Peraturan KPU Soal Survei Dinilai Belum Memadai


Ilustrasi Survei. (Foto: Pixabay)
MerahPutih.com - Peneliti Senior Founding Fathers House (FFH) Dian Permata menilai peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengatur tentang survei belum memadai untuk melindungi kepentingan publik.
"Aturan itu baru sebatas untuk memaksa lembaga survei untuk memenuhi tuntutan akuntabilitas dari produknya," katanya seperti dilansir Antara, Jumat (23/3).
Aturan dimaksud adalah Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2017 tentang Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Umum (Pemilu), Pada Pasal 49 disebutkan, hasil survei atau jajak pendapat diumumkan ke publik dengan pemberitahuan sumber dana, metodologi, jumlah responden, dan tanggal pelaksanaan.
"Aturan itu belum sepenuhnya dapat menjangkau untuk menilai apakah sebuah produk riset dari sebuah lembaga survei dikatakan tidak membohongi para pemilih," kata Dian.
Dian memberikan contoh salah satunya melalui teknik pertanyaan yang disampaikan kepada responden. Sebagai contoh, jika A (nama samaran kepala daerah saat ini atau petahana) berhasil mengurangi angka pengangguran, siapakah yang akan bapak atau ibu pilih sebagai calon kepala daerah pada pilkada mendatang? Pilihan jawabannya, ada kandidat A, B, C, dan seterusnya.
"Di sini responden atau pemilih sudah mulai digiring pada pilihan kandidat A. Atau menempatkan angka yang salah. Seperti angka tingkat kesukaaan publik lebih tinggi daripada angka tingkat keterkenalan seorang tokoh," katanya.
Dian mengungkapkan, pengaturan seperti yang dinyatakan dalam PKPU Nomor 8 Tahun 2017 itu merupakan perulangan dari pengaturan kedua rezim komisioner sebelumnya di KPU yang sama-sama mengundang pro dan kontra.
Pada rezim Abdul Hafiz Anshari (2007-2012) persoalan ini pernah diulas. Begitu pula di rezim Husni Kamil Malik (2012-2017).
Menurut Dian, kembali hidupnya pasal pengaturan itu dilatarbelakangi maraknya hasil survei yang berseliweran di ranah publik. Pangkal persoalannya adalah kerap adanya perbedaan di antara hasil riset yang dilakukan oleh sejumlah lembaga riset.
"Perbedaan itu tidak kali ini saja. Ilmu ini tergolong baru dan tengah membentuk dirinya. Terkait hasil survei biarlah masyarakat yang menilai," katanya.
Menurut Dian, cara cepat dan sederhana untuk menilai sebuah produk riset dari lembaga survei adalah dengan melihat komponen utama, yakni jumlah responden, tingkat kepercayaan, dan "margin of error".
"Jika ketiganya valid maka secara metodologi dapat dipertanggungjawabkan," kata Dian seraya menambahkan bahwa publik juga dapat menggunakan fasilitas hitung cepat di http://www.raosoft.com/samplesize.html.
Untuk memitigasi isu ini, FFH pernah memberikan pelatihan cara mendeteksi dini dan mengidentifikasi secara sederhana hasil riset yang dilaksanakan oleh lembaga survei pada rezim pemilu. Saat itu yang diberikan pelatihan adalah wartawan sebagai garda terdepan dalam memublikasikan hasil riset dari lembaga survei. (*)
Bagikan
Berita Terkait
Digugat Dahlan Iskan Soal Utang Deviden Rp 54,5 Miliar, Ini Penjelasan Jawa Pos

Survei IPO: Kinerja Presiden Prabowo Subianto Dinilai Memuaskan, Program MBG Unggul di Mata Publik

Dedi Mulyadi Raih Tingkat Kepuasan Kinerja Tertinggi Pulau Jawa, Terendah Gubernur Banten

Hasil Survei: Hasan Nasbi Anggota Kabinet Prabowo 'Paling Dibenci’ Netizen

Kepuasan Publik di Awal Kepemimpinan Prabowo Lebih Tinggi Dibanding Jokowi

Hasil Survei Litbang Kompas: 80,9 Persen Rakyat Puas dengan Kinerja Prabowo-Gibran

Metodelogi Survei OCCRP Tetapkan Jokowi Tokoh Terkorup Dunia Dicap Lemah

Survei PIlgub Jateng SMRC-Indikator Janggal, Persepi Harus Bongkar Data

Persepi Didesak Panggil SMRC dan IPI Akibat Hasil Survei Pilgub Jateng Berbeda

Survei Litbang Kompas Menunjukkan Pramono-Rano Unggul, Ridwan Kamil: Bukan Penentu Takdir
