Peran Penting Orang Tua dan Guru untuk Cegah Remaja Kecanduan Gawai


Guru dan Orang Tua harus berkolaborasi untuk mencegah remaja kecanduan gadget. (Foto: pixabay/pexels)
DI ERA digital ini banykak sekali remaja yang kecanduan gawai, bahkan hingga menyebabkan mereka malas untuk melakukan berbagai hal, termasuk belajar. Karena itu, orang tua bersama guru bimbingan dan konseling (BK) perlu berkolaborasi memantau risiko kecanduan gawai pada remaja.
Hal tersebut dipaparkan langsung oleh Widyaiswara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Ana Susanti, M.pd CEP, CHt. Ana menyebutkan bahwa kerjasama guru dan orang tua sangat penting.
"Guru BK harus bekerja sama dengan orang tua mengenali tanda dan gejala awal yang mengarah atau berisiko tinggi kecanduan itu. Kemudian, guru BK perlu melakukan intervensi yang diperlukan untuk mencegah atau menemukan dampak merugikan dari penggunaan smartphone," jelas Ana pada webinar Remaja dan Gawai seperti dilansir Antara.
Baca juga:

Pada survei yang dilakukan oleh Gregorio Serra dari Unit of Pediatrics di Campus Bio-Medico University, Roma, Italia pada Juli 2021, gawai sebenarnya tidak terlalu berdampak buruk para remaja, khususnya pada saat pandemi COVID-19.
Survei yang melibatkan sekitar 5.000 orang berusia 14-18 tahun itu, menunjukan adanya perubahan tujuan penggunaan gawai di kalangan remaja, yakni pada koneksi manusia, pembelajaran dan hiburan. Survei menunjukan penggunaan gawai memberikan dukungan psikologis serta sosial selama pandemi COVID-19, sebagai akibat dari tindakan pengendalian infeksi virus.
Namun, di sisi lain, gawai memberikan sebuah dampak negatif, yaitu peningkatan signifikan dari penggunaan berlebihan serta kecanduan. Sebelum pandemi, orang yang berisiko mengalami kecanduan gawai lebih tinggi, tapi setelah pandemi risikonya lebih rendah.
Menurut Ana Susanti, dalam menanggulangi kecanduan anak pada gawai ada sebuah teknik yang dinamakan Emotional Freedom Techniques (EFT). Sedikit informasi, EFT termasuk pengobatan alternatif untuk mengatasi rasa sakit fisik dan tekanan emosional.

Penggunaan teknik tersebut meyakini pelakunya untuk mengetuk tubuh untuk bisa menciptkan keseimbangan dalam sistem energi dan mengobati rasa sakit. Menurut pengembangnya yakni Gary Craig, gangguan energi menjadi penyebab utama semua emosi serta rasa sakit negatif.
Baca juga:
Kendati masih harus dalam penelitian lebih lanjut, EFT sudah digunakan untuk mengobati orang yang mengalami kecemasan dan orang dengan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).
"Kami melayani untuk menanggulangi anak-anak yang kecanduan ini dengan menggunakan Emotional Freedom Techniques. Sebagian berhasil, sebagian lagi masih berproses. Untuk bisa lakukan intervensi, mempertahankan perkembangan fisik dan psikologis yang memadai serta hubungan sosial yang sehat," ujar Ana.
Selain itu, Ana menjelaskan, terkait kolaborasi antara guru BK dan orang tua harus mengidentifikasi beberapa hal. Yakni memilih anak-anak ynag memiliki keterfokusan dalam penanganan masalah kecanduan lebih cepat.
"Itu yang dilakukan lebih dalam terkait bagaimana melakukan asesmen anak-anak yang perlu mendapatkan bantuan di lapangan," tutupnya. (Ryn)
Baca juga:
Bagikan
Berita Terkait
POCO F8 Ultra Sudah Raih Sertifikasi NBTC, Kemungkinan Debut Global dalam Waktu Dekat

Bocoran OPPO Reno 15 Pro Max Terungkap, Berikut Spesifikasi Lengkapnya!

DxOMark Sebut iPhone 17 Pro Punya Kamera Selfie Terbaik, Kalahkan Google dan Honor

10 Smartphone Terbaru 2025 di Indonesia, Pilihan Terbaik untuk Semua Budget

Anomali Apple: iPhone Air Kurang Laris, Tapi Produksi iPhone 17 Malah Diborong Habis

iPhone 18 Pro Bakal Dilengkapi Kamera Aperture Variabel, Kerja Sama dengan 2 Perusahaan Tiongkok

OPPO Find X9 Series Meluncur Global 28 Oktober, ini Spesifikasi Lengkapnya

Samsung Bakal Hentikan Seri Edge, Bagaimana Nasib Galaxy S26?

OPPO Find X9 dan Find X9 Pro Meluncur, Bawa Dimensity 9500 hingga Baterai 7.500mAh

Xiaomi 18 Mulai Digarap, Tetap Bawa 'Magic Back Screen' dan Rilis Tahun Depan
