Pakar Sebut Jaksa Tidak Bedakan Penyitaan dan Perampasan Aset di Kasus Asabri-Jiwasraya


Asabri. (Foto: Antara)
MerahPutih.com - Kejaksaan diminta memahami perbedaan penyitaan dan perampasan di dalam KUHAP tertama terkait kasus Jiwasraya dan Asabri. Penegak hukum harus hati-hati dalam melakukan kedua upaya tersebut dalam rangka pemulihan aset hasil tindak pidana korupsi.
"Penyitaan dan perampasan di dalam KUHAP adalah istilah yang berbeda, tindakannya juga tidak sama antara penyitaan dan perampasan," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Eva Achjani Zulfa dalam diskusi Perilaku Abuse of Power Berkedok Penegakan Hukum, akhir pekan lalu.
Menurut dia, barang yang disita adalah barang yang berkaitan dengan tindak pidana, barang hasil dari tindak pidana, barang yang dipakai untuk satu tindak pidana, atau barang yang berhubungan langsung dengan tindak pidana.
Baca Juga:
Kejari Bantarkan Ilham Wardhana, Tersangka Kasus Asabri Sisa Delapan Orang
"Nah, di luar itu barang-barang yang tidak berhubungan langsung, yang tidak ada kaitannya dan tidak dipakai untuk satu tindak pidana, yang bukan merupakan hasil dari tindak pidana, tidak boleh disita. Kita kan membacanya kontra riil seperti itu. Karena memang tujuannya terbatas untuk mencari barang bukti dari suatu tindak pidana," kata dia.
Ia menegaskan, penyidik harusnya melakukan verifikasi atau klasifikasi secara detil terhadap suatu barang sehingga dapat diketahui dengan pasti barang tersebut terkait atau tidak dalam suatu tindak pidana.
"Penyidikan itu seharusnya bukan hanya sekedar investigasi membuktikan unsur, tapi juga proteksi oleh mereka sebagai alat negara yang menjaga hak-hak masyarakat yang menjadi korban dari sistem. Untuk itulah penyidik wajib meng-coding alias memilah barang atau aset-aset yang disita," ujar Eva.
Ia menegaskan, jika diketahui ada barang milik pihak ketiga yang kemudian tersita, maka seharusnya harus dikembalikan segera ke pemiliknya.
"Ini kaitannya dengan the rights of property dalam HAM yaitu hak untuk memiliki sesuatu dan menggunakannya, termasuk pula hak untuk membeli maupun menjual sesuatu."
Eva mengkritisi penggunaan pasal 45 KUHAP yang menjadi dasar Kejaksaan Agung melelang sejumlah aset yang diduga terkait perkara Asabri. Pelelangan bisa dilakukan sekali atas izin hakim namun juga harus izin terdakwa ataupun kuasanya.
"Perlu diingat KUHAP membatasi bahwa yang dapat dirampas adalah terbatas pada barang yang dapat dibuktikan berasal atau terkait erat dengan kejahatan (korupsi)," ujarnya.

Kuasa Hukum Nasabah WanaArtha, Palmer Situmorang menilai penyidik Kejaksaan, seperti euforia ingin mengejar target di publik.
"Oh, kami sudah menyita banyak, sebanyak banyaknya, bahkan dengan pongahnya mereka menyebut tidak perlu dicari untuk biaya atau untuk menutup biaya negara atas kerugian yang dikumpulkan," kata Palmer.
Ia pun menilai, penegakan hukum kejaksaan itu tidak memilah mana kekayaan tersangka atau terdakwa dan mana yang bukan.
"Bahkan sampai sekarang, sampai putusan pengadilan sama sekali tidak melibatkan pemilik rekening, padahal itu wajib! Kejaksaan ternyata hanya minta persetujuan oleh OJK. Cara seperti ini jelas melanggar KUHP. Tidak patut itu dilakukan, ini membuktikan bahwa jaksa telah mendegradasi pikiran obyektifnya," ujarnya. (*)
Baca Juga:
Para Pelaku Dugaan Korupsi Asabri Segera Disidang
Bagikan
Alwan Ridha Ramdani
Berita Terkait
Komisi III DPR Desak KPK Segera Tuntaskan Kasus Korupsi Kuota Haji

Dugaan Korupsi Kuota Haji Terbongkar, KPK Ungkap Alasan Khalid Basalamah Kembalikan Dolar Secara Bertahap

KPK Ungkap 'Rayuan' Oknum Kemenag Agar Khalid Basalamah Pindah dari Haji Furoda ke Khusus

Bos Sritex Terseret Kasus Korupsi, Nunggak PBB Rp 1,1 Miliar ke Pemkab Sukoharjo

Kejagung Telusuri Semua Aset Pengusaha Minyak Riza Chalid, Cari Juga Perusahaan Terafiliasi

Ketua Baleg DPR Pastikan RUU Perampasan Aset Dibahas Tahun ini, Tekankan Transparansi Publik

Pakar Hukum UNAIR Soroti Pasal Kontroversial RUU Perampasan Aset, Dinilai Bisa Jadi Pedang Bermata Dua

5 Pasal Kontroversial dalam RUU Perampasan Aset yang Perlu Direvisi, Pakar UNM Ungkap Risiko Kriminalisasi dan Kehilangan Kepercayaan Publik

Kasus Sritex Masuki Babak Baru! Kejagung Limpahkan Para Tersangka ke Kejari Surakarta

KPK Buka Peluang Panggil Ketum PBNU Terkait Korupsi Kuota Haji
