarta, Rekomendasi Seru dari Blok M Square hingga Pasar Santa
Menenun Cerita Lintas Budaya: Kolaborasi Artistik Raja Rani dan Linying
JF3 Fashion Festival Bawa Industri Mode Indonesia ke Kancah Global, akan Tampil di Busan Fashion Week 2025
Dari Sneakers Langka hingga Vinyl Kolektibel, Cek 3 Zona Paling Hits di USS 2025
USS 2025 Resmi Dibuka: Lebih Megah, Lebih 'Kalcer', dan Penuh Kolaborasi Epik