Perlakuan-Perlakuan yang Menempatkan Konsumen Sebagai Musuh


para pebisnis kerap berpikir bahwa konsumen akan mencurangi atau membohonginya. (Foto: Unsplash/GR Stock)
KONSUMEN adalah raja. Itulah ungkapan yang bertahan lama di dunia bisnis. Ungkapan itu muncul dari gagasan bahwa jika pedagang ingin untung, mereka harus menempatkan kepuasan konsumen sebagai prioritas tertingginya.
Gagasan ini berkembang dari tiga perintis usaha retail di Amerika Serikat pada 1910-an : Harry Gordon Selfridge, John Wanamaker, dan Marshall Field. Mereka mendorong para pebisnis untuk menangani keluhan konsumen. Sebab, konsumen adalah kunci keberlanjutan bisnis.
Seiring waktu, banyak pebisnis mulai mengabaikan gagasan ini. Mereka berpikir bisnis berkembang karena kemampuan manajerial mereka dalam mengatur neraca keuangan dan penyususunan strategi pemasaran. Tindakan-tindakan yang mereka lakukan terhadap konsumen tanpa disadari telah menempatkan konsumen sebagai musuh daripada raja.
Constantine Edward, seorang ahli pemasaran digital sekaligus wiraswastawan, memberikan beberapa contoh perlakuan pebisnis atau penjual yang menempatkan konsumen sebagai musuh dan sukses membuat konsumen lari.
Yang pertama, memperlakukan mereka selayaknya penjahat. Sepengalaman Constantine, para pebisnis kerap berpikir bahwa konsumen akan mencurangi atau membohonginya. Para pebisnis juga tidak mempercayai para konsumennya. Mereka tak yakin konsumen dapat melakukan tindakan yang benar. Kalau pebisnis berpikir sebaliknya, mereka akan terlihat bodoh.
Baca Juga:

Yang kedua, mempersulit akses mereka pada teknologi terbaru. Salah satunya dilakukan dengan menolak pembatalan pemesanan mereka secara daring. Tak ada layanan chat langsung. "Sebagai gantinya, mereka harus menghubungi nomor telepon dan melakukannya melalui sistem otomatis yang mengajukan pertanyaan seputar pembatalan pemesanan untuk membantu konsumen menemukan opsi yang tepat," kata Constantine dalam unleashcash.com.
Selain itu, tidak membalas e-mail konsumen secara langsung dan cepat akan membuat mereka merasa diperlakukan sebagai musuh. Banyak penjual mengarahkan konsumen untuk melakukan cara lama dalam pengaduan layanan. Tujuannya agar konsumen kesulitan membatalkan pesanannya.
Masih berhubungan dengan akses layanan teknologi, perlakuan tidak bersahabat pebisnis lainnya kepada konsumen ialah memberikan seluruh nama akun dan kata sandi konsumen secara bebas ke setiap orang. Akun dan kata sandi itu bahkan diketahui oleh staf atau karyawan pemilik usaha. Jelas tidak nyaman jika orang lain mengetahui akun dan kata sandimu.
Selanjutnya, pebisnis kerap mengabaikan kejelasan informasi kontak penjual atau pemilik usaha. Sampai-sampai konsumen frustrasi hanya untuk mencari informasi kontak tersebut. Entah itu e-mail, telepon, atau alamat kantor. Mereka seperti sedang mencari jarum di tumpukan jerami.
Yang ketiga, pebisnis atau pemilik usaha justru mengarahkan konsumen untuk datang ke kantornya langsung. Ketika tersedia saluran telepon dan kemudahan teknologi yang bisa digunakan oleh konsumen, mereka tidak memanfaatkannya. Dengan begitu, konsumen tak punya pilihan selain mendatangi kantor atau toko pemilik usaha. Ini jelas membuang-buang waktu berharga konsumen.
Yang keempat, bertele-tele menghadapi keluhan konsumen di telepon. Banyak staf atau karyawan pemilik usaha enggan menghadapi konsumen di saluran telepon. Mereka memang mendengarkan keluhan konsumen, tapi tak memberikan kepastian atas keluhan tersebut. Yang lebih parah, tak jarang mereka melempar konsumen ke bagian staf atau karyawan lainnya. Dipingpong istilahnya.
Baca Juga:

Yang kelima, merekrut karyawan baru yang tak tahu apa-apa tentang layanan konsumen dan enggan melatih karyawan tersebut. Karyawan seperti ini diharapkan belajar secara mandiri. Mereka harus mempelajari manual atau Standar Operasional Prosedur usaha sendirian. Tak ada bantuan apapun dari pemilik usaha untuk meningkatkan kualitas karyawan atau stafnya.
Pemilik usaha meyakini karyawan harus berkembang dan membantu dirinya sendiri tanpa harus menunggu uluran tangan orang lain. Keputusan ini rentan membuat gesekan antara konsumen dengan karyawan baru.
Yang keenam, menghapus sample gratis dari toko atau situs webmu. Dengan cara ini, kamu akan menghemat anggaran. Tapi buat konsumen, cara ini akan memperlihatkan bahwa toko atau usahamu pelit dan tak layak dibeli.
Yang ketujuh, memasang tanda "Kami Tidak Menerima Retur atau Penukaran Barang". Banyak sekali toko daring atau luring memasang tanda ini besar-besar. Tujuannya mungkin untuk menghilangkan kerepotan atau kerugian.
Kalaupun ada yang menerima retur atau penukaran barang, biasanya toko tersebut akan membebankan biaya pengiriman kepada konsumen. Dari sisi konsumen, cara ini ampuh untuk membuat mereka sebagai musuh daripada aset terbesar toko tersebut. Karena itu, mereka akan mencari toko lain yang memperlakukannya sebagai raja.
"Pada titik ini, jelas bahwa perusahaan yang tidak mencoba belajar dari konsumen dan terhubung dengan mereka dengan persyaratan mereka akan kalah," kata Constantine.
Saat ini, konsumen memiliki banyak kekuatan. Mereka dapat menggunakan media sosial untuk menyebarkan opini mereka tentang suatu jenama dalam hitungan menit. Jika konsumen diperlakukan seperti musuh alih-alih aset terbesar, kamu tidak akan punya apa pun lagi saat mereka berbalik melawanmu. (dru)
Baca Juga:
Bagikan
Hendaru Tri Hanggoro
Berita Terkait
7 Tanda Pelanggan yang Patut untuk DIhindari

Ketahui, Konsumen yang Baik Tak Selalu Menguntungkan

Demi Cuan, Kenali Karakter Pelanggan yang Baik

Produk dan Umpan Balik Menentukan Sikap Pelanggan

Konsumen Baik Vs Buruk: Haruskah Membedakan Pelayanan?

Karakteristik Anti Ribet Para Konsumen di Era Digital

Sangat Penting Membangun Relasi dengan Konsumen

Tanggapi Keluhan Pelanggan dengan Cara yang Tepat

Pandemi COVID-19 Membentuk Tipe Konsumen Baru

Pentingnya Meningkatkan Pelayanan Konsumen Setelah Pandemi
