Milenial dan Gen Z Harus Bergerak Selamatkan Demokrasi

Andika PratamaAndika Pratama - Rabu, 13 Desember 2023
Milenial dan Gen Z Harus Bergerak Selamatkan Demokrasi

Diskusi bertajuk “Problematika dan Kontekstualisasi Demokrasi Indonesia Terkini” yang digelar Pengurus Sylva Indonesia cabang Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/12). Foto:

Ukuran:
14
Font:
Audio:

MerahPutih.com - Jelang Pemilu dan Pilpres 2024, Indonesia sedang berada di dalam situasi demokrasi yang mati rasa, termakan politik bucin dan politik receh yang dibangun sejak Pilpres 2014.

Generasi Milenial dan Generasi Z, khususnya kalangan akademisi dan mahasiswa, diharap untuk bergerak melawan proses pelemahan demokrasi itu.

Baca Juga

Pasca Debat Pilpres 2024, Gibran Sibuk Agenda Kedinasan

Substansi itu tertuang dalam diskusi bertajuk “Problematika dan Kontekstualisasi Demokrasi Indonesia Terkini” yang digelar oleh Pengurus Sylva Indonesia cabang Institut Pertanian Bogor (IPB), di Kampus IPB, Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/12).

Pembicara di dalam diskusi tersebut adalah Prof.Moh.Zulfan Tadjoeddin dari Western Sydney University, Dr.Meilania Buitenzorgy dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr.Airlangga Pribadi dari Jaga Pemilu, Seniman Akbar Yumni, dan Adit Muhammad dari Sylva IPB. Pesertanya adalah mahasiswa IPB.

Prof.Zulfan Tadjoeddin bercerita tentang jalan panjang transisi demokrasi Indonesia sejak era kemerdekaan hingga saat ini. Ia beberkan bagaimana Indonesia di tahun 1950-an pernah bereksperimen demokrasi liberal; lalu era pembangunan ekonomi di masa Orde Baru Soeharto.

Dijelaskannya, bagaimana peningkatan kesejahteraan ekonomi era Orde Baru menghasilkan masyarakat berpendidikan dan lebih sejahtera yang perlahan menuntut kebebasan.

“Rakyat ingin didengar dan tak mau dibungkam. Akhirnya lahirlah Reformasi 1998. Orba tumbang. Dan Indonesia pun memasuki masa transisi demokrasi,” kata Prof.Zulfan.

Sampai dengan kondisi terkini, yang menurut Zulfan sangat mengkhawatirkan. Demokrasi rusak bukan disebabkan oleh ancaman senjata, tetapi demokrasi bisa jadi dirusak oleh mereka yang terpilih secara demokratis.

“Dan sudah ada banyak contohnya di dunia, dan salah satu contohnya yang terkenal adalah Hitler. Hitler terpilih secara demokratis, tetapi dia membawa Jerman setelah perang dunia pertama menuju perang kedua, negara sangat otoriter. Jadi Demokrasi itu bisa juga dirusak oleh mereka-mereka yang terpilih secara demokratis,” jelas Zulfan.

Meilanie Buitenzorgy kemudian menjelaskan bagaimana fenomena demokrasi bucin (budak cinta) dan “politik receh” kini terjadi. Semuanya dimulai sejak 2014 hingga 2019, memunculkan polarisasi di tengah rakyat. Muncul istilah Cebong sebagai simbol pendukung Pemerintahan Jokowi, lalu Kampret dan Kadrun untuk pendukung Prabowo.

Ternyata itu berlanjut dalam kehidupan sehari-hari. Apa pun kebijakan Pemerintah pasti dianggap benar dan dibela oleh Cebong. Sebaliknya apa pun kebijakan Pemerintahan selalu salah dan dicerca oleh Kampret dan Kadrun.

“Ujungnya objektivitas rakyat menjadi tak jelas. Seandainya seorang pendukung pemerintahan merasa kebijakan pemerintah sebenarnya salah, tapi ia tak berani mengkritisi karena takut dianggap kampret. Jadi inilah yang merusak demokrasi,” urai Meilanie.

Baca Juga

Timnas AMIN Klaim Anies Paling Kuasai Materi di Debat Capres Perdana

Menurut dia, kondisi itu menjadi alat legitimasi program penguasa. Operatornya adalah influencer dan buzzer, yang bertugas memanipuasi opini publik. Mereka bertugas membuat narasi promosi kebijakan yang kontroversial.

“Misalnya masalah pelemahan KPK. Dibelokkan influencer sebagai masalah radikalisasi di tubuh KPK dengan isu Taliban KPK. Kita melihat guru bangsa seperti Syafii Maarif yang mengkritisi kebijakan itu lebih tak dipercaya dibanding influencer,” katanya.

Sedang politik receh terinspirasi dari pemenangan Bongbong Marcos di Filipina yang mengaburkan substansi dengan mendorong politik gimik. Diketahui, Bongbong ialah putra diktator Filipina Ferdinand Marcos yang digulingkan rakyat.

“Bongbong bisa naik dengan menggunakan strategi gimmick, menggunakan jasa influencer, para artis, bikin konser musik mahal, memvuralkan narasi tipu-tipu tentang kebesaran dinasti Marcos untuk menutupi bahwa dulunya Ferdinand adalah otoriter. Ia menyasar anak muda yang tak paham sejarah ketika Ferdinand memerintah,” urai Meilanie.

Kebetulan Bongbong berpasangan dengan Sara Duterte, anak dari presiden Filipina sebelumnya, yakni Rodrigo Duterte. Namun, kata dia, Sara dan Bongbong punya rekam jejak yang positif meskipun orangtua kedua tokoh punya catatan hitam.

Sarah misalnya bisa menyelesaikan dua periode pemerintahan sebagai kepala daerah sebelum maju ke pilpres dan Bongbong tak pernah terlibat dalam dugaan prlanggaran HAM semasa Ferdinand Marcos.

Menurut Meilanie, marketing politik di Indonesia lebih hebat karena mampu mengemas kandidat yang punya catatan negatif dikemas menjadi positif melalui gimik.

“Ini berarti Indonesia lebih hebat dari sisi marketing politik, karena bisa memasarkan produk yang sebenarnya lebih jelek daripada itu dan sekarang memimpin elektabilitas berdasar hasil bernagai krmbaga survei. Ini kekhawatiran kita, paslon terburuk justru leading,” tukas Meilanie.

Ia sendiri menilai seluruh pemimpin Indonesia pascakepemimpinan BJ Habibie, dan semua partai politik bertanggung jawab melambungkan nama yang punya cacat sejarah dari sisi pelanggaran HAM menjadi kandidat terkuat pada pilpres.

Menurut Meilanie, seandainya sejak dahulu dibentuk pengadilan HAM terkait kasus masa lalu, maka masalah ini takkan bersisa

“Masa depan Indonesia saat ini ada di tangan anda Generasi milenial dan Generasi Z karena anda mendomimasi jumlah pemilh di Pemilu. Mari bersepakat bahwa Indonesia yang akan kita wariskan untuk anak cucu kita adalah Indonesia yang berkepastian hukum dan menjunjung tinggi meritokrasi bukan generasi instan,” tegas Meilanie.

Sementara Airlangga Pribadi berbicara topik itu dengan merujuk pada debat pertama Pilpres 2024, tadi malam, yang mengangkat isu Hukum dan HAM.

Saat itu, ia terkaget melihat bagaimana pelanggaran HAM masa lalu dan masih menyisakan belasan nyawa yang hilang dianggap hal biasa dan lumrah. Bahkan dianggap sebagai politisasi. Baginya, kondisi ini bisa disebut kondisi "mati rasa".

“Saya terkejut saat debat tadi malam, ada pertanyaan soal kasus penghilangan aktivis. Ini disebut kejaharan yang dianggap hal lumrah. Dan kelumrahan itu menjadi virus menyebar kemana-mana. Orang bicara banyak keluarga yang anak, bapak, saudaranya tidak kembali, malah dianggap politisasi,” urai Airlangga.

Di debat itu masalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga tak dianggap serius.

“Ada seorang Gen Z naik menjadi cawapres dengan bantuan orang dalam. Sementara kita tahu kawan-kawan Gen Z yang bertahun-tahun bekerja mengkritisi UU Ciptaker dan melawan pelemahan demokrasi, malah dicap taliban atau mengalami represi,” katanya.

Ia lalu mengingatkan bahwa para pendiri bangsa, sudah menyepakati bahwa Indonesia untuk semua. Seorang presiden jangan sampai dengan mudah dan dengan segala cara menjadikan anaknya menjadi penerusnya.

“Karena yang kita bangun adalah republik, bukan kerajaan, bukan monarki, apalagi republik rasa kerajaan,” tegas Airlangga.

Maka para generasi muda Indonesia harus bergerak dan tampil sebagai kelas menengah, kekuatan yang masih diharapkan untuk membela dan mempertahankan demokrasi.

“Karena ini bukan sekedar pengkhianatan demokrasi dan etika, namun juga pengingkaran kontrak sosial negara ini. Ini bukan soal membela capres-capres tertentu, tapi tentang kita menyelamatkan demokrasi kita,” ujar Airlangga.

“Apakah kita mau formalnya Republik Indonesia, tapi substansinya kerajaan? Kalau tidak mau, maka mari kita hadir dan menangkan kekuasaan,” pungkasnya. (Pon)

Baca Juga

Soal Penampilan Ganjar di Debat Capres, Hasto: Nilai Kita Serahkan ke Masyarakat

#Milenial #Generasi Z
Bagikan
Ditulis Oleh

Ponco Sulaksono

Berita Terkait

Fun
Gen Beta Mulai Lahir Januari 2025, Apa Saja Bedanya dengan Generasi-Generasi Sebelumnya?
Sebelum generasi Beta, kita mengenal sejumlah generasi lainnya.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 02 Januari 2025
Gen Beta Mulai Lahir Januari 2025, Apa Saja Bedanya dengan Generasi-Generasi Sebelumnya?
Fun
Kenalan dengan Gen Beta, Generasi Baru yang Lahir Mulai Januari 2025
Menurut McCrindle, Gen Beta akan lahir antara tahun 2025 hingga 2039.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 02 Januari 2025
Kenalan dengan Gen Beta, Generasi Baru yang Lahir Mulai Januari 2025
Fun
Jangan Sampai Dicap 'Delulu' Sama Gen Alpha, Artinya Serupa 'Halu' Bagi Gen Z
Kita mungkin kerap bertanya-tanya apa artinya ketika mendengar kata 'delulu' keluar dari mulut kalangan generasi Alpha. Namun, kini tidak perlu lagi bingung. Asal, jangan sampai kamu yang menjadi sasaran dibilang 'delulu'
Wisnu Cipto - Minggu, 27 Oktober 2024
Jangan Sampai Dicap 'Delulu' Sama Gen Alpha, Artinya Serupa 'Halu' Bagi Gen Z
Indonesia
Generasi Z Butuh Perbaikan Gizi Hadapi Persaingan SDM Global
Kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia yang diukur dengan indikator skor pola pangan harapan (PPH) pada tahun 2023 hanya mencapai 94,1, padahal skor ideal berada di angka 100.
Wisnu Cipto - Minggu, 29 September 2024
Generasi Z Butuh Perbaikan Gizi Hadapi Persaingan SDM Global
Lifestyle
Perumnas Hadirkan Hunian Smart Living untuk Milenial dan Gen Z
Perumnas menghadirkan hunian smart living untuk Milenial dan Gen Z. Perumnas juga berkolaborasi dengan Telkomsel.
Soffi Amira - Rabu, 24 April 2024
Perumnas Hadirkan Hunian Smart Living untuk Milenial dan Gen Z
Indonesia
DPRD DKI Soroti Daya Beli Generasi Z di Jakarta
Angka generasi z tidak dalat dipandang remeh
Angga Yudha Pratama - Kamis, 28 Maret 2024
DPRD DKI Soroti Daya Beli Generasi Z di Jakarta
Fun
Generasi Digital Savvy Lebih Suka Habiskan THR untuk Belanja daripada Menabung
Perubahan tren mengelola THR generasi digital savvy ini berdampak pada peningkatan pengeluaran mereka selama Ramadan.
Hendaru Tri Hanggoro - Kamis, 28 Maret 2024
Generasi Digital Savvy Lebih Suka Habiskan THR untuk Belanja daripada Menabung
Fun
Studi: Milenial akan Jadi Generasi Paling Tajir Sepanjang Sejarah
Generasi yang lahir antara tahun 1980 dan 1994 diperkirakan akan menjadi generasi terkaya dalam sejarah.
Ananda Dimas Prasetya - Jumat, 01 Maret 2024
Studi: Milenial akan Jadi Generasi Paling Tajir Sepanjang Sejarah
Lifestyle
5 Kesalahan Finansial yang Sering Dilakukan Gen Z, Boncos Terus!
Generasi Z, kelompok yang tumbuh bersama teknologi dan perubahan dinamis, sering menemui tantangan finansial yang unik.
Pradia Eggi - Senin, 29 Januari 2024
5 Kesalahan Finansial yang Sering Dilakukan Gen Z, Boncos Terus!
Kuliner
Anak Muda Indonesia Miliki Keunikan Saat Kulineran
Tren anak muda yang gemar eksplorasi kuliner membuat tren makanan di Indonesia unik dan tidak bisa disamakan dengan negara lain.
Alwan Ridha Ramdani - Sabtu, 27 Januari 2024
Anak Muda Indonesia Miliki Keunikan Saat Kulineran
Bagikan