Flores Cantik

'Pacaran' Masyarakat Lio Flores, Pegang Pakaian Kena Hukum Adat

Noer ArdiansjahNoer Ardiansjah - Rabu, 29 Agustus 2018
'Pacaran' Masyarakat Lio Flores, Pegang Pakaian Kena Hukum Adat

Ilustrasi pernikahan adat. (Foto: Apriliya)

Ukuran text:
14
Dengarkan Berita:

SELAIN kelahiran dan kematian, pernikahan merupakan salah satu momen penting dalam kehidupan manusia. Pasalnya, terdapat prosesi khusus pada fase ini.

Apalagi di setiap daerah memiliki beragam tradisi, bahkan berisi nilai-nilai sakral, ketika menyambut pernikahan.

Masyarakat di pelbagai daerah hingga kini masih memegang tradisi adat pernikahan secara ketat, seperti masyarakat Ende, Lio, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Pernikahan menurut hukum adat tak sekadar ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan, tetapi juga jalinan para anggota kerabat kedua pihak.

Di dalam tradisi adat pernikahan masyarakat Lio, pasangan muda-mudi yang hendak menjalin hubungan perkawinan wajib mengikuti leluri atau aturan adat yang berlaku.

Tahap-tahap perkawinan adat masyarakat Lio, di antaranya mencari jodoh, meminang, mondo, mengantar belis (mas kawin), dan aturan adat sebelum nikah.

Ilustrasi hukum adat. (Sumber: http://kbr.id)

Dalam tahap-tahap tersebut, kedua pihak keluarga akan saling berunding untuk menyelenggarakan perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan adat yang telah disepakati bersama.

Pada saat melakukan pendekatan, kedua calon mesti mengikuti aturan adat yang menerapkan dua pantangan dan larangan. Pertama, kedua pasangan dilarang menjamah tubuh atau hanya sekadar bergandengan tangan. Kedua, tidak boleh juga memegang pakaian yang dipakai oleh calon perempuan.

Jika seorang lelaki melanggar dua ketentuan tersebut, maka akan dikenakan ndate wale (denda) oleh pengadilan adat. Tak tanggung-tanggung, hukumannya terdiri dari Lombu Lua (sama dengan emas atau hewan ternak seperti sapi dan kerbau), Seliwu Seeko (dua pasang emas dan seekor hewan ditambah sepasang pakaian perempuan/Lawo Lambu).

Hukum Adat Lio. (Sumber: youtube.com)

Hukuman pun masih terus dilanjutkan usai pengadilan adat. Untuk peresmiannya diadakan Mi Mina artinya pelanggar harus menanggung beban untuk makan bersama seisi kampung, (kampung pria dan wanita) dan harus memotong hewan sesuai keputusan pengadilan adat.

Tujuan dari larangan-larangan itu ialah, menjaga tercapainya maksud dan tujuan pernikahan, yaitu perkawinan yang berharga, yang menjaga dan mempertahankan kemurnian darah keturunan.

Seorang wanita atau seorang pria yang tidak murni akan dipandang rendah, tidak disukai oleh masyarakat dan acap kali diasingkan serta mendapat olokan, sindiran atau ejekan. (*)

#Masyarakat Hukum Adat #Hukum Adat #Pernikahan Adat
Bagikan
Ditulis Oleh

Noer Ardiansjah

Tukang sulap.

Berita Terkait

Tradisi
Mengenal Tradisi Belis di NTT, Mahar yang Harus Disiapkan untuk Meminang Perempuan
Belis dijadikan sebagai penghargaan buat perempuan dari pihak lelaki sebelum melakukan pernikahan.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 13 Februari 2025
Mengenal Tradisi Belis di NTT, Mahar yang Harus Disiapkan untuk Meminang Perempuan
Tradisi
Mengenal Tradisi Penuh Makna 'Pepadun' dari Lampung
Pepadun telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Lampung.
Ananda Dimas Prasetya - Kamis, 05 Desember 2024
Mengenal Tradisi Penuh Makna 'Pepadun' dari Lampung
Tradisi
Prosesi Unik dan Panjang, Beginilah Urutan Adat Pernikahan Maluku
Pernikahan adat Maluku punya serangkaian prosesi adat yang mesti dilakukan.
Ananda Dimas Prasetya - Rabu, 13 November 2024
Prosesi Unik dan Panjang, Beginilah Urutan Adat Pernikahan Maluku
Fun
Calon Istri Kaesang Pangarep Jalani Tradisi Pingitan
TINGGAL hitungan hari saja menuju hari bahagia untuk pasangan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono
Febrian Adi - Jumat, 02 Desember 2022
Calon Istri Kaesang Pangarep Jalani Tradisi Pingitan
Bagikan