Nusa Potehi Silang Generasi (Laporan Khusus Wayang Potehi)


Tokoh Sie Jin Kwie sedang bertempur melawan Yo Hwan. (Foto Yusuf R, Wayang Potehi, Seni Pertunjukan Peranakan Tionghoa di Indonesia)
BONEKA kantong, atau lumrah dikenal sebagai Wayang Potehi merupakan bentuk akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa paling identik, merentang jaman, dan melintasi generasi.
Bermula di Tiongkok Selatan, pada masa Dinasti Tang (617-918), ketika lima orang terpidana mati mengisi senggang menanti hari eksekusi mencoba memainkan sepotong kain berbentuk empat persegi panjang, Potehi kemudian lahir dan berkembang seiring migrasi besar orang Tiongkok ke berbagai tempat, termasuk Indonesia, lebih khusus Jawa.
Potehi mengunjungi tanah Jawa bersamaan dengan migrasi besar orang-orang suku Hokkian pada akhir abad ke-17. ‘Boneka Kantong’ tersebut justru berkembang dan berinteraksi dengan budaya Jawa. Dalang Potehi tak lagi didominasi wajah-wajah oriental kaum Peranakan Tionghoa, melainkan muka lencir orang Jawa.
Mereka tak jarang memasukan bahasa Jawa sebagai aksen. Bahkan, paska-peristiwa G 30 S, disusul kemunculan Intruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, di masa pemerintah Presiden Soeharto pada 6 Desember 1967, memuat pembatasan aktifitas tradisi, perayaan keagamaan, dan kegiatan budaya Tionghoa, justru para dalang Jawa ambil bagian melestarikan Potehi dengan mementaskannya di tempat tersembunyi untuk kalangan terbatas.
Kini, sejak Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid mencabut Inpres tersebut, pentas-pentas Potehi mulai bergeliat. Potehi tak hanya tampil di klenteng-klenteng pada perayaan khusus seperti Imlek, namun aksi si ‘Boneka Kantong’ kerap berlangsung di tempat wisata, kampus, hingga pusat perbelanjaan.
Di tangan generasi milenial, Potehi bahkan tampil lebih segar dengan kreasi, garapan, dan bentuk pertunjukan baru. Potehi pun kini bisa menjadi terapi untuk anak berkebutuhan khusus.
Kami, merahputih.com mengupas secara tuntas sejarah, budaya, tradisi, perkembangan, dan sepak terjang usaha generasi milenial menghidupi Potehi. Simak artikel-artikel mengenai Wayang Potehi pada rubrik Indonesiaku pada esok hari, 4-5 September 2017. (*)
Bagikan
Yudi Anugrah Nugroho
Berita Terkait
Mengenal Wayang Garing, Kesenian asal Banten yang Terancam Punah

Menikmati Sanggar Wayang Golek Gending Pusaka Putra Kota Bandung

Peringatan 70 Tahun Srimulat: Dari Pameran Wayang Golek hingga Launching Buku

Temui Komunitas Dalang di Sukoharjo, Anies Ngaku Hanya Silaturahmi dan Tukar Pikiran

Mengenang Gregory Churchill, Ahli Hukum Asal Amerika Serikat Pencinta Wayang Nusantara

Produk UMKM Wayang Asal Sukoharjo Jadi Souvenir G20 di Bali
